Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Wakil Ketua DPRD Kota Sawahlunto, Sumatera Barat(Sumbar), Hasjhoni SY MM mengimbau pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) utamakan program peningkatan  kesejahteraan.

         "Kami banyak menemukan pengucuran dana CSR dari beberapa korporasi yang beraktifitas di kota ini, cenderung lebih mengarahkan pemanfaatannya untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah daerah," katanya di Sawahlunto, menyikapi masih rendahnya alokasi dana tersebut bagi kepentingan masyarakat luas, Kamis.

         Menurutnya, meskipun tidak ditemukan indikasi penyelewengan dana tersebut oleh pihak terkait, namun jika dilihat dari sisi penggunaannya lebih diarahkan sebagai sarana berpromosi, seperti yang dilakukan oleh beberapa pihak lembaga perbankan di kota itu yang turut mensponsori beberapa kegiatan pemerintah.

         Padahal, lanjutmya kegiatan-kegiatan itu sudah didanai dari kas daerah melalui pos anggaran kegiatan institusi terkait, jika dialokasikan untuk membantu usaha masyarakat diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi mereka.

         "Efek berikutnya justru akan memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak bank karena akan mendapatkan debitur baru setelah terjadi kenaikan nilai perputaran uang oleh para pelaku usaha," ujarnya.

         Disinggung tentang disahkannya regulasi penyertaan modal Pemerintah Kota Sawahlunto ke pihak PT Bank Nagari oleh pihaknya, ia berharap kebijakan tersebut bisa meningkatkan pendapatan daerah melalui sistem bagi hasil terhadap jumlah modal yang disepakati.

         Selain itu, lanjutnya, langkah tersebut diharapkan mampu menjadi langkah awal menggairahkan dunia usaha kecil menengah (UKM) di kota itu melalui pola kemitraan saling menguntungkan untuk mendapatkan pinjaman modal usaha.

         Sementara itu, salah seorang pelaku UKM di kota itu, Nanang (27) mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan pinjaman modal pengembangan usaha sablon miliknya karena tidak memiliki aset yang bisa diajukan sebagai jaminan.

         "Sertifikat rumah milik keluarga saya hanya berstatus hak guna bangunan karena berdiri diatas tanah milik salah satu badan usaha milik negara (BUMN)," ungkapnya.

         Status kepemilikan tersebut, jelasnya, cukup menjadi kendala ketika mengajukan pinjaman karena perkiraan nilai aset menjadi sulit dihitung.

         Seorang pelaku UKM lainnya, Suprapto (51) menambahkan sulitnya mendapatkan modal tambahan tersebut cukup mempengaruhi perkembangan usaha yang ia rintis sejak dua tahun terakhir.

         "Kami berharap ada solusi lain terkait permodalan agar usaha bisa berkembang tanpa harus menanggung risiko beban bunga yang tinggi," imbuhnya. (*)

Pewarta : Rully Firmansyah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024