Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Staf Ahli Bidang Pengembangan Pasar Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Sutrisno Edi, mengatakan keberadaan Pasar Songket Sawahlunto, Sumatera Barat, merupakan aplikasi Nawacita.
"Dalam aplikasi program tersebut, pemerintah menargetkan untuk membangun lima ribu pasar tradisional di seluruh wilayah Indonesia guna mendukung sarana prasarana pusat perekonomian masyarakat di daerah," tambah dia dalam sambutannya pada peresmian penggunaan bangunan Psar Songket di Muaro Kalaban Sawahlunto, Kamis.
Untuk itu, pihaknya mengharapkan pembangunan pasar tersebut tidak hanya berhenti sebatas bangunan fisiknya saja.
Salah satunya dengan memikirkan bagaimana keberlanjutan pembangunan non fisik seperti mempersiapkan sumber daya manusia yang akan melakukan aktivitas di pasar tersebut, serta peningkatan daya saing pengrajin songket di daerah itu.
Terkait pelaksanaan kegiatan Sawahlunto International Songket Carnaval(SISCa) 2016, ia mengimbau agar dalam penataan kegiatan tersebut memiliki keterpaduan dengan potensi lokal kota itu dalam bidang investasi kepariwisataan.
"Sehingga iklim investasi bisa lebih ditingkatkan untuk menopang keberlanjutan pembangunan perekonomian masyarakat di Kota Sawahlunto," ujar dia.
Sementara itu, Wali Kota Sawahlunto, Ali Yusuf menyebutkan pembangunan pasar songket tersebut dimulai pada tahun 2015 dengan bantuan dana dari Kementerian Perdagangan sebesar Rp5 miliar.
Dana tersebut hanya untuk membangun bangunan inti dari pasar songket, sedangkan untuk kelengkapan infrastruktur pendukung, kami menggunakan dana APBD Kota Sawahlunto tahun anggaran 2015 sebesar Rp1 miliar dan rencananya akan ditambah sebesar Rp750 juta lagi pada APBD Perubahan tahun 2016 ini, jelasnya.
Menyinggung pelaksanaan kegiatan SISCa 2016, ia menambahkan saat ini Pemerintah Kota Sawahlunto tengah berupaya menjadikan tenun Songket Silungkang sebagai pakaian nasional kedua setelah batik.
Ditahun 1910, songket Silungkang telah mampu menembus pasar internasional dengan ditampilkannya songket tersebut pada kegiatan pasar malam yang diadakan di Kota Brussel, Belgia," kata dia.
Pada masa itu, lanjutnya, pengrajin songket asal Silungkang, yakni Ande Baiah dan Ande Bainsah diundang secara langsung oleh Ratu Belgia untuk memamerkan songket karya pengrajin daerah itu.
Berbekal sejarah Songket Silungkang tersebut, pihaknya menilai keberadaan songket sebagai pakaian nasional pantas untuk diperjuangkan bersama agar diakui bukan hanya sebagai warisan budaya nusantara tak benda.
"Pengakuan tersebut bisa menjadi salah satu solusi dalam membantu perluasan pasar songket nusantara," ujarnya. (*)