Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Tim program Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) 2016 Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, menilai keragaman motif kain tenun pengrajin kota itu butuh penjelajahan lapangan.
        "Kami banyak menemukan motif-motif tua yang sangat indah, namun hampir semuanya belum mampu termanfaatkan dengan baik oleh pengrajin, sebagai pembeda dalam menerobos segmentasi pasar kerajinan tenun," kata salah seorang desainer busana yang tergabung dalam tim tersebut, Raden Roro Bunga Natasya, di Sawahlunto, Selasa.
        Dari hasil pengamatan timnya, kondisi tersebut terpicu oleh kebiasaan pengrajin berproduksi sesuai selera pemesan kain tenun, yang belum tentu mampu mengikuti trend pasar tekstil secara luas.
        Dia menyontohkan, seperti yang terlihat pada beberapa hasil produksi yang sudah ada, sebagian besar kain yang terjual pemanfaatannya sangat terbatas dan dikenakan pada momen yang juga terbatas.
        "Sehingga serapan pasar terhadap kain yang dihasilkan mengalami kejenuhan lebih cepat dan hal itu akan berimbas pada rendahnya pendapatan pengrajin songket di kota ini," ungkapnya.
        Untuk mengatasi kondisi tersebut, ia bersama tim kerja IKKON lainnya mencoba untuk mengolaborasikan beberapa kerajinan lain seperti Payung Kertas, Kerajinan berbahan batubara dan lain sebagainya menjadi kerajinan dalam bentuk dan manfaat baru.
        Khusus dibidang desain busana, tim tersebut juga melakukan riset penggunaan motif-motif langka yang digabungkan dengan desain modern untuk menghasilkan sebuah karya seni yang lebih berkualitas dan bisa dipakai pada lebih dari satu kegiatan para pengguna kain tenun.
        "Meskipun hadir dalam bentuk baru namun kekhasan Songket Silungkang tetap dipertahankan dan menjadi atribut yang kuat pada produk turunannya," kata dia.
        Sementara itu, koordinator tim IKKON Sawahlunto, Sugeng Untung, menambahkan dalam upaya mendorong penjualan hasil produksi para pengrajin kota itu, juga dibutuhkan regulasi yang kuat dan mengikat oleh pihak pemerintah daerah terkait pemanfaatan produk lokal oleh seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
        Jika penguatan atribut produksi pengrajin sudah terbina baik secara kualitas maupun keragaman jenis produk berbasis songket, jelasnya, langkah berikutnya adalah upaya penetrasi pasar ditingkat lokal sebagai segmen utama dalam meningkatkan kesejateraan pengrajin.
        "Keuntungan yang bisa diperoleh pengguna dari kalangan pasar lokal adalah bisa memiliki barang-barang berkualitas tinggi dengan harga jauh lebih murah, karena desain produk yang dilahirkan tersebut diproyeksi mampu menjadi trend baru pada segmen pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional," kata dia.
        Sebelumnya, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) meluncurkan program Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) 2016 yang akan dilaksanakan di lima daerah. Yaitu Sawahlunto, Sumatera Barat dengan kain tenun, Lampung (tapis), Brebes (batik), Rembang (batik), dan Ngada, Flores dengan tenunnya.
        Deputi Riset, Edukasi dan Pengembangan Bekraf, Abdur Rohim Boy Berawi menjelaskan proses penempatan peserta program IKKON ini bertujuan untuk saling belajar dan berbagi pengetahuan.
        Proses saling belajar ini diharapkan berdampak positif bagi munculnya karya-karya atau produk-produk baru yang memiliki nilai tambah, tanpa menghilangkan keunikan ciri-ciri lokal, ujarnya.(*)
        "Kami banyak menemukan motif-motif tua yang sangat indah, namun hampir semuanya belum mampu termanfaatkan dengan baik oleh pengrajin, sebagai pembeda dalam menerobos segmentasi pasar kerajinan tenun," kata salah seorang desainer busana yang tergabung dalam tim tersebut, Raden Roro Bunga Natasya, di Sawahlunto, Selasa.
        Dari hasil pengamatan timnya, kondisi tersebut terpicu oleh kebiasaan pengrajin berproduksi sesuai selera pemesan kain tenun, yang belum tentu mampu mengikuti trend pasar tekstil secara luas.
        Dia menyontohkan, seperti yang terlihat pada beberapa hasil produksi yang sudah ada, sebagian besar kain yang terjual pemanfaatannya sangat terbatas dan dikenakan pada momen yang juga terbatas.
        "Sehingga serapan pasar terhadap kain yang dihasilkan mengalami kejenuhan lebih cepat dan hal itu akan berimbas pada rendahnya pendapatan pengrajin songket di kota ini," ungkapnya.
        Untuk mengatasi kondisi tersebut, ia bersama tim kerja IKKON lainnya mencoba untuk mengolaborasikan beberapa kerajinan lain seperti Payung Kertas, Kerajinan berbahan batubara dan lain sebagainya menjadi kerajinan dalam bentuk dan manfaat baru.
        Khusus dibidang desain busana, tim tersebut juga melakukan riset penggunaan motif-motif langka yang digabungkan dengan desain modern untuk menghasilkan sebuah karya seni yang lebih berkualitas dan bisa dipakai pada lebih dari satu kegiatan para pengguna kain tenun.
        "Meskipun hadir dalam bentuk baru namun kekhasan Songket Silungkang tetap dipertahankan dan menjadi atribut yang kuat pada produk turunannya," kata dia.
        Sementara itu, koordinator tim IKKON Sawahlunto, Sugeng Untung, menambahkan dalam upaya mendorong penjualan hasil produksi para pengrajin kota itu, juga dibutuhkan regulasi yang kuat dan mengikat oleh pihak pemerintah daerah terkait pemanfaatan produk lokal oleh seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
        Jika penguatan atribut produksi pengrajin sudah terbina baik secara kualitas maupun keragaman jenis produk berbasis songket, jelasnya, langkah berikutnya adalah upaya penetrasi pasar ditingkat lokal sebagai segmen utama dalam meningkatkan kesejateraan pengrajin.
        "Keuntungan yang bisa diperoleh pengguna dari kalangan pasar lokal adalah bisa memiliki barang-barang berkualitas tinggi dengan harga jauh lebih murah, karena desain produk yang dilahirkan tersebut diproyeksi mampu menjadi trend baru pada segmen pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional," kata dia.
        Sebelumnya, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) meluncurkan program Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) 2016 yang akan dilaksanakan di lima daerah. Yaitu Sawahlunto, Sumatera Barat dengan kain tenun, Lampung (tapis), Brebes (batik), Rembang (batik), dan Ngada, Flores dengan tenunnya.
        Deputi Riset, Edukasi dan Pengembangan Bekraf, Abdur Rohim Boy Berawi menjelaskan proses penempatan peserta program IKKON ini bertujuan untuk saling belajar dan berbagi pengetahuan.
        Proses saling belajar ini diharapkan berdampak positif bagi munculnya karya-karya atau produk-produk baru yang memiliki nilai tambah, tanpa menghilangkan keunikan ciri-ciri lokal, ujarnya.(*)