Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Masyarakat Adat Nagari Kajai Desa Balai Batu Sandaran Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), menggelar prosesi adat tolak bala "Bakaru Nagari", Senin.
"Kegiatan ini sudah menjadi tradisi tahunan masyarakat desa ini jelang memasuki bulan suci Ramadhan, yang diawali dengan melantunkan dzikir secara bersama-sama," kata Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kajai, Thamrin DT Malano Sati, di Sawahlunto.
Prosesi tersebut, lanjutnya, akan diikuti dengan memanjatkan doa tolak bala agar dijauhkan dari kesulitan dan pertentangan sesama warga serta diberkahi dengan rezeki dan hasil panen yang melimpah.
Pada kegiatan tersebut, jelasnya, masing-masing warga diwajibkan membawa makanan yang disajikan dalam wadah yang biasa disebut "dulang" dan ditutup dengan sehelai kain yang juga berfungsi sebagai hiasan.
"Makanan tersebut akan disantap bersama oleh seluruh pemuka adat dan masyarakat, didahului dengan saling berbalas pantun yang dikenal dengan istilah Pasambahan," ujar dia.
Setelah makan bersama, seluruh rangkaian kegiatan Bakaru Nagari tersebut ditutup dengan prosesi Baureh Parasan, yakni membasuh kepala dengan air bercampur empat jenis daun-daunan khusus.
Daun daunan itu, tambahnya, dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan Daun Tawa Nan Ampek, yang biasa digunakan sebagai bahan obat tradisional.
"Prosesi tersebut dimaknai sebagai upaya mensucikan diri sebelum melaksanakan ibadah puasa Ramadhan," tambah dia.
Kepala Desa setempat, Masril menambahkan prosesi bakaru nagari itu tidak hanya dilaksanakan ketika memasuki bulan Ramadhan saja.
"Kami juga melaksanakan tradisi ini pada saat memeringati hari - hari besar agama Islam, seperti Isra' Mi'raj, Tahun Baru Islam dan Maulid Nabi Muhammad SAW," lanjut dia.
Menurutnya, tradisi itu sudah dikenal masyarakat desa itu sejak beratus tahun silam dan lokasi yang dikenal sebagai balai adat Batu Sandaran yang masih terawat hingga saat ini, diabadikan menjadi nama desa tersebut.
Pihaknya berharap, tradisi yang sudah melekat dalam kehidupan sosial masyarakat setempat bisa dikembangkan menjadi salah satu ikon pariwisata Kota Sawahlunto sebagai kota wisata tambang yang berbudaya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat, Khusriandi menyebutkan pihaknya sudah memantau sejak lama potensi tersebut namun masih membutuhkan pendalaman konsep karena menyangkut tradisi yang sarat nuansa adat dan agama.
"Hampir seluruh desa di Sawahlunto mengenal dan melaksanakan tradisi ini, kami berupaya melestarikannya dan mencari format yang tepat agar nilai-nilai budayanya tidak hilang ketika dikembangkan menjadi ikon pariwisata," tambah dia. (*)