Jakarta, (Antara) - KPK akan memanggil Bupati Morotai Rusli Sibua
pada Selasa (6/7) 2015 sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi
pemberian hadiah terkait pengurusan perkara sengketa pilkada Kabupaten
Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara di MK tahun 2011.

        "Terkait penyidikan TPK suap Sengketa Pilkada Kabupaten Pulau Morotai di MK
tahun 2011 dengan tersangka RS (Rusli Sibua), penyidik berencana
memeriksa kembali tersangka pada besok, Selasa (7/7)," kata Kepala
bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin (6/7).

        Rusli sebelumnnya dipanggil sebagai tersangka dugaan pemberian suap kepada
mantan Ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp2,99 miliar pada Kamis (2/7)
namun tidak memenuhi panggilan.

        "Surat panggilan kedua telah dilayangkan sejak yang bersangkutan tidak hadir pada panggilan pertama." ungkap Priharsa.

        Saat itu Rusli beralasan sedang membuat laporan kepada saksi-saksi yang memberikan keterangan tidak benar.

        "Saat panggilan pertama, benar bahwa yang mengirimkan surat pemberitahuan
pada hari tersebut, isinya antara lain menjelaskan bahwa tersangka
sedang membuat laporan terhadap saksi-saksi yang disebutnya telah
memberikan keterangan tidak benar karenanya meminta pemeriksaan
ditunda," jelas Priharsa.

        Namun alasan tersebut tidak dapat diterima.

        "
Penyidik menilai alasan tersebut tidak patut dan tidak dapat diterima.
Karenanya, dilayangkan panggilan kedua," tambah Priharsa.

        Rusli juga sudah mengajukan praperadilan terhadap statusnya sebagai tersangka
pada hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

        "Alasan yang paling utama adalah bupati tidak pernah memerintah untuk
mentrasfer unit terkait pilkada berkaitan dengan Pak Akil," kata
pengacara Rusli, Achmad Rifai.

        Rifai menjelaskan bahwa uang Rp2,99 miliar yang diberikan kepada Akil
diserahkan orang lain tanpa perintah dan izin Rusli sebagai bupati.

        "Tapi kenapa malah bupati yang dijadikan tersangka? Sedangkan yang
jelas-jelas mentransfer tidak ditetapkan sebagai tersangka, yang
mentransfer adalah Muchlis Tapi-tapi, M Djuffry dan Sahrin jadi bupati
tidak tahu," ungkap Rifai.

        KPK menyangkakan Ruski berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto 55 ayat 1 ke-1
KUHP.

        Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15
tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.

        Dalam sidang untuk terdakwa Akil Mochtar pada 21 April 2014 lalu, calon
legislatif Partai Amanat Nasional (PAN) Muchammad Djuffry mengaku pernah
diminta kuasa hukum Bupati Morotai Rusli Sibua, Sahrin Hamid
mengupayakan dana Rp3 miliar untuk MK.

        Meski tidak mengetahui siapa pihak MK yang dimaksud Sahrin, Djuffry
menyanggupi uang Rp3 miliar dengan tiga alasan yaitu pertama, karena
Sahrin mengatasnamakan Bupati Morotai. Kedua, Sahrin merupakan kuasa
hukum yang ditunjuk Rusli untuk menangani sengketa Pilkada Morotai di MK
dan Ketiga Djuffy mengaku berada di bawah tekanan, diteror melalui SMS
gelap.

        Djuffry
mengatakan untuk mendapatkan uang Rp3 miliar, ia menghubungi seorang
pengusaha bernama Petrus Widarso. Uang dipecah dalam dua bagian yaitu
Rp1 miliar dan Rp2 miliar.

        Uang Rp1 miliar kemudian disetorkan Djuffry dan Muchlis Tapi Tapi masing-masing Rp500 juta ke rekening CV Ratu Samagat.

        Sementara, uang dollar hasil penukaran Rp2 miliar dimasukan ke dalam kantong
kresek untuk disimpan. Selanjutnya, Sahrin meminta Djuffry datang ke BCA
Tebet.

        Djuffry mengaku selaku kader PAN, ia dan Muhklis diarahkan partainya untuk
mendukung Rusli, namun, usai pelaksanaan Pilkada, pasangan Rusli Sibua
dan Weni R Paraisu kalah dengan pasangan calon nomor urut satu, Arsad
Sardan dan Demianus Ice.

        Rusli Sibua dan Weni R Praisu kemudian menggugat putusan tersebut di MK dan
menunjuk Sharin Hamid sebagai penasihat hukum.

        Akil menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Muhammad Alim dan
Hamdan Zoelva untuk memutus sengketa tersebut.

        Terkait kasus ini, KPK juga sudah menjerat sejumlah pihak yaitu Akil Mochtar
yang divonis seumur hidup, mantan bupati Gunung Mas Hambit Bintih
divonis 4 tahun penjara, tim sukses Hambit, Cornelis Nalau Antun yang
divonis 3 tahun, anggota Komisi II Chairun Nisa yang divonis 4 tahun
penjara, pengacara Susi Tur Andayani divonis 5 tahun penjara, Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah divonis 5 tahun kurungan, adik Ratu Atut
pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang divonis 5 tahun
penjara.

Selanjutnya tangan kanan Akil Muhtar Ependy divonis 5 tahun penjara, Walikota
Palembang Romi Herton yang divonis 6 tahun dan istrinya Masyito divonis 4
tahun, serta Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang yang dihukum
4 tahun penjara.

        Sedangkan yang masih dalam tahap penyidikan adalah pasangan calon bupati dan wakil Bupati Lebak Amir Hamzah dan Kasmin. (*)

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor :
Copyright © ANTARA 2024