Hanya dalam waktu lima menit, tangan terampil Martinneke dengan cekatan memadukan beberapa tangkai bunga ke dalam vas, hasilnya rangkaian cantik dan indah dipandang tersaji apik menyejukkan mata.

Merangkai, menggabung dan memadukan beberapa tangkai bunga menjadi satu rangkaian sekilas terlihat mudah, rupanya ada delapan level keterampilan merangkai yang harus dimiliki seorang perangkai bunga profesional.

Meski sudah menapak usia 78 tahun, perempuan kelahiran Padang  23 Mei 1937 itu masih mahir merangkai beragam bunga hidup, maupun kertas menjadi rangkaian yang indah dan menarik.

Ditemui di kediamannya, perempuan yang akrab disapa bu Ike,  masih bersemangat dengan mengelola Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Hj Martinneke yang menyediakan kursus merangkai bunga hingga memasak kue.

Ia menceritakan keahliannya merangkai bunga telah mengantarkannya menjadi perangkai bunga tetap, setiap memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus di Istana Negara sejak 1982, hingga berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Bersama sekitar 14 perangkai bunga yang tergabung dalam Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI), setiap tanggal 15 Agustus Ike  satu-satunya perempuan asal Padang, Sumatera Barat yang dipanggil menghias semua bunga yang ada di Istana.

Mulai dari Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri hingga Susilo Bambang Yudhoyono mempercayakan penataan bunga di Istana saat perayaan hari kemerdekaan kepada Ike dan kawan-kawan.

Keberangkatanya ke Istana berawal ketika Martinneke berhasil tampil sebagai peringkat pertama lomba merangkai bunga tingkat nasional yang diselenggarakan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia pada 1980.

Ketika itu, di hadapan juri lomba, istri dari Muis Nur tersebut mempersembahkan rangkaian bunga yang berbeda dari peserta lainnya. Ike memasang miniatur rumah adat Minangkabau yang digabung dengan ucapan "Welcome to Minangkabau".

Jika peserta lomba lain menggunakan bunga yang bagus dan mahal seperti mawar, anggrek, Ike memilih menggunakan strategi memakai bunga biasa seperti heliconia dan sejenisnya agar karyanya berbeda.

"Very good....., very good....., this is beautiful," ucap juri yang berasal dari Amerika Serikat dan Belanda  menyaksikan karya Martinneke.

Akhirnya setelah empat kali berturut-turut menjuarai lomba tingkat nasional itu, Ike direkomendasikan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia menjadi salah seorang perangkai bunga di Istana Negara Jakarta setiap 17 Agustus.

Suatu ketika saat asyik merangkai bunga almarhum Presiden Soeharto mendatanginya, "Terima kasih banyak, kembangkan terus keahlian ini", pesan Presiden RI kedua itu kepada Ike.

"Rasanya bangga sekali, disalami kepala negara dan diberi ucapan terima kasih. Ilmu yang saya miliki ternyata berharga, kalau tidak dengan merangkai bunga, belum tentu saya bisa masuk Istana," ucap Ike.

Ia juga masih terkenang dengan almarhumah Ibu Tien Soeharto yang juga seorang pecinta bunga.

 "Ibu Tien suka dengan bunga melati, ia selalu minta agar menggunakan bunga-bunga asli Indonesia terutama melati," kenang Ibu lima anak itu.

"Majukan terus bunga Indonesia, pegang keahlian ini terus sampai akhir hayat," demikian nasihat Tien Soeharto kepada Ike.

Ketika presiden berganti, ia masih tetap dipercaya merangkai bunga dan yang juga berkesan adalah ketika masa Susilo Bambang Yudhoyono di mana Ibu Negara Ani Yudhoyono juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada perangkai bunga Istana.

"Pakai bunga Indonesia, wadah Indonesia dan kembangkan terus," pesan Ibu Negara Ani Yudhoyono.

Dalam melaksanakan tugas merangkai bunga di Istana, Ike bersama 14 orang lainnya diberikan kebebasan untuk menata bunga seindah mungkin pada titik strategis, dalam ruangan, taman hingga sudut-sudut Istana.

Pada era Presiden Joko Widodo, Ike tidak dipanggil lagi merangkai bunga dengan alasan penghematan, namun jika dipanggil ia tetap bersedia bahkan ingin merangkai bunga khas Sumatera Barat.

Keahlian merangkai bunga Ike diperoleh saat ia berusia 18 tahun ketika menuntut ilmu Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP).

Sepulang sekolah ia belajar langsung kepada seorang perangkai bunga keturuan Tionghoa. Sejak itu ia terus berlatih dan mengasah keterampilan merangkai bunga.

Tidak hanya di pentas nasional, kiprah Martinneke sebagai perangkai bunga juga berkibar di Sumatera Barat. Setiap ada acara acara di Kantor Gubernur ia selalu dipanggil untuk menata bunga.

Ike pun mendirikan Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Hj Martinneke sebagai wadah untuk menyalurkan ilmunya merangkai bunga yang berlokasi di rumahnya.

Pada awalnya sepi, tapi sejak namanya dikenal sebagai perangkai bunga Istana, lembaga kursusnya mulai diminati masyarakat.

"Bahkan para istri-istri gubernur mulai dari Azwar Anas, Hasan Basri Durin pernah ia ajarkan langsung teknik merangkai bunga," katanya.

Rekor MURI

Tidak hanya ahli merangkai bunga, Ike juga mahir memasak di mana keahliannya itu mengantarkan ia memperoleh dua rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

Pada 2012 bersama Ikatan Tata Boga Sumatera Barat ia menerima rekor MURI atas pembuatan replika Jam Gadang berbahan cokelat dengan tinggi 3,5 meter yang menghabiskan 300 kilogram kakao.

Tak hanya itu, pada 2013 Martinneke bersama Ikatan Tata Boga Sumbar juga menerima rekor Muri atas penerbitan buku tentang resep  Pangan Olahan Terbanyak Berbasis Umbi-Umbian.

Deretan prestasi lain pun Ike torehkan saat ia berhasil tampil sebagai pemenang lomba Anggrek tingkat ASEAN serta beberapa lomba tingkat nasional lainnya.

Kini di hari tuanya Ike sedikit resah melihat rendahnya minat generasi muda untuk merangkai bunga dan tak banyak yang serius mempelajarinya.

"Mungkin salah satu penyebabnya adalah biayanya yang mahal apalagi jika menggunakan bunga hidup, tapi saya siap membagikan ilmu yang dimiliki kepada orang lain tanpa dibayar sekali pun," ucapnya.

   


Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024