Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beserta perangkatnya telah terlanjur diberi “stempel" atau stigma negatif oleh sebagian masyarakat. Mereka “mencap†DPR (D) sebagai salah satu lembaga “terkorup dan agak nakal†di negeri ini berdasarkan bukti dan fakta yang jelas dan tidak terbantahkan. Di samping itu ada juga beberapa lembaga negara lainnya. Dengan penilaian yang serupa dan sebangun. Serupa pada sisi indikator yang dinilai dan sebangun pada konten permasalahan yang sering mengemuka. Ironis.
Pendapat tersebut sepintas mungkin ada benarnya, mengingat banyaknya kasus asusila dan kriminal yang melibatkan oknum anggota DPR (D) dari pusat hingga ke berbagai daerah di tanah air. Akibatnya, dari waktu ke waktu citra lembaga pilihan rakyat ini pun menjadi jatuh/rusak/hancur dan secara perlahan tapi pasti sebahagian masyarakat pun mulai tidak percaya lagi dengan legitimasi lembaga ini. Sehingga, ekspektasi tinggi yang digantungkan masyarakat kepada para wakil rakyatnya di parlemen, pada akhirnya sampai kepada titik nadir.
Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah konkrit dan terpadu yang merupakan modal dasar atau bekal strategis yang mesti terpenuhi dan tetap ada, sebagai prasyarat (awal) agar ke depan DPR(D) benar-benar bisa eksis mereposisi (membangun kembali) citra dan eksistensinya sebagai lembaga perwakilan rakyat. Di antara modal strategis tersebut adalah sebagai berikut :
a. Integritas Internal
Secara internal setiap individu anggota DPR(D) mestinya memiliki pemahaman yang mumpuni terkait pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kedewanan. Di samping itu juga mempunyai skill yang memadai dalam rangka mengimplementasikan beragam kewajiban dan haknya selaku wakil rakyat. Secara khusus, setiap personal anggota DPRD hendaknya memiliki kemampuan menjembatani atau menjaring aspirasi masyarakat, baik melalui kegiatan reses ke daerah pemilihan, musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) atau kegiatan kedewanan lainnya secara cerdas, bijaksana dan tanggap. Penanganan aspirasi masyarakat secara tepat dan benar akan menghasilkan solusi yang baik dan lebih memihak pada kepentingan masyarakat.
b. Kapasitas Lembaga
Peningkatan dan penguatan kapasitas kelembagaan menjadi modal utama berikutnya, sekaligus jawaban pasti yang mesti terus direncanakan dan diaplikasikan secara akurat, kontiniu dan terintegrasi. Tingkat urgensi peningkatan dan penguatan kapasitas kelembagaan semakin vital dalam rangka mendukung 3 (tiga) tugas pokok lembaga legislatif sebagai pelaksana fungsi : Budgetting (Penyusunan APBD), Legislasi (Pembuat Undang-undang dan Peraturan Daerah) dan Controlling (Pengawasan APBN, APBD dan Pembangunan). Sehingga produktifitas dan kualitas kinerja kelembagaan secara umum akan mudah diukur atau dinilai berdasarkan realisasi tugas pokok dan fungsi tersebut. Dengan demikian pada akhirnya nanti akan terlihat harmonisasi dan sinkronisasi pelaksanaan tupoksi tersebut secara sinergis dan saling menopang berjalan seirama di atas koridor yuridis yang ada.
c. Kehangatan Komunikasi
Artinya bahwa setiap anggota DPR(D) mesti menjalin dan menjaga komunikasi terbuka dwi arah nan penuh keakraban dengan siapa saja. Baik partisan atau bukan partisan, konstituen atau bukan konstituen, SKPD maupun non SKPD hingga seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Komunikasi yang hangat akan menjadi sumber terjalinnya kasih sayang, namun sebaliknya komunikasi yang tersendat bahkan terhambat, lambat-laun akan meruntuhkan bangunan jembatan hati antara anggota parlemen dengan masyarakatnya secara umum.
d. Kekuatan Publikasi
Di sisi lain, setiap anggota dewan baik individu maupun kolektif atas nama lembaga secara bertahap dan terjadwal mesti juga melakukan publikasi terhadap seluruh agenda/kegiatan terkait pelaksanaan tupoksinya masing-masing. Ini tentunya bukan dalam rangka bermaksud “riyaâ€, akan tetapi sebagai bentuk pertanggungjawaban/pemberitahuan/pemberitaan yang benar, proporsional dan berimbang kepada masyarakat tentang aktivitas kedewanan yang dijalaninya.
Maka jika keempat hal di atas dapat diwujudkan, insyaallah ke depan secara bertahap akan terbangun pencitraan yang positif dan sekaligus mereduksi prasangka-prasangka (penilaian) yang negatif tentang lembaga legislative dan juga termasuk para anggotanya di masa datang. Semoga. *
* Penulis adalah anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Fraksi PKS