Ketika menjadi pemateri pada acara Workshop yang diselenggarakan oleh Fokus Parlemen, Dr. Made Suwandi, Direktur Urusan Pemerintahan Daerah, Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, mengatakan bahwa kebutuhan rakyat yang perlu terpenuhi di era demokrasi saat ini adalah, Pertama, berbadan sehat, Kedua, berotak cerdas, Ketiga, terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Ketiga kebutuhan rakyat tersebut mereka salurkan kepada wakilnya yang duduk dilembaga dilegislatif.
Wakil rakyat merupakan utusan wakil masyarakat diparlemen yang bertugas sebagai mengambil keputusan berdasarkan aspirasi dan keinginan yang diwakilinya. Sedangkan konstituen adalah warga negara yang telah memilih anggota-anggota dewan yang mewakili mereka dalam berhubungan dengan pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah.
Dalam sistem ketatanegaran kita, wakil rakyat ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kemudian memiliki fungsi yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat didaerah.
Kemudian anggota DPRD berkewajiban memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat serta memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya
Mengelola Aspirasi
Permasalahan yang seringkali muncul adalah saat anggota DPRD dianggap tidak memperjuangkan aspirasi konstituen, misalnya saat lembaga legislative mengeluarkan kebijakan yang tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Termasuk kebijakan menaikkan harga kebutuhan rakyat yang sangat vital seperti kenaikan listrik, minyak dan sembilan bahan pokok. Kondisi tersebut seakan melupakan janji-janji wakil rakyat mensejahterakan rakyat ketika berkampanye
Tidak jarang rakyat berkeluh kesah kepada wakilnya. Beberapa aksi yang mereka lakukan merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Hal tersebut terlihat nyata ketika mereka menyampaikan tuntutan ke kantor DPRD. Mulai dari kenaikan upah dan jaminan sosial bagi buruh, kenaikan gaji bagi pegawai, murahnya harga pupuk bagi petani, keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang ingin berusaha. Intinya mereka belum mendapatkan kemudahan dalam pemenuhan kehidupan.
Jika tidak hati-hati mengelola aspirasi rakyat kemungkinan anggota DPRD yang duduk tidak dipilih kembali. Sebab rakyat semakin selektif dalam memilih wakilnya. Banyak anggota DPRD yang duduk satu periode saja. Hal tersebut terjadi karena tidak banyak yang mereka perbuat ketika duduk sebagai anggota DPRD. Namun banyak juga yang duduk untuk beberapa periode berikunya, karena mereka mampu menyerap dan memenuhi aspirasi masyarakat. Kadang-kadang mereka juga sudah berganti banyak partai, tetapi rakyat sangat mencintai wakilnya mereka tetap terpilih.
Selain memperjuangkan aspirasi rakyat, anggota DPRD juga dituntut maksimal dalam menjalankan tugasnya di kantor DPRD. Karena ada juga anggota DPRD yang berperkara dengan hukum karena tidak tepat dalam menjalankan tugasnya. Mereka terkesan hanya pintar dalam mengumpulkan suara tetapi tidak mampu dengan cermat menjalankan aturan yang telah dibuat. Banyak juga anggota yang bermasalah ketika masih menjabat atau setelah tidak duduk lagi bahkan ada yang sampai dimasukkan kedalam penjara.
Tetapi dengan lahirnya UU nomor 27 tahu 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD pengetahuan dan kapasitas anggota DPRD dapat ditingkatkan. Pasal 229 dan 350 UU tersebut menyebutkan bahwa anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota memiliki hak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas. Hal ini dimaksudkan untuk pemahaman lebih dalam tentang fungsi dan kewajiban dalam menjalankan tugas-tugas anggota DPRD. Sehingga anggota tidak hanya sukses duduk sebagai anggota DPRD tetapi juga sukses dalam menjalankan amanah.
Hubungan dengan Konstituen
Menurut Lili Romli, pengamat politik LIPI, perwakilan adalah hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili, dimana wakil memegang wewenang yang melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakili. Anggota Dewan dapat menjadi penghubung konstituen dan kelompok masyarakat dengan pemerintah, baik dalam setiap proses penentuan kebijakan maupun ketika pelaksanaan kebijakan tersebut dilakukan.
Untuk itu anggota DPRD akan dapat mewakili kepentingan konstituennya, jika memahami secara tepat siapa konstituennya, sering berinteraksi dengan konstituen mereka, sehingga memahami apa yang menjadi kepentingan konstituen dan menyadari bahwa masa depan politik anggota DPRD bergantung pada keberhasilan dalam memperoleh dan memelihara dukungan konstituen.
Selanjutnya cara yang dapat dilakukan anggota DPRD dalam menjalin hubungan dengan konstituen adalah Pertama, mulai membuka layanan konstituen di daerah pemilihan, Kedua, Menggelar forum konsultasi publik, Ketiga, Menyebarkan buletin dan newsletter, Keempat, Menyelenggarakan konferensi pers, Kelima, berkunjung secara langsung ke pusat aktivitas masyarakat sehar-hari seperti pasar, sekolah, rumah ibadah, rumah sakit dan sebagainya.
Akhirnya kesadaran berdemokrasi sangatlah penting untuk dipahami masyarakat, bukan hanya dipahami sekedar memberikan aspirasi kepada wakil rakyatnya, tetapi dituntut untuk mengimplementasikan kedaulatannya, karena akan menentukan proses keterpilihan wakilnya untuk periode selanjutnya. (*)
*Tim Ahli Fokus Parlemen Bidang Otonomi Daerah/Staf Ahli Anggota DPD RI