Ketika menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) beberapa waktu lalu, Syamsul Arifin, SE, mendapatkan gelar "Datuk Lilawangsa Sri Hidayatullah". Dalam proses pilkada tahun 2008, sang Datuk mendapatkan amanat dari masyarakat untuk menjadi gubernur Sumatra Utara (Sumut), berpasangan dengan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gatot Pudjo Nugroho. Pada musyawarah daerah Partai Golkar Sumut pada 23 November 2009, sang Datuk juga dipercayakan menjadi pimpinan partai berlambang pohon beringin itu. Namun, menjelang akhir tahun 2009, sang Datuk diduga terlibat korupsi ketika menjadi Bupati Langkat selama dua periode. Kini, dugaan korupsi sang Datuk Lilawangsa Sri Hidayatullah sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bukan satu kasus Wakil Ketua KPK, M Jasin mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan bahan keterangan dan informasi mengenai berbagai dugaan korupsi yang dilakukan mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin, yang kini menjabat gubernur Sumut. Setelah melakukan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa kantor pelayanan masyarakat di Medan pada awal Desember 2009, M Jasin mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi yang diduga dilakukan mantan bupati Langkat itu macam-macam jenisnya. "Bukan hanya satu kasus," kata Jasin. Ketika diminta menyebutkan kasus-kasus tersebut, Wakil Ketua KPK itu menyatakan lupa dengan jenis dugaan korupsi yang disangkakan terhadap Syamsul Arifin. Namun, ketika disebutkan dugaan korupsi APBD Langkat, ia mengakuinya. "Itu salah satunya," kata Jasin. Ia menyebutkan, pemeriksaan dugaan korupsi yang dilakukan Syamsul Arifin itu dilakukan berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menemukan adanya penyalahgunaan keuangan negara sebesar Rp102 miliar. Namun, Syamsul Arifin telah mengembalikan dana yang diduga diselewengkan tersebut sebesar Rp67 miliar melalui KPK. Ketika dipertanyakan mengenai pengaruh pengembalian uang itu, M Yasin mengisyaratkan pihaknya akan tetap melanjutkan pemeriksaan karena masih ada jumlah kerugian negara lainnya. "Dikembalikan Rp67 miliar. Rp102 miliar dikurangi Rp 67 miliar berapa?" katanya. Menurut Jasin, KPK akan memeriksa berbagai pihak untuk mengumpulkan bahan keterangan yang dianggap mengetahui praktik dugaan korupsi mantan Bupati Langkat tersebut. Namun, Wakil Ketua KPK tersebut tidak menyebutkan nama-nama yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan mengenai dugaan korupsi Syamsul Arifin itu. M Yasin juga belum dapat mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap Syamsul Arifin tersebut karena masih dalam evaluasi tim penyidik KPK. Hasil evaluasi itu akan disampaikan tim penyidik kepada pimpinan KPK untuk mengetahui dan menemukan adanya tindak melawan hukum yang dilakukan mantan bupati Langkat tersebut. Jika pihaknya menemukan bukti yang cukup, maka tidak ada halangan lagi bagi KPK untuk melanjutkan proses pemeriksaan itu ke tahap selanjutnya, kata Jasin. Tak hilangkan sifat pidana Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU), Farid Wajdi, SH, MHum mengatakan, pengembalian uang yang dilakukan Syamsul Arifin tidak menghilangkan unsur pidana dugaan korupsi yang dilakukannya. "Malah, pengembalian itu justru menunjukkan bahwa perbuatan korupsi itu ada," katanya. "Kalau korupsi itu tidak ada, tidak mungkin dia mau mengembalikan uangnya," kata Farid menambahkan. Ia mengatakan, sesuai dengan ketentuan dalam UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi, pengembalian uang yang diduga dari hasil korupsi tidak menghilangkan sifat dan unsur pidana. Malah, pengembalian uang itu dapat menjadi bukti permulaan yang cukup bagi KPK untuk menindaklanjuti kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan bupati Langkat tersebut. "KPK diharapkan tidak menghentikan pemeriksaan itu meski jumlah dugaan korupsi tersebut dikembalikan seluruhnya sekali pun oleh mantan bupati Langkat itu. Hal itu diperlukan karena akan membawa preseden buruk dalam penegakan hukum serta tidak menimbulkan efek jera bagi pejabat publik lainnya," katanya. Para penyelenggara negara akan selalu mencoba untuk melakukan korupsi, tetapi akan mengembalikannya jika ketahuan karena dianggap tidak akan dihukum lagi. "Enak sekali mereka. Kalau ketahuan dikembalikan. Kalau tidak (ketahuan) dapat untung besar," katanya. Tak mengaku diperiksa Syamsul Arifin mengaku tidak menjalani pemeriksaan meski dia mendatangi kantor KPK di Jakarta pada 1 Desember 2009. Kepada wartawan yang menemuinya di kantor KPK, Syamsul Arifin mengatakan kedatangannya hanya untuk menemui salah satu pimpinan KPK, yakni Haryono Umar. Ia menyebutkan, tujuannya bertemua Haryono Umar untuk membicarakan kerja sama berupa seminar tentang pemberantasan korupsi. "Saya bertemu Pak Umar," katanya. Menurut catatan, KPK memang melakukan diskusi tentang pemberantasan korupsi di kantor gubernur Sumut pada 3 Desember 2009. Adapun pembicaranya adalah Wakil Ketua KPK, M Jasin, usai melakukan sidak di beberapa kantor pelayanan masyarakat di Medan. Namun, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, kedatangan Syamsul Arifin ke KPK pada 1 Desember 2009 itu untuk dimintai keterangan terkait dengan penggunaan kas daerah atau APBD Kabupaten Langkat pada tahun 2000-2007. "Yang bersangkutan (Syamsul Arifin, red) dimintai keterangan terkait penggunaan kas daerah atau APBD Kabupaten Langkat pada tahun 2000 sampai 2007," kata Johan Budi. Dinilai "main-main" Praktisi hukum, Irfan Surya Harahap, SH mengatakan, Syamsul Arifin dinilai "bermain-main" dengan pemeriksaan yang dilakukan KPK, dengan menyebutnya sebagai pertemuan untuk membicarakan seminar tentang pemberantasan korupsi. Padahal, kata Irfan Surya, Syamsul Arifin datang ke KPK untuk menjalani pemeriksaan, terkait dengan dugaan korupsinya ketika menjadi bupati Langkat. Namun, Syamsul Arifin justru membantah telah diperiksa dan menyebut kunjungan untuk menjumpai Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, untuk membicarakan seminar tentang pemberantasan korupsi di kantor gubernur Sumut. Pernyataan itu menunjukkan mantan bupati Langkat itu terkesan tidak menanggapi serius pemeriksaan dugaan korupsi yang dijalankan KPK terhadap dirinya. "Berarti dia (Syamsul Arifin) menganggap KPK bukan lembaga yang kredibel," katanya. Seharusnya, kata dia, gubernur Sumut itu mengakui saja jika dirinya menjalani pemeriksaan di KPK dan menjelaskan permasalahan sesungguhnya kepada masyarakat. Hal itu diperlukan karena meski telah diperiksa tetapi masyarakat belum menganggap Syamsul Arifin bersalah, apalagi jika dikaitkan dengan asas praduga tak bersalah. Mungkin, kata Irfan, mantan bupati Langkat itu lebih baik tidak memberikan komentar jika merasa malu dengan pemeriksaan yang dijalaninya di KPK. "Lebih baik diam dari pada berbohong," katanya. Pernyataan yang hampir serupa juga disampaikan Farid Wajdi, SH, MHum, bahwa pernyataan Syamsul Arifin itu merupakan informasi yang menyesatkan. Memang, kata Farid, banyak pihak yang merasa memiliki beban moral yang tinggi jika diperiksa di KPK, apalagi jika dikaitkan dengan dugaan korupsi yang dilakukannya. Namun, selaku pejabat publik, Syamsul Arifin seharusnya tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya karena masyarakat tentu ingin mengetahui fakta yang sebenarnya. "Ngapain ditutup-tutupi, suatu saat akan terbongkar juga," katanya. Tidak khawatir intervensi Wakil Ketua KPK, M Jasin menegaskan pihaknya tidak merasa khawatir mengenai kemungkinan adanya intervensi dalam pemeriksaan kasus dugaan korupsi Syamsul Arifin itu, terkait dengan jabatannya sebagai gubernur dan ketua DPD Partai Golkar Sumut. "Kami tidak mempertimbangkan kekhawatiran itu. Kita kan mengurus kasus tidak sekali ini," katanya. Pada pertengahan Desember 2009, tim dari KPK turun ke Langkat dan meminta keterangan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di daerah tersebut. Tim KPK juga memeriksa berbagai berkas terkait pengelolaan ABPD Langkat tahun 2000-2007. Bahkan, kasus dugaan korupsi sang Datuk ketika memimpim Langkat itu juga kini diperiksa tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumut. Asisten Tindak Pidana Kejaksaan Tinggi Sumut, Erbindo Saragih, SH menyatakan pihaknya telah menemukan adanya kebocoran dalam penggunaan APBD Langkat ketika dipimpin sang Datuk. Dengan proses hukum yang terjadi itu, masyarakat Sumut menanti apa gerangan nasib yang akan dialami sang Datu Melayu selanjutnya.(***)

Pewarta : Irwan Arfa
Editor :
Copyright © ANTARA 2024