Dimana ada kemauan, di situ ada jalan. Prinsip ini tampaknya telah terpatri kuat di hati Asep (10), warga Nagari Salayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Kenapa tidak, di tengah ketidakmampuan orangtuanya membiayai sekolah, Asep justru mampu membiayai sekolah dengan usahanya sendiri. Bahkan dengan usahanya menjual godok keliling kampung, Asep juga mampu meringankan beban orangtuanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Matahari baru saja menampakkan diri di ufuk timur. Warga Kelurahan IX Korong, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok baru saja memulai aktivitas. Setelah mandi dan membersihkan diri, mereka terlihat tengah menikmati nikmatnya minum pagi secangkir kopi atau segelas teh manis. Memang suasana masih terasa sunyi, hening dan sepi. Namun keheningan ini tiba-tiba terusik dengan terdengarnya suara seorang anak kecil, berusia 10 tahun. Sambil menjunjung sebuah bakul dikepalanya, anak kecil tersebut berteriak sekeliling kampung. ”Godok, godok, godok, siapa yang mau godok, godoknya masih hangat dan panas buk, pak, godok, godok,” teriaknya. Mendengar teriakan ini seorang ibu rumah tangga, Yen (28) tahun, memanggil anak kecil ini untuk membeli godok untuk putranya yang berusia tiga tahun. “Beli godoknya dua buah, berapa harganya”, tanyanya. “Seribu rupiah,” jawab anak tersebut. Setelah menerima uang, anak kecil bercelana jeans, berbaju kaos berwarna coklat dan bersandal jepit ini berlalu, sambil kembali meneriakkan jualannya. Itulah hari-hari yang dilalui anak kecil, yang mengaku bernama Asep ini kepada antara-sumbar.com, Minggu (10/1). Asep merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Keluarga mereka merupakan keluarga kurang mampu, yang tinggal di sebuah rumah kontrakan di Nagari Salayo Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Bapaknya, Al, yang hanya seorang agen perusahaan oto di Terminal Bareh Solok (TBS) dan ibunya Yeh, seorang ibu rumah tangga tidak memiliki cukup biaya memenuhi kebutuhan pendidikannya. Namun kondisi ini tidak mematahkan semangat Asep untuk melanjutkan sekolah. Berbekal sebuah bakul, dia terpaksa berjualan godok, yang diambil dari seorang pembuat godok di daerahnya. Setiap hari dia berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya menjajakan godok. Untuk ini dia rela berjalan kaki sepanjang puluhan kilometer setiap harinya. Rute yang acapkali dilalui Asep adalah dari Salayo, menuju Kelurahan KTK Kota Solok. Selanjutnya Kelurahan Aro IV Korong, Kelurahan IX Korong, Kelurahan Sinapa Piliang, Kelurahan Koto Panjang hingga Pasar Raya Solok. Biasanya Asep melaksanakan tugas rutin setiap sore hari, usai pulang sekolah. Namun karena kali ini merupakan liburan sekolah, dia menjajakan godoknya pagi hari. “Setiap hari kita membawa godok ini sebanyak 100 buah. Kadang-kadang semuanya terjual habis dan kadang-kadang tersisa sebanyak 10 hingga 20 buah”, jelasnya. Asep menjelaskan dari berjualan godok dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10 ribu per harinya. Sebab dari sebuah godok yang dijual seharga Rp 500 ini, dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp 100. “Terkadang bila ada godok yang tersisa, kita hanya mendapatkan untung sebesar Rp8.000 – hingga Rp 9.000,” jelasnya. Menurut Asep separo dari uang diperolehnya diserahkan kepada orangtuanya untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan separohnya lagi dia tabung untuk masa depannya. “Saat ini saya duduk di kelas III di SDN 09 Salayo. Saya ingin bila tamat SD nanti, saya dapat melanjutkan sekolah ke SMP, sehingga saya rajin menabung dari sekarang,” harapnya. Asep mungkin merupakan salah satu dari jutaan anak di Indonesia, yang orangtuanya kurang mampu dari segi ekonomi. Namun tidak banyak anak di Indonesia seperti Asep, yang mau berusaha keras, membiayai sekolahnya sendiri, meski harus bekerja keras berjalan kaki, mengengelilingi kampung, menjajakan godok. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah dan pengambil kebijakan secara bertahap dan berkesinambungan terus menekan angka kemiskinan di daerah ini sehingga jumlah keluarga kurang mampu kian berkurang. (*/wij)

Pewarta : Aurizal
Editor :
Copyright © ANTARA 2024