Animo masyarakat untuk mengikuti test CPNS tidak pernah surut dari tahun ke tahun. Hal itu dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu AK-1, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), melegalisir ijazah yang akan digunakan sebagai persyaratan untuk mengikuti test PNS pada tahun ini. Pada bulan November ini boleh dikatakan sebagai bulan yang di tunggu-tunggu bagi mereka yang ingin mengikuti test PNS. Pasalnya, semua departemen membuka lowongan. Misalnya, Departemen Kehutanan, Departemen Agama, Departemen Hukum dan HAM, Departemen Pendidikan Nasional. Masing-masing departemen ini membuka formasi untuk semua jenjang pendidikan mulai dari tamatan SMA sampai perguruan tinggi, tempat pendaftaran dibagi ada yang mendaftar langsung di kab/kota masing-masing, di propinsi dan ada yang harus diantar langsung lamarannya ke Jakarta. Dengan adanya tes PNS menjadi berkah bagi pedagang kecil-kecilan musiman. Mereka dapat menjual informasi, dan soal test pada tahun sebelumnya dengan harga yang tinggi ketimbang yang di jual di toko dan di pasar. Dan bagi mereka yang mempunyai usaha photo copy pun tidak ketinggalan mendapatkan keuntungan. Artinya, secara ekonomi bagi pedagang musiman dan usaha photo copy akan meningkat pendapatannya dibandingkan pada hari-hari biasa. Pertanyaan yang muncul setelah ini adalah kenapa animo masyarakat untuk menjadi PNS masih tinggi dari tahun ke tahun. Sedangkan quota yang dibutuhkan tidak sebanding dengan banyak jumlah pendaftar. Misalnya, di Departemen Kehutanan formasi yang dibutuhkan untuk sarjana hukum hanya tujuh orang dan itu persaingannya seluruh Indonesia. Pada hal, jumlah pendaftar hampir mencapai ribuan orang. Dapat dibayangkan, kita akan kalah bersaing dengan sarjana dari UI, UGM, UII. Apalagi mereka mempunyai relasi dan koneksi di departemen itu. Tentu dalam kondisi Indonesia saat ini tentu mereka yang lebih dulu di prioritaskan. Melihat persaingan yang tidak seimbang itu, mengakibatkan seorang teman penulis batal mendaftar karena ia bayangkan akan kalah bersaing dengan universitas yang lebih ternama sedangkan ia hanya berasal di salah satu uiniversitas swasta di Sumatera Barat ini. Penulis berpendapat, paling tidak ada beberapa hal yang menyebabkan animo masyarakat cukup tinggi. Pertama, menjadi PNS akan mendapat gaji tiap bulan ditambah dengan tunjangan-tunjangan dan insentif lain di luar gaji pokok kemudian diakhir jabatan mendapatkan jatah pensiun sebagai penghargaan pengabdian kepada negara. Kedua, menjadi PNS pekerjaannya relatif santai tidak memerlukan tenaga kuat dan otak yang pintar. Kecuali, pada level-level kepala di sebuah instansi. Sering kita mendengar adanya keluhan dari masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan ketika mereka berurusan. Pada hal, PNS adalah pelayan masyarakat dan ujung tombak birokrasi. Ketiga, menjadi PNS sudah menjadi identitas yang melekat di tengah-tengah masyarakat yang mungkin sulit mengubahnya dalam waktu yang relatif singkat. Pada saat penulis mau melanjutkan sekolah, pernah dilarang oleh kakek penulis katanya” untuk apa bersekolah, besok juga tidak akan jadi PNS”. Begitu katanya. Berebutnya mereka menjadi PNS tidak terlepas dari masalah besar yang dihadapi oleh bangsa ini terutama masalah pengangguran, kemiskinan, kesehatan dan pendidikan yang rendah yang kemudian menjadi daftar panjang persoalan yang di hadapi oleh bangsa ini. Masalah pengangguran dan kemiskinan menjadi program strategis secara nasional untuk dientaskan dan menjadi program utama bagi pemerintah dan sejumlah kepala daerah baik Gubernur dan Bupati/Walikota di Indonesia. Keseriusan pemerintah sangat terlihat terhadap 2 ( dua ) permasalahan ini yang kemudian di wujudkan dalam bentuk program dan pendanaan. Penggangguran yang bertambah setiap tahunnya juga akan menambah angka kemiskinan, menjadi persoalan utama yang menuntut penyelesaian strategis. Berdasarkan data pusat statistik tahun 2006, pengangguran terbuka mencapai 11.104.693 orang, pengangguran yang tidak lulus atau lulus SD mencapai 3.524.884 orang, SMP sebanyak 2.860.007 orang, SMA sebanyak 4.047.016, akademi/diploma 297.185 orang, dan universitas 375.601 orang ( Kompas, 24 Oktober 2007 ). Banyaknya angka pencari kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Bagi mereka yang tidak bekerja akan jatuh miskin. Oleh karena itu sudah saatnya paradigma berpikir generasi muda saat ini kita ubah. Perubahan yang dimulai dari minat mereka menjadi PNS ke minat berwirausaha dengan berani menanggung resiko dan walaupun dalam skala yang kecil. Pengangguran terbanyak itu ada pada generasi muda. Menjadi tugas kita untuk menjadikan mereka menjadi diri mereka sendiri tanpa ketergantungan pada pihak lain. Mereka harus diberi ilmu dan keterampilan, dan juga harus didorong oleh pemerintah baik dalam bentuk pelatihan, workshop maupun dana. Mereka bisa menjadi diri mereka sendiri dan berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Kita tentu kasihan melihat mereka antri berjam-jam kalau hanya untuk mengurus selembar kartu AK-1 dan mengantarkan lamaran ke departemen tertentu, ke depan kita harapkan pemandangan itu dapat berkurang dari tahun ke tahun. Semoga. ***Penulis adalah Wartawan antara-sumbar.com perwakilan Pasaman.

Pewarta : Zennis Helen, SH
Editor :
Copyright © ANTARA 2024