Gempa besar berkekuatan 7,9 SR yang melanda Ranahminang, Rabu (30/9) lalu, telah menimbulkan simpati dari pelosok negeri. Milyaran rupiah uang terkumpul dari para donatur untuk membantu korban gempa. Namun, yang kita tanyakan, adalah mana simpati dari partai politik. Partai politik yang ketika pemilu lalu, katanya berjanji akan membantu penderitaan rakyat. Di manakah mereka kini?.
Berdasarkan pengamatan di layar televisi dan media cetak, belum ada nampak bantuan dari partai politik untuk meringankan penderitaan para korban gempa, baik di Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Pasaman Barat dan Pesisir Selatan. Padahal, para kader-kader mereka telah diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin pada Pemilu 2009 lalu.
Fakta di atas menunjukkan bahwa parpol hanya ada setiap lima tahun sekali, yakni ketika ada Pemilu. Di luar itu, tak tahulah kita, di mana mereka? . Padahal, bila partai politik yang ada di negeri kita menaruh peduli yang tidak hanya musiman, bencana seperti gempa Sumatera Barat ini momentum yang sesungguhnya sangat baik untuk menampilkan diri.
Inilah panggung kampanye yang sesungguhnya akan lekat dalam ingatan masyarakat, mana partai politik yang sebenarnya dan mana pula partai politik yang hanya ada disetiap pemilu saja. Sayang sekali, hingga hari ini belum ada partai politik yang meninjau langsung lokasi dan korban bencana. Apalagi, memberikan bantuan bagi korban gempa.
Padahal, semestinya, partai politik harus memiliki badan penanggulangan bencana tersendiri. Apabila terjadi bencana mereka langsung memberikan pertolongan. Sebab, hal ini akan dapat mendekatkan parpol pada rakyat. Jangan hanya digunakan sebagai alat politik semata, kepentingan rakyat tidak pernah diperhatikan. Pada saat-saaat seperti inilah parpol memberikan empati pada masyarakat sehingga parpol tersebut akan dikenang selalu dan masyarakat akan mau berkontribusi pada parpol tersebut.
Korban gempa saat ini hanyut dalam penderitan dan tinggal di tenda-tenda pengungsian dan rumah mereka hancur berantakan akibat guncangan gempa, anggota keluarga mereka hilang belum ditemukan. Saat ini mereka diserang oleh beragam penyakit, mulai dari diare, ISPA, terutama bagi anak-anak.
Tidak itu saja, mereka akan kekurangan bahan makanan dan obat-obatan serta minim fasilitas perawatan dan pemeliharaan kesehatan, kesulitan air minum. Penderitaan tersebut akan terus mereka rasakan, setidaknya dalam waktu satu tahun ini sebelum pemerintah daerah setempat membangun rumah mereka.
Namun dari semua penderitaan itu belum ada partai politik /politisi dan anggota legislatif yang terpilih di daerah Pemilihan (Dapil) tempat terjadinya gempa tersebut mengantarkan bantuan untuk meringankan penderitaan para korban. Padahal, jumlah partai politik dan caleg yang bertarung pada Pemilu Legislatif (Pileg) sangat banyak jumlahnya. Diantara mereka pasti ada yang duduk saat ini, baik di DPRD maupun DPR RI . Tapi tidak satu pun kelihatan mengunjungi lokasi pengungsian para korban apalagi mengantarkan bantuan.
Tidak hanya itu, ketidakpedulian yang ditunjukkan oleh para anggota legislatif terpilih saat ini semakin menguatkan para anggota dewan tidak memeliki sensitivitas penderitaan rakyat. Paling tidak, ini merupakan titik awal dari politik aji mumpung yang akan terus mereka lakukan pada negara ini. Mereka akan memanfaatkan sikap politik tersebut untuk mengeruk kekayaan. Mumpung menjadi anggota dewan, gunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi, mumpung mengelola anggaran, belanjakanlah apa yang bisa dibelanjakan.
Artinya, anggota dewan yang terserang virus aji mumpung ini akan berlomba mendayagunakan dan memaksimalkan kesempatan untuk kepentingan sendiri. Hal inilah yang kita khawatirkan dalam perjalanan anggota DPRD/DPR RI lima tahun yang akan datang. Jika semangat itu masih tetap melekat dalam moral dan tingkah laku para anggota dewan, maka negara ini akan hancur berkeping-keping akibat nafsu korupsi pemimpinnya.
Distribusi kekayaan negara hanya akan bertumpu pada sekelompok elit, masyarakat miskin tetap berada dalam kubangan kemiskinan yang dalam. Kekurangan bahan pangan, fasilitas kesehatan yang minim, sumber daya manusia yang rendah adalah menu keseharian mereka. Sementara pemimpinnya bergelimang dengan kemewahan harta dan kekayaan ditambah lagi sederet gelar akademik yang dibiayai dengan uang rakyat.
Ternyata virus aji mumpung itu juga hinggap pada penyelenggara Pemilu (KPU). Setidaknya, dapat dilihat dari anggaran yang dikucurkan untuk pelantikan anggota dewan terpilih. Sedikitnya, Rp 61,8 milyar uang negara dikucurkan untuk seremoni pelantikan itu, dengan perincian sebagai berikut, untuk anggota DPR RI pada tanggal 1 Oktober mendatang dianggarkan Rp 1,2 milyar, pelantikan anggota DPRD di 33 propinsi dihabiskan Rp 16,5 milyar, dan pelantikan DPRD di 441 kabupaten/kota disediakan Rp 44,1 milyar ( Media Indonesia, 7/9/09).
Miris hati kita melihat, para korban gempa berada dalam kelaparan akibat distribusi bantuan yang terlambat datang, sementara wakil rakyatnya berpesta pora dalam acara pelantikan yang serba mewah. Di tengah perjuangan rakyat untuk "sekadar " bertahan hidup akibat kemiskinan yang mendera, para wakil rakyatnya sibuk dengan urusan berebut kekuasaan di gedung DPR sana.(***)