"Setiap kali hujan, kami selalu ketakutan. Bukit ini serasa mau longsor," aku Liana (53), warga RT 1 RW 1 Kelurahan Mata Air, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang ketika ditemui antara-sumbar.com di rumahnya, Sabtu (4/4). Menyedihkan memang, rumah itu berada pada ketinggian sekitar 200 meter dari kaki Bukit Turki dengan kemiringan sekitar 75 derajat. Di sana, di dalam rumahnya masih terlihat sisa-sisa reruntuhan tembok akibat hantaman batu besar dari atas bukit sekitar pukul 19.30 WIB, 15 bulan lalu. Sisa tembok tersebut tak sempat dia perbaiki karena mereka mengaku belum mendapatkan bantuan uang tunai. Pada saat itu, masing-masing rumah korban hantaman batu tersebut, yakni sebanyak tiga rumah baru mendapatkan bantuan 15 kilo gram beras, mie instant, dan biskuit dari Pemerintah Kota (Pemkot) Padang. Walau tak banyak, Liana mengaku tetap mensyukuri adanya batuan tersebut. Tapi, meski bencana tersebut telah berlalu dan bantuan telah ia terima, Liana dan 700 orang lebih warga Bukit Turki tidak serta merta aman dari ancaman serupa. Karena berdasarkan penelusuran antara-sumbar.com ke atas Bukit Turki, Sabtu siang (4/4) bersama empat orang warga Kelurahan Mata Air, Riki (17), David (16), Yodi (13), dan Ridho (10), Sabtu (4/4), ditemukan setidaknya sebanyak belasan batu berukuran besar dengan kondisi mengkhawatirkan, persis di atas 148 rumah warga. Bahkan, ada sebuah batu berukuran "jumbo" dengan panjangnya mencapai 100 meter lebih. Batu tersebut berada tidak jauh dari puncak bukit dan dalam keadaan sangat mengkhawatirkan karena pada dinding-dinding batu sudah terdapat retakan dan diperparah dengan posisi batu yang berada pada kemiringan sekitar 80 derajat. Tak hanya itu, sekitar 500 metwer di bawah batu "jumbo" itu masih terdapat belasan batu besar lainnya dengan kondisi serupa bahkan sangat kritis. Malangnya, keadaan itu diperparah dengan kondisi cuaca yang mulai tak bersahabat, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tabing, Padang bahkan memprediksi intensitas curah hujan di Sumatera Barat diprediksi meningkat dalam dua pekan ke depan. Tak pelak lagi, kian bertambah pula lah, ketakutan warga Bukit Turki. Ancaman terjangan batu besar, pohon tumbang, dan longsor terus menambah kecepatan detak jantung mereka. Mengkhawatirkan, ratusan warga "diintai" bencana. Sebagai contoh, tiga bulan lalu, buruknya cuaca telah melongsorkan beberapa batu seukuran baskom dan menerjang atap rumah warga. Tak hanya itu, empat batang pohon kelapa pun tumbang. Darnis (54) menceritakan tumbangnya pohon kelapa tersebut terjadi pada saat hujan. Dia tidak mendengar suara tumbangnya pohon tersebut karena derasnya guyuran hujan. Dia baru mengetahui ketika pohon tumbang tersebut telah menghantam rumahnya. Untungnya, pohon tersebut tidak menciderai Darnis beserta enam orang anggota keluarganya. "Alhamdulillah, masih untung. Yang hancur, hanya dapur saja," ujarnya seraya menghibur anak-anaknya. Dia menambahkan anak-anaknya sempat trauma dengan kondisi tersebut. Bahkan, sebagian anggota keluarganya telah pindah ke tempat yang lebih aman. "Dulu, di rumah ini terdapat dua keluarga. Namun, sejak tumbangnya pohon kelapa itu, anak perempuan saya bersama suami dan dua orag anaknya memilih mencari kontrakan di Kelurahan Seberang Padang," katanya menceritakan. Namun, Darnis tetap tak bisa pindah karena ketidakadaan dana. Padahal, dia mengaku sangat berharap bisa pindah dari bukit tersebut. "Kami hanya bisa berharap. Ya, mau bagaimana lagi. Kami tidak punya uang lebih. Untuk mencicil uang kontrakannya nanti, pakai apa?" ungkapnya menghiba. Ketakutan Darnis tersebut juga dialami warga lainnya, Gusniati (48) warga RT 1 RW 1 Kelurahan Mata Air, Kecamatan Padang Selatan. Ibu dua orang anak itu mengaku ketakutan setiap kali hujan mengguyur Kota Padang. Kita harus siaga. "Pada siang hari saja kita masih was-was, apalagi malam harinya. Bagaimana bisa tidur dengan belasan batu besar berada persis di atas atap kami," kata Wati (22), salah seorang penghuni Bukit Turki. Dengan kondisi itu, warga berharap Pemkot Padang bisa memperhatikan nasib mereka dan sesegera mungkin merelokasi mereka, sebelum munculnya korban jiwa. Terkait dengan itu, Staf Kepemerintahan Kelurahan Mata Air, Kecamatan Padang Selatan, Ardis mengatakan pada bukit tersebut terdapat 148 lebih rumah berpenghuni dengan jumlah warga lebih dari seribu jiwa. Dia menyebutkan di sana terdapat tiga RT dalam satu RW yang sama, yakni RT 1, RT 2, dan RT 3 RW 1 Kelurahan Mata Air, Kecamatan Padang Selatan. Namun, RT 1 dan RT 2 mendiami rumah dengan kemiringan di atas 65 derajat dengan jumlah warganya 700 jiwa lebih. Dia menambahkan, sebelumnya, yakni pada 2005 lalu masing-masing Kepala Keluarga dari kedua RT tersebut telah menandatangani surat pernyataan kesediaan pindah dan Pemkot Padang pun menjanjikan dua alternatif lokasi relokasi, yakni ke Lubuk Buaya atau ke Bungus teluk Kabung, namun hingga kini belum ada kejelasannya. "Sejak 2005 lalu, warga telah menandatangani Surat Pernyataan Bersedia Direlokasi dan suratnya telah diberikan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Padang melalui Kasi Pemerintahan Kecamatan Padang Selatan," katanya. Di tempat terpisah, Kabid. Tata Bangunan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Padang, Irwan mengatakan pendirian rumah di atas 45 derajat masuk dalam kategori membahayakan. Dia menambahkan, pihaknya tidak akan megizinkan pembangunan rumah di atas ambang batas kemiringan itu. "Hidup di atas kemiringan 45 derajat saja sangat mengkhawatirkan. Apalagi di atas 65 derajat, itu sama saja mengundang kematian," pungkasnya. (*/wij*)

Pewarta : Wahdi Septiawan
Editor :
Copyright © ANTARA 2024