KEKAYAAN mineral yang dikandung bumi Kabupaten Sijunjung, sudah tak asing lagi. Banyak jenis mineral yang terdapat di ranah Lansek Manih tersebut. Bahkan di antaranya sudah ada yang digarap oleh investor.
Sebut saja batu bara, komoditi tambang yang satu ini telah banyak mengundang minat investor. Bahkan di antaranya sudah banyak yang bergerak, dan memberikan konstribusi keuangan bagi daerah.
Selain batu bara, kabupaten yang berada di pedalaman Pulau Sumatera dengan bentangan bukit barisan yang menghijau, juga memiliki kekayaan tambang lainnya, yang tak kalah berharganya dibanding batu bara. Contohnya emas, di daerah ini boleh dikatakan dipenuhi tebaran biji emas yang tersebar di setiap nagari dan kecamatan.
Khusus emas, "kilauannya" memang sudah terkenal sejak zaman dahulu kala, sehingga mengundang orang untuk mencari dan mencari, di manapun keberadaannya. Tak terkecuali bagi masyarakat Sijunjung, pencarian emas tak bisa lepas dari kehidupan mereka, dan itu telah berlangsung turun temurun.
Misalnya di Kecamatan IV nagari, masyarakat setempat telah melakukan pencarian emas mulai dari nenek moyang mereka. Bermodalkan sebuah dulang yang terbuat dari kayu jenis loso, mereka melakukan pendulangan emas di Batang (sungai) Palangki.
Pekerjaan mendulang emas itu bukan merupakan mata pencaharian pokok, tapi samping. Itu mereka lakukan kalau musim panen padi sudah selesai atau kalau datang musim kemarau, sehingga air sungai Batang Palangki menyusut dan memungkinkan untuk melakukan penyelaman. Karena memang, masyarakat setempat melakukan pencarian emas dengan cara diselami, dan hanya menggunakan alat tradisional berupa dulang kayu.
Mendulang emas secara tradisional ini telah dilakukan masyarakat IV Nagari secara turun temurun, dan tidak ada yang tahu secara pasti kapan kegiatan pendulangan itu mulainya. Mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun silam, dan sejauh itu upaya mencari nafkah dengan mendulang emas tidak menimbulkan persoalan, baik terhadap kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas pendulangan maupun terhadap lingkungan. Karena, pencarian emas yang dilakukan masyarakat masih bersifat trdadisionil dan masih berwawasan lingkungan.
Namun, sejak era tahun 1980-an, seiring dengan semakin canggihnya perkembangan zaman, pendulangan emas yang dilakukan masyarakat juga mengalami perobahan. Dari yang sebelumnya hanya menggunakan alat tradisional, secara berangsur-angsur mulai memanfaatkan peralatan modern. Kalau sebelumnya, aktivitas pendulangan hanya dilakukan secara manual, secara bertahap mulai berganti dengan menggunakan mesin pompa air berskala kecil.
Kendati demikian, dampaknya sudah mulai terlihat. Kalau sebelumnya pendulangan emas dilakukan dalam sungai dengan cara diselam. Dengan adanya mesin pompa air, pencarian emas mulai dilakukan di daratan. Banyak sawah produktif yang beralih fungsi menjadi lahan penambangan. Hal itu dilakukan masyarakat hanya untuk mengais butir demi butir biji emas, guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ironis memang, apa yang dilakukan masyarakat itu. Tapi apa mau dikata, karena tuntutan kebutuhan hidup semakin kompleks seiring semakin sulitnya kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, menyebabkan mereka merelakan sawah mereka untuk ditambang. Karena untuk dijadikan lahan persawahan, areal mereka juga tak didukung sarana pengairan yang memadai, sementara untuk pengairan dengan menggunakan kincir air, di samping membutuhkan modal besar, kondisi arus sungai pun tak mendukung, karena semakin hari debit airnya semakin turun, akibat perambahan hutan yang semakin meraja lela.
Emas...emas.... dan emas....agaknya itulah satu-satunya tempat sandaran ekonomi bagi masyarakat, dan penambangan emas merupakan satu-satunya usaha yang dapat diandalkan untuk mengubah nasib. Kenyataannya memang demikian, sejak dibukanya penambangan emas oleh masyarakat, secara berangsur-angsur kondisi ekonomi masyarakat di IV Nagari khususnya, Kabupaten Sijunjung umumnya, mulai membaik. Ini dapat dilihat dengan telah meningkatnya daya beli masyarakat serta telah banyaknya berdiri rumah-rumah permanen di nagari dan jorong.
Apalagi dengan mulai dikenalnya oleh masyarakat sebuah jenis mesin pompa berkekuatan besar, yaitu mesin dompeng yang tidak mampu menyedot air, tapi juga tanah, kerikil dan batu dengan ukuran tertentu. Membuat usaha penambangan semakin diminati masyarakat, karena dengan mesin dompeng tersebut, pekerjaan penambang sudah semakin ringan dan mudah.
Kendati demikian, biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit, untuk satu tambang saja biayanya bisa mencapai belasan juta rupiah.
Di balik itu semua, hasil yang diperoleh juga tidak dapat dipastikan, guna mendapatkan biji emas, para penambang harus melakukan penggalian lahan yang memakan waktu dan biaya. Masih untung kalau lahan yang mereka olah tepat pada sasaran, sehingga mereka bisa cepat mendapatkan hasil. Namun tak jarang di antara penambang ada yang kurang beruntung, meski sudah berkali-kali berganti lahan penambangan, emas yang mereka cari tak kunjung bersua.
Usaha yang dilakukan jadi sia-sia, keringat yang keluar seakan tak berbalas, sementara anak dan isteri di rumah membutuhkan biaya untuk makan. Untuk mengadu pada bos, mereka juga segan. Karena bos mereka sendiri juga mengalami kerugian yang tak terhingga.
Kendati demikian, yang namanya emas tak membuat bosan masyarakat, meski sulit didapat, tapi mereka tetap berupaya untuk mengais rezeki dari mata pencarian menambang emas. Dan itu tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat IV Nagari dan Kabupaten Sijunjung, mencari emas seakan-akan telah mendarah daging pada jiwa masyarakat setempat.
Terlebih saat musim kemarau, mendulang emaslah satu-satunya mata pencaharian yang dapat diandalkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan untuk sektor lain seperti sawah dan kebun, masyarakat tak didukung sarana pendukung seperti irigasi dan perkebunan yang memenuhi standar.
Namun amat disayangkan, upaya penambangan emas yang dilakukan masyarakat saat ini, tidak lagi memperhatikan kondisi lahan dan risiko yang mungkin ditimbulkan.
Banyak sawah produktif dan tebing sungai yang dijadikan lokasi penambangan. Sehingga penambangan yang dilakukan jauh dari wawasan lingkungan. Dan lebih menyedihkan lagi, penambangan selain menggunakan mesin dompeng, juga telah menggunakan alat berat seperti eskavator, membuat penambangan semakin leluasa, karena tak ada lagi pekerjaan yang dirasa berat.
Akankah kondisi tersebut terus berlanjut? Agaknya memang sulit untuk diterka. Sebab mencari butiran emas bagi masyarakat Sijunjung, sudah merupakan pekerjaan yang tak bisa lepas dari kehidupan mereka. Karena, selain telah mendarah daging, juga didukung potensi alam Sijunjung yang mengandung butiran emas, yang membawa berkah bagi kehidupan masyarakat. Namun di balik semua itu, kalau penambangan dilakukan secara serampangan, musibah dan bencana juga akan tiba dan mengancam keselamatan bersama. ***