Parade demokrasi semakin mendekati titik akhir, semua kontestan Pemilu baik Partai Politik (Parpol), Calon anggota legislatif (Caleg) ataupun calon anggota DPD telah melakukan tahapan-tahapan Pemilu, baik secara terang-terangan ataupun malu-malu kucing.
Masyarakatpun semakin kenal dan memahami siapa saja yang akan dipercaya meneruskan aspirasi mereka di gedung wakil rakyat. Sehingga kontiniutas pembangunan di negara ini bisa terus terlaksana.
Kursi dewan, harus diakui menjadi jawaban yang pas untuk terlibat secara langsung dalam proses pembangunan. Namun sebaliknya, dari kursi tersebut segala “kejahatan” bukan tidak mungkin bermula.
Sebagai bagian dari masyarakat banyak, tentu kita semua perlu berharap agar wakil rakyat yang diberi amanah bisa menjalankan amanah tersebut secara baik, benar dan maksimal.
“Cerita manis” di balik “mahalnya” harga sebuah kursi dewan, membuat para politisi berbondong-bondong untuk merebutnya. Bahkan tak jarang, “kursi putar” tersebut diperebutkan oleh sesama anggota keluarga.
Saat ini, kita bisa membuktikan hal tersebut di atas dengan mudah. Di mana “parang basosoh” telah dimulai dari dalam sebuah rumah. Tak jarang jika ada salah seorang anggota keluarga mereka menjadi Caleg, maka yang lain berbondong-bondong pula menjadi Caleg.
Jika dulu organisasi Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) kerap diplesetkan dengan istilah Anak, Menantu, Ponakan dan Ipar, maka sekarang hal tersebut benar-benar terjadi.
Uniknya kejadian ini menerpa partai-partai yang telah cukup mengakar di persada ini. Sebutlah di Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, PPP, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, PKS dan lain sebagainya.
Walau tak ada aturan tertulis yang melarang anggota keluarga saling “berperang” untuk merebut kursi legislatif, rasanya kurang fair kalau seluruh anggota keluarga terjun secara bersama-sama.
Akan lebih baik kiranya, kalau dari sebuah keluarga hanya mengusung satu nama. Selain hasilnya akan lebih maksimal, tentu “benih pertikaian” antar keluarga bisa dihindari.
Namun kalau hal itu tak bisa diberantas atau diputuskan, maka masyarakat akan disuguhkan dengan opera sabun, reuni keluarga di gedung wakil rakyat.
Sebelum hal itu terjadi, sebaiknya wakil rakyat dan penyelenggara Pemilu mulai memikirkan sebuah solusi yang bernas, sehingga ketakutan publik akan terjadinya hal yang tidak diinginkan tersebut tidak menjadi kenyataan. (***)