Musfi Yendra. Branch Manager DDS

Hiruk pikuk politik menjelang pesta demokrasi tahun 2014 kian terasa. 12 partai politik telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai kontestan Pemilu. Masing-masing parpol ini juga telah menetapkan daftar calon legislatifnya di tingkat kabupaten/kota hingga pusat. Bahkan bakal calon presiden yang akan diusung parpol pun beberapa orang sudah berani mendeklarasikan diri.

Sepanjang mata memandang, kini kita lihat nampang wajah-wajah politisi yang akan bertarung. Tiang listrik, pepohonan, angkot, iklan di televisi, radio, koran, media online, kalender dan semua wadah yang memungkin menjadi tempat jualan politik. Semua mengatakan dirinya-lah yang terbaik. Tak ada yang salah dengan proses ini, selagi suasana ketenangan batin rakyat bisa tercipta. Namanya juga pentas politik. Asal niat dan tujuannya baik untuk masyarakat dan bangsa. Yang tak elok adalah jika satu sama lain, para politisi ini melakukan cara yang tak dibolehkan baik oleh aturan undang-undang, etika, adat istiadat, agama atau norma yang berlaku. Seperti yang sering dipertontonkan selama ini.

Pemilu ke Pemilu kita berharap tercipta kualitas demokrasi di Indonesia. Demokrasi pada prinsipnya hanyalah cara, bukan tujuan, titik berat dari demokrasi adalah mencari kebersamaan dan persamaan, bukan perbedaan. Demokrasi di Indonesia secara formal sudah bagus, namun secara subtansi belum tercapai yakni mensejahterakan rakyat. Demokrasi di Indonesia lebih banyak melanggar prinsip demokrasi, dimana perbedaan lebih menonjol dari persamaan.

Selain itu demokrasi di Indonesia sangat tidak efisien sebab terlalu banyak melaksanakan Pemilu sehingga Indonesia merupakan negara penyelenggara Pemilu terbanyak di dunia. Dalam lima tahun kita bisa bolak balik ke bilik suara, pemilihan walikota/bupati, pemlihan gubernur, pemilihan anggota legislatif dan presiden. Harusnya dibuat sistem atau regulasi dimana kita ke bilik suara hanya satu kali saja.

***

Lepas dari hikuk pikuk politik, Dompet Dhuafa sebagai lembaga non politik, lembaga independen yang tak berafiliasi ke parpol politik manapun ikut memikirkan masa depan bangsa. Melalui program Beastudi Indonesia (Etos, red) Dompet Dhuafa melahirkan konsep Negarawan Muda. Beasiswa ini  concern dalam pengembangan sumberdaya manusia strategis di bidang kepemudaan, pelajar dan mahasiswa untuk membentuk sumber daya manusia pemimpin yang berkarakter unggul, mandiri dan kontributif. Program ini dimulai sejak 1993 hingga sekarang, terdapat di 15 perguruan tinggi negeri favorit di Indonesia. Anak-anak cerdas tapi dari keluarga miskin diberikan beasiswa selama empat tahun.

Beastudi Indonesia ingin mencoba melakukan upaya konsolidasi dengan meningkatkan gagasan. Konsepnya dari hanya sekedar kuliah dan fokus prestasi akademik. Fase ini sudah dilewati dengan baik, sekarang sudah membangun negarawan muda dengan memberikan kontribusi nyata untuk masyarakat. Terjun dalam berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan. Mengisi ruang kepemimpinan informal di masyarakat. Mereka dibekali dengan character dan nation building.

Negara kita terpuruk dalam banyak hal belakangan ini. Makin lama usia kemerdekaan bangsa, malah makin kompleksitas persoalan bangsa. Salah satu yang menjadi kekhawatiran adalah semangat nasionalisme generasi muda yang kian tergerus. Bahkan kondisi ini berpengaruh terhadap output kepemimpinan nasional. Pemimpin sering menjadi problem maker bukan problem solver. Ironis. Inilah yang melatarbelakangi butuh dilahirkan negarawan muda dalam segala bidang. Dompet Dhuafa beberapa waktu lalu juga telah melakukan Kongres Negarawan Muda Indonesia.

Negarawan bukanlah bagi mereka yang menempuh jalur politik saja. Negarawan bukan juga hanya disematkan bagi mereka yang berusia tua. Negarawan adalah yang mampu menangkap suasana kebatinan rakyat-bangsanya dan berusaha keras –dengan pertaruhan yang besar bahkan jika itu termasuk dirinya, untuk mewujudkannya. Jadi bukan suasana kebatinan yang ada dari dirinya, keluarganya, kelompoknya, atau partainya, tapi suasana kebatinan rakyat-bangsanya. Jelas, bahwa yang mengaku politisi belum tentu mampu menjadi negarawan, kalau hanya memikirkan diri dan kelompoknya saja.

Negara ini menjadi tanggungjawab kita bersama. Tentukan peran kita masing-masing. Sederhana apa yang kami tanamkan kepada anak muda bangsa, mengajak dan mengajarkan mereka jadi negarawan muda. Setelah kesadaran dan pemahaman ini ada, bersama kita merawat Indonesia. Belajar adalah cara untuk menyadarkan kita semua bahwa kita tidak boleh merasa cukup, harus terus belajar meningkatkan kapabilitas untuk merawat negara tercinta ini. (*)


Pewarta : 127
Editor :
Copyright © ANTARA 2024