Menjelang 15 oktober 2013, sudahkah Kita menyegerakan memberi pengorbanan yang terbaik, bukan nyawa sang anak seperti pada kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, tapi hewan kurban yang besar, sehat, dan memenuhi syarat. Memang masih ada waktu, tapi kesegeraan dalam mempersiapkan dam menunaikan segala bentuk kebaikan memiliki nilai lebih, seperti sabda Rasullullah Saw. : "Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok"(HR Thabrani). Isyarat yang menuntun kita untuk menyegerakan segala kebaikan. Ibadah kurban bagi yang memiliki kemampuan. Ternyata, setiap helai bulu hewan kurban yang kita kurbankan bernilai satu kebaikan. Helai bulu yang tak terhitung. Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: Wahai Rasulullah Saw, apakah qurban itu? Rasulullah menjawab: Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim. Mereka menjawab: Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu? Rasulullah menjawab: Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan. Mereka menjawab: Kalau bulu-bulunya? Rasulullah menjawab: Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan. [HR. Ahmad dan ibn Majah] Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah sebagai qurban di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.[HR. Ibn Majah dan Tirmidzi] Di samping banyak keutamaan ibadah kurban lainnya, sudahkah kita menjadi orang yang terpanggil untuk menunaikannya? Masih segar di ingatan kita kisah Mak Yati tahun 2012 lalu, seorang pemulung yang menabung selama tiga tahun agar dapat menunaikan ibadah kurban. Dia sempat ditertawakan saat bercerita tentang niatnya. Namun karena panggilan hati tentang pengorbanan, inginnya tak surut. Yati dan suaminya Maman (35 tahun) sama-sama berprofesi sebagai pemulung. Pendapatan mereka jika digabung cuma kisaran Rp25 ribu perhari. Kadang untuk menambah penghasilan, Maman ikut menarik sampah di sekitar Tebet. Pemulung, miskin, tinggal di gubuk, makan tak tentu, itu mampu membeli dua ekor kambing untuk dikurbankan. Mencerminkan ketotalan terhadap ibadah kurban. Miskin tak jadi penghalang. Namun bagaimana dengan kita? Semoga Allah mengizinkan kita untuk emiliki kesempatan, kemampuan dan ketotalan dalam menjalankan ibadah kurban. Bagi yang belum berniat namun mampu, maka tumbuhkanlah niat itu, eksekusilah segera. Bukankah tidak patut bagi kita menunda kebaikan? Bagi yang sudah berniat namun belum mampu, kisah Mak Yati kiranya cukup untuk menjadi inspirasi. Ayo menabung. Karena berkurban tak hanya milik orang kaya. Tahun ini, Dompet Dhuafa Singgalang akan menabar manfaat hewan kurban di 14 Kabupaten di Sumbar. Program yang bertemakan "Total Kurban" ini berusaha menyentuh titik terjauh daerah yang minim atau bahkan tidak ada perkurban. Harga kurban 1 kambing Rp1,5 juta sedangkan 1 sapi Rp9.950.000. Mari total berkurban, jadikan ibadah kurban kita kali ini sebagai kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa. Bukan gengsi, bukan yang penting kurban, tapi total. (*).

Pewarta : 127
Editor :
Copyright © ANTARA 2024