Jakarta, (Antara) - Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) berdemonstrasi menolak swastanisasi perusahaan pengelolaan air Jakarta, di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa.
Ketua Solidaritas Perempuan Jabotabek Nur Hidayah yang turut tergabung dalam KMMSAJ meminta pemerintah memutus kontrak kerja sama yang dilakukan pada perusahaan swasta PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra).
Kerja sama yang dilakukan pemerintah dengan dua perusahaan tersebut telah dilakukan sejak 1997 dan akan berakhir pada tahun 2022. "Negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp18,2 triliun," kata dia.
Unjuk rasa tersebut, kata Nur, juga untuk mengawal sidang putusan gugatan swastanisasi air di PN Jakarta Pusat.
Sementara, salah satu pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menjelaskan kerugian negara dikarenakan perusahaan air negara PD PAM Jaya (PDAM) harus membeli air pada perusahaan asing lebih mahal dari yang ditetapkan pemerintah.
PT Aetra dan PT Palyja, kata Arif, mengelola air di Jakarta menggunakan infrastruktur milik PDAM lalu menjualnya pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan harga tinggi. Sedangkan PDAM mendistribusikan air ke masyarakat dengan harga rendah.
Arif mengatakan bahwa sejak 1998 hingga 2012 pemerintah sudah mengalami kerugian hingga Rp1,7 triliun akibat membayarkan utang PDAM pada dua perusahaan tersebut.
Gugatan Warga Negara (GWN) yang dilayangkan sejak 21 November 2012 ini ditujukan kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan, Gubernur DKI Jakarta, DPRD DKI JAKARTA, PDAM DKI Jakarta, PT Aetra, dan PT Palyja. (*/jno)
Warga Demo Tolak Swastanisasi Air di Jakarta
Ilustrasi. (Antara)