Jakarta, (Antara) - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menggandeng Korea Securities Depository (KSD) mengembangkan sistem pengelolaan investasi terpadu untuk mendorong pertumbuhan industri reksa dana di Indonesia. "Perkembangan dan pertumbuhan reksa dana di Indonesia diharapkan dapat dijawab dengan pengembangan sistem itu sehingga nantinya dapat mendukung industri lebih cepat tumbuh dengan proses bisnis yang lebih efisien," ujar Dirut KSEI Heri Sunaryadi dalam siaran pers, Senin. Kerjasama dengan KSD ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) oleh Direktur Utama KSEI Heri Sunaryadi dan Chairman & CEO KSD Jaehoon Yoo serta disaksikan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida di Nusa Dua, Bali, Senin. Heri Sunaryadi mengemukakan bahwa saat ini para pelaku di industri reksa dana seperti agen penjual, manajer investasi, bank kustodian termasuk perusahaan efek masih saling terhubung dengan cara yang beragam, dengan sistem yang dikembangkan oleh masing-masing pelaku. "Masih banyaknya proses yang manual dijalankan dan tidak adanya standar baku untuk berinteraksi antar pelaku tentunya menjadi kendala untuk mengembangkan pasar reksa dana karena proses menjadi tidak efisien dan menimbulkan biaya tinggi," katanya. Kondisi di Indonesia saat ini, menurut dia, mirip dengan yang dialami Korea Selatan sekitar sepuluh tahun yang lalu ketika KSD mulai membangun infrastruktur untuk industri reksa dana. KSD yang menjalankan peran sebagai Lembaga Kustodian Sentral dan Kliring di Korea Selatan saat itu mulai melakukan pengembangan FundNet, sebagai sistem untuk pengelolaan investasi terpadu. "Sistem itu menghubungkan semua pelaku di industri reksa dana dalam suatu platform terpadu. Selama hampir 10 tahun, sistem itu secara nyata membuat industri reksa dana di Korea Selatan berkembang sangat pesat. Nilai total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana naik sebesar 150 miliar dolar AS pada pertengahan tahun 2014," katanya. Belajar dari kesuksesan KSD, Heri Sunaryadi mengatakan bahwa KSEI juga dapat mengembangkan dan menerapkan hal yang sama di pasar modal Indonesia. Pengembangan industri reksa dana ini juga sejalan dengan tujuan pengembangan pasar modal domestik untuk peningkatan likuiditas dan juga pendalaman pasar. Ia menilai bahwa saat ini banyak proses dilakukan secara manual dan tidak terstandardisasi sehingga usaha untuk mengembangkan bisnis reksa dana otomatis berdampak pada peningkatan biaya sehingga tidak efisien. "Dalam skala industri, hal ini yang akan kami atasi yakni melalui pengembangan infrastruktur yang terintegrasi. Dengan demikian potensi industri dapat berkembang namun tetap efisien dari sisi biaya," ucapnya. Berdasarkan data OJK pada tanggal 16 September 2014, terdapat 822 reksa dana dengan jumlah total sekitar 129 miliar unit penyertaan yang dikelola oleh 75 perusahaan Manajer Investasi. Jumlah tersebut dapat semakin meningkat apabila didukung infrastruktur yang memadai dan memberikan kemudahan bagi investor. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menambahkan bahwa pendalaman pasar dapat dicapai dengan meningkatkan sisi "supply" yaitu jumlah emiten dan produk, sisi "demand" dengan meningkatkan jumlah investor, pengembangan infrastruktur serta peraturan-peraturan pendukungnya. "Inisiatif ini juga sejalan dengan program OJK untuk pengembangan Single Investor ID (SID) bagi investor Reksa Dana sehingga secara keseluruhan industri ini dapat berkembang namun juga tetap efisien dan transparan sehingga memberikan keyakinan bagi pelaku dan masyarakat yang menjadi investor," kata Nurhaida. (*/sun)

Pewarta : 172
Editor :
Copyright © ANTARA 2024