Padang (ANTARA) - Atraksi kesenian ronggiang Pasaman Barat memukau penonton yang hadir pada Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) 2024 di Taman Budaya Sumatera Barat, di Padang, Kamis.
"Ini baru pertama kali saya menyaksikan penampilan ronggiang, dan kaget ternyata ada atraksinya juga yang menurut saya sangat jarang ditampilkan dan ditemui," kata penonton asal Bukittinggi, Deni di Padang, Kamis.
Deni yang juga seorang fotografer itu merasa beruntung dapat mengabadikan atraksi ronggiang pada PKD 2024 yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Pertunjukan ronggiang Pasaman Barat dari sanggar Pusako Anak Nagari saat itu tidak hanya menampilkan tarian dan nyanyian saja, melainkan juga atraksi kebal terhadap duri dari batang pohon salak, penari tidur di atas duri dan menancap-tancapkan tubuhnya di duri itu.
Selain itu, juga ada atraksi penampil membakar tubuhnya dengan obor tanpa rasa sakit sedikit pun.
Kepala Dinas Pariwisata Pasaman Barat Afrizal yang mendampingi tim ronggiang mengatakan, kesenian Ronggiang merupakan akulturasi antara seni tradisi Jawa dengan Minangkabau,
Ia mengatakan, kesenian Ronggiang memiliki ciri khas tersendiri yaitu penampilan laki laki yang didandani seperti wanita yang di sebut anak Ronggiang.
Ronggiang mengutamakan pantun yang dibawakan sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat penampilan, kemudian penari dan penyanyi secara bergantian dengan pola lantai maju mundur dan pertukaran tempat antara penyanyi dan penari.
Ronggiang pasaman biasanya ditampilkan pada perkawinan dan acara helat lainnya, pada akhir pertunjukan biasanya penari dan penyanyi Ronggiang akan menarik penonton untuk turut berjoget dan bernyanyi bersama.
"Atraksi akhir dengan duri pohon salak dan api ini menjadi bagian yang menarik dan ditunggu penonton," kata Afrizal.
Ronggiang ini bermula sejak zaman kerajaan untuk menghibur raja serta keluarganya di istana, sementara di desa-desa, ronggiang sebagai media sastra lisan penyampaian pesan serta ritual sebagai ucapan syukur terkait hasil panen.
Diketahui, ronggiang berasal dari masyarakat Jawa yang migrasi ke Pasaman oleh penjajah Jepang sebagai tenaga kerja, kemudian ronggiang mulai dimodifikasi oleh warga setempat memakai bahasa Minangkabau dan Mandailing. (*)