Jaksa Pinangki hadiri sidang dengan gamis dan kerudung merah muda
Jakarta (ANTARA) - Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari menghadiri sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Pinangki mengenakan gamis corak kotak-kotak dengan warna merah muda dan hijau dipadu dengan kerudung merah muda warna senada.
Pinangki juga mengenakan masker ditambah face shield.
Alas kakinya, Pinangki mengenakan high heels warna hitam mengkilat.
Pinangki tidak berkomentar mengenai perkaranya saat masuk ke ruang sidang. Sidang dimulai sekitar pukul 10.05 WIB dipimpin hakim IG Eko Purwanto.
"Alhamdulillah, sehat yang mulia," kata Pinangki saat ditanya kondisinya oleh hakim.
Dalam perkara ini, Pinangki bersama-sama dengan advokat Anita Kolopaking dan pengusaha Andi Irfan Jaya disangkakan membantu buronan terpidana korupsi Cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung agar pidana terhadap Djoko berdasarkan putusan PK 11 Juni 2009 tidak dieksekusi.
Pinangki, Anita, dan Andi Irfan bertemu dengan Djoko Tjandra di The Exchange 106 Malaysia pada bulan November 2019. Saat itu Djoko meminta bantuan untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung.
Atas permintaan itu, Pinangki dan Anita bersedia membantu dan Djoko menyediakan imbalan sebesar 1 juta dolar AS, uang akan diserahkan melalui Andi Irfan selaku rekan Pinangki sesuai proposal Action Plan yang dibuat Pinangki.
Pinangki, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra juga sepakat memberikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk keperluan mengurus permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Djoko Tjandra lalu memerintahkan adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan di Jakarta sebesar 500.000 dolar AS sebagai uang muka 50 persen dari kesepakatan 1 juta dolar AS.
Andi lalu memberikan uang itu kepada Pinangki. Pinangki lantas memberikan 50 ribu dolar AS kepada Anita untuk jasa penasihat hukum dan 450.000 dolar AS tetap dipegang Pinangki.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, rencana dalam Action Plan tidak ada satu pun yang terlaksana, padahal Djoko Tjandra sudah memberikan uang sehingga Djoko Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan Action Plan dengan memberi tulisan tangan "NO" dalam kolom notes Action Plan tersebut.
Sisa uang 450.000 dolar AS yang masih dimiliki Pinangki, lalu ditukarkan ke dalam bentuk rupiah untuk membeli mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran sewa apartemen dan hotel di New York, AS, pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit, sewa apartemen Essence Dharmawangsa, dan sewa apartemen Pakubuwono Signature.
Atas perbuatannya, Pinangki disangkakan pasal berlapis, yaitu Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001.
Selain itu, Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 15 jo. Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 88 KUHP.
Pinangki mengenakan gamis corak kotak-kotak dengan warna merah muda dan hijau dipadu dengan kerudung merah muda warna senada.
Pinangki juga mengenakan masker ditambah face shield.
Alas kakinya, Pinangki mengenakan high heels warna hitam mengkilat.
Pinangki tidak berkomentar mengenai perkaranya saat masuk ke ruang sidang. Sidang dimulai sekitar pukul 10.05 WIB dipimpin hakim IG Eko Purwanto.
"Alhamdulillah, sehat yang mulia," kata Pinangki saat ditanya kondisinya oleh hakim.
Dalam perkara ini, Pinangki bersama-sama dengan advokat Anita Kolopaking dan pengusaha Andi Irfan Jaya disangkakan membantu buronan terpidana korupsi Cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung agar pidana terhadap Djoko berdasarkan putusan PK 11 Juni 2009 tidak dieksekusi.
Pinangki, Anita, dan Andi Irfan bertemu dengan Djoko Tjandra di The Exchange 106 Malaysia pada bulan November 2019. Saat itu Djoko meminta bantuan untuk pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung.
Atas permintaan itu, Pinangki dan Anita bersedia membantu dan Djoko menyediakan imbalan sebesar 1 juta dolar AS, uang akan diserahkan melalui Andi Irfan selaku rekan Pinangki sesuai proposal Action Plan yang dibuat Pinangki.
Pinangki, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra juga sepakat memberikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk keperluan mengurus permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Djoko Tjandra lalu memerintahkan adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan di Jakarta sebesar 500.000 dolar AS sebagai uang muka 50 persen dari kesepakatan 1 juta dolar AS.
Andi lalu memberikan uang itu kepada Pinangki. Pinangki lantas memberikan 50 ribu dolar AS kepada Anita untuk jasa penasihat hukum dan 450.000 dolar AS tetap dipegang Pinangki.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, rencana dalam Action Plan tidak ada satu pun yang terlaksana, padahal Djoko Tjandra sudah memberikan uang sehingga Djoko Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan Action Plan dengan memberi tulisan tangan "NO" dalam kolom notes Action Plan tersebut.
Sisa uang 450.000 dolar AS yang masih dimiliki Pinangki, lalu ditukarkan ke dalam bentuk rupiah untuk membeli mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran sewa apartemen dan hotel di New York, AS, pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit, sewa apartemen Essence Dharmawangsa, dan sewa apartemen Pakubuwono Signature.
Atas perbuatannya, Pinangki disangkakan pasal berlapis, yaitu Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001.
Selain itu, Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 15 jo. Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 88 KUHP.