DPR nilai ketidakjelasan data pertanian bisa meningkatkan impor

id Fadli Zon

DPR nilai ketidakjelasan data pertanian bisa meningkatkan impor

Fadli Zon. (ANTARA FOTO)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyatakan bahwa ketidakjelasan data pertanian bisa berakibat kepada berbagai implikasi yang keliru seperti bisa meningkatkan impor pangan padahal stok yang ada dinilai masih mencukupi.

"Karena datanya tidak jelas mengakibatkan lonjakan impor pangan, contohnya beras dan jangung," kata Fadli Zon di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, lonjakan impor kedua komoditas tersebut adalah janggal karena di sisi lain, kerap diklaim bahwa Indonesia mengalami surplus beras dan jagung.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya data komoditas sektor pertanian yang akurat karena bakal sangat berdampak terhadap keberlangsungan pangan di Tanah Air.

Politisi Partai Gerindra itu mengingatkan bahwa bila diagnosis yang dilakukan pada awalnya adalah salah, maka ke depannya juga bakal berakibat tidak jelas.

"Seharusnya masalah ini sudah selesai dari dulu," katanya.

Sebagaimana diwartakan, pengamat Fiskal dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony Bako menyarankan adanya audit data Kementerian Pertanian terkait polemik perbedaan data.

"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baiknya melakukan audit terkait polemik data pangan, supaya permasalahan jelas," kata Rony dalam keterangan tertulis kepada Antara di Jakarta, Selasa (6/11).

Menurutnya, kenaikan anggaran hingga lebih 50 persen justru paradoksal dengan polemik data pangan yang membuat perbedaan. Kenaikan anggaran harus diuji dengan dengan output yang dihasilkan, yakni peningkatan hasil produksi pertanian, terutama tanaman pangan.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih menilai kesalahan data pengadaan beras dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi tanggung jawab menteri pertanian.

Lana dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (24/10), menyatakan kurang akuratnya data luas panen dan produksi padi menyebabkan pemerintah tidak bisa membuat kebijakan yang tepat.

Menurut dia, klaim produksi yang terlalu tinggi akibat perkiraan luas lahan baku sawah yang salah bisa membuat defisit beras semakin besar dan meningkatkan ketergantungan impor. (*)