Hampir setiap pagi sekitar pukul 06.00 WIB, Peni (50 tahun) bersama suaminya berangkat berjalan kaki sejauh sekitar empat kilometer untuk berjualan di objek wisata alam hutan Gamaran di Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat.
Warga Korong Salibutan, Nagari Lubuak Aluang, Kecamatan Lubuak Aluang itu sejak tiga tahun terakhir berjualan beragam makanan ringan untuk disajikan kepada para pelancong yang berkunjung ke lokasi wisata alam hutan Gamaran tersebut.
Bersama suami Jangguik (60), ia rutin berjalan kaki menempuh beratnya medan menuju lokasi berjualan di hutan yang kondisinya terjal dan licin apalagi saat hujan turun.
Baginya jalanan yang terjal, mendaki dan menuruni perbukitan serta melintasi sungai adalah keseharian yang harus ditempuh menuju lokasi tempat mengais rezeki.
Suatu ketika, ia bersama suaminya mengalami musibah di jalan setapak yang licin. Peni yang sedang memikul dagangannya tergelincir sehingga barang-barangnya berantakan jatuh ke dasar jurang.
Namun hal tersebut tidak menjadi halangan baginya untuk terus mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
Ibu satu orang anak tersebut menceritakan pemenuhan kebutuhan ekonominya sangat tergantung pada ramainya pengunjung yang datang ke Lubuak Nyarai, lokasi wisata yang harus melewati hutan Gamaran di Kabupaten Padangpariaman.
Jika pengunjung sedang ramai, Peni bisa meraup untung Rp400 hingga Rp800 ribu per hari. Meskipun demikian tak jarang juga ia hanya sekadar bisa makan saja.
"Memang sangat tergantung pada ramainya pengunjung, karena yang kami jual hanya makanan ringan seperti mi instan, kue, minuman kopi, bakwan, air mineral, dan makanan ringan lainya," jelasnya.
Peni bukan satu-satunya masyarakat sekitar yang mencari nafkah dengan cara berdagang di tengah lebatnya hutan Gamaran. Jika dihitung dari posko awal hingga objek wisata Lubuak Nyarai, ada empat pedagang yang berjualan seperti dia.
"Dulu kami yang berjualan di dalam hutan ini ada enam warung, namun beberapa waktu lalu dua warung roboh terbawa arus sungai karena Sungai Batang Batang Salibutan meluap sehingga kedai yang berada di tepi sungai terbawa arus," ucap dia.
Hutan Gamaran yang terletak di Kabupaten Padangpariaman merupakan sebuah kawasan hutan yang masih asri, dengan udara yang masih sangat segar dan belum dijamah manusia untuk kepentingan eksploitasi.
Selama tiga tahun mengandalkan hidup di tengah hutan tersebut, Peni bersama suami tercinta tak jarang menghadapi ancaman binatang buas.
Ancaman hewan buas dan rintangan medan menuju hutan merupakan bahaya nyata yang selalu dihadapinya setiap hari demi memenuhi kebutuhan hidup.
"Bertemu hewan buas seperti harimau, monyet, ular sudah hal lumrah bagi kami berdua," kata dia.
Menurutnya masyarakat setempat memiliki cara tersendiri dalam menghadapi ancaman hewan buas yang sewaktu-waktu bisa saja menerkam.
Biasanya jika berhadapan dengan hewan buas masyarakat sekitar seperti Peni memilih untuk 'berkomunikasi' secara langsung bahwa ia tidak bermaksud mengganggu habitat satwa yang ada.
"Mungkin sedikit terdengar aneh, namun itulah faktanya kami 'berkomunikasi' dengan cara kami sendiri," jelasnya.
Suatu ketika sekitar pukul 18.00 WIB menjelang malam, ia bersama suami hendak pulang menuju rumah.
Sesaat di tengah jalan ia diikuti seekor binatang buas yaitu harimau, Peni bukannya tidak takut mengetahui kondisinya sedang terancam. Ia mencoba berkomunikasi dan mengatakan bahwa hanya ingin mencari nafkah demi keluarga dan hendak pulang ke rumah.
Bupati Padangpariaman Ali Mukhni menilai perjuangan Peni bersama suaminya serta para pedagang lainnya merupakan sebuah motivasi dan inspirasi tersendiri bagi banyak orang.
Perjuangannya dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memilih berjualan makanan ringan di tengah hutan Gamaran sebagai bukti masyarakat harus selalu bersyukur kepada Pencipta dan giat dalam berusaha.
Ketika Bupati bersama rombongan datang menghampiri warung yang terbuat dari kayu berukuran kurang lebih 3x4 meter tersebut, Ali memberikan motivasi kepada Peni.
"Tetap semangat, jika kita yakin rezeki dari Tuhan selalu ada di mana saja," kata dia.
Meskipun demikian ia tetap memberikan masukan kepada pedagang agar tidak mematok harga terlalu tinggi kepada pengunjung. Tujuannya yaitu agar wisatawan yang datang tidak merasa ditipu oleh harga makanan yang dijual pedagang.
Pemerintah Padangpariaman sendiri telah memiliki sejumlah rencana terkait keterbatasan akses jalan menuju objek wisata yang berpotensi menjadi destinasi internasional tersebut.
"Kita akan diskusikan lebih jauh dengan Dinas Pekerjaan Umum agar jalan kemari bisa lebih baik sehingga pengunjung atau wisatawan yang datang kemari bisa lebih nyaman dan puas," ujarnya.
Penghargaan Internasional
Keindahan hutan Gamaran telah berhasil menjadi perhatian dunia internasional dibuktikan dengan keberhasilan menjadi pemenang pada ajang European Outdoor Conservation Association (EOCA). Hutan Gamaran mengalahkan empat negara kompetitor lainya yaitu Afrika Selatan, Paraguay, Filipina dan Peru.
Untuk menjajaki hutan tersebut para pecinta alam akan melewati sejumlah rintangan di antaranya tanjakan dengan kemiringan 25 derajat, tanjakan kemiringan 45 derajat dua kali dengan jarak tempuh sepanjang 5,3 kilometer dan menyeberangi sungai satu kali.
Sesampainya di objek wisata Lubuak Nyarai, para wisatawan akan disuguhkan langsung dengan air terjun yang indah sehingga perjalanan yang melelahkan pun dapat langsung terobati.
Rosi (21) salah seorang wisatawan mengaku takjub dengan keindahan alam yang disuguhkan di daerah itu.
Mahasiswi Universitas Negeri Padang (UNP) yang datang berkelompok tersebut mengaku perjalanan wisata yang melelahkan namun semua dapat terobati ketika mata secara langsung dapat melihat pemandangan alam.
Diakuinya, perjalanan panjang yang melintasi sejumlah medan berbahaya tersebut memiliki kesan tersendiri, tidak hanya kepuasan jiwa tentang keindahannya namun berbagai ilmu pengetahuan yang dijelaskan para pemandu turut menjadi bonus tersendiri bagi wisatawan. (*)