Presiden Jokowi: "I Will Be Back"

id Presiden

San Fransisco, (Antara) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam forum US-ASEAN Business Counci (US-ABC) menirukan kalimat mantan gGubernur California Arnold Schwarzenegger yang terkenal yakni "I'll be back".

Sebelum menyampaikan pidatonya di ratusan hadirin yang hadir dalam US-ABC yang dilaksanakan di Ballroom Hotel St. Regis, San Fransisco, California, AS, Rabu pagi waktu setempat atau Rabu malam waktu Jakarta,Presiden Jokowi mengaku kedatangannya kali ini ke Amerika Serikat (AS) adalah untuk yang kedua kalinya setelah menjabat sebagai Presiden.

Dalam kunjungannya ke AS akhir tahun lalu, Presiden harus bergegas kembali ke Tanah Air karena bencana asap akibat kebakaran hutan sehingga memotong agenda yang seharusnya ke San Fransisco.

"Walau tergesa-gesa kembali, saat itu saya sampaikan, sebagaimana dikatakan mantan gubernur California Arnold Schwarzenegger yang terkenal `I'll be back". Dan sampailah saya di sini," kata Presiden seraya tersenyum.

Sebagai rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Amerika Serikat (AS), Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kunci (keynote speech) pada acara US-ABC.

Kelakar "I'll be back" itu disampaikan Presiden di awal pidatonya dan disambut tawa serta tepuk tangan hadirin.

Selanjutnya, Presiden menyampaikan berbagai isu termasuk kondisi ekonomi Indonesia yang membuatnya berbangga.

"Saat pasar modal di Tiongkok menurun drastis, saat pasar modal di AS mengalami penurunan, dan saat harga minyak mentah anjlok di pasaran, tapi rupiah relatif stabil, dan pasar modal Indonesia hanya sedikit mengalami penurunan," katanya.

Bahkan PDB kuartal IV 2015 Indonesia bisa mencapai 5,03 persen, melampaui perkiraan lembaga-lembaga keuangan.

Jokowi tetap optimistis

Presiden menyampaikan bahwa ini bisa jadi merupakan buah dari kerja yang telah dilakukan Indonesia, seperti konsolidasi politik, "reshuffle" kabinet dengan memasukkan lebih banyak teknokrat dan profesional serta membangun infrastruktur.

"Secara keseluruhan, saya masih optimistis, Indonesia telah mencapai tataran stabilisasi ekonomi, ujar Presiden.

Namun Presiden menyatakan bahwa hal itu semua belum cukup karena masih banyak yang harus dilakukan sebagai langkah pembenahan di Indonesia.

Di antaranya adalah penyederhanaan serta pembenahan perizinan, peraturan yang tumpang tindih, termasuk deregulasi Daftar Negatif Investasi.

"Kami terus melakukan perbaikan, kami terus lakukan reform, yang kami lakukan di Indonesia adalah supply-side reforms," kata Presiden.

Konsep ini pertama diperkenalkan oleh Ronald Reagan saat menjabat sebagai gubernur negara bagian California yang bersama-sama dengan perdana menteri Inggris waktu itu, Margareth Thatcher, yang memberlakukan deregulasi ekonomi Inggris dan AS.

"Saat ini, kita harus memberlakukan kebijakan yang sama di 'emerging markets', yakni membebaskan bisnis dan industri dari Undang-undang dan peraturan yang berlebihan," ucap Presiden.

Sejak awal tahun ini, menurut Presiden, perekonomian global mengalami perlambatan.

Banyak "emerging market" mengalami penurunan kinerja perekonomian dan banyak yang mengkhawatirkan kondisi ini akan berdampak pada ekonomi negara maju.

Dalam kondisi ini, Presiden menilai bahwa bank-bank sentral di seluruh dunia memang harus menyediakan likuiditas yang diperlukan namun, lanjut Presiden, pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia tidak boleh menunda tindakan-tindakan nyata dan aksi mendasar.

Reformasi struktural, investasi jangka panjang yang tidak berfokus pada langkah-langkah jangka pendek yang populis merupakan tindakan yang seharusnya diambil dan ini membutuhkan waktu.

"Saya yakin tidak ada jalan pintas. Zamannya sudah berbeda jika dibandingkan dengan era Bapak Reagan dan Ibu Thatcher," kata Presiden.

Lebih lanjut Presiden mengatakan pada era mereka, ancamannya adalah deflasi dan pada era mereka kesalahan yang terjadi ialah pemungutan pajak yang berlebihan.

"Kini kesalahannya ialah kurangnya pemungutan pajak, khususnya pada 'emerging markets'. Di banyak negara kebijakan fiskal yang buruk akan membuat negara kehilangan sumber daya yang dibutuhkan untuk investasi masa depan, anak anak kita, anak muda kita, dan infrastruktur kita," katanya.

Presiden Jokowi menyampaikan pidatonya dalam bahasa Inggris dan mendapatkan sambutan yang antusias dari publik yang hadir.(*)