KPK Periksa 50 Pegawai Pemkab Bangkalan

id KPK Periksa 50 Pegawai Pemkab Bangkalan

Bangkalan, (Antara) - Tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan kepada 50 orang pegawai di lingkungan Pemkab Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Senin, terkait kasus suap gas dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan Bupati Bangkalan RKH Fuad Amin Imron. "Pemeriksaan digelar di Mapolres Bangkalan dengan meminjam tempat di sini (sejumlah ruangan di Pemkab Bangkalan)," kata Kapolres Bangkalan AKBP Soelistijono. Ruangan Pemkab Bangkalan yang digunakan pemeriksaan itu antara lain Ruang K3I, Ruang Serbaguna dan sejumlah ruangan kepala bagian. Ke-50 orang pegawai di lingkungan Pemkab Bangkalan itu diperiksa tim penyidik KPK secara bergantian, sehingga mereka pun masuk ruang pemeriksaan secara bergantian. "Ada 50 orang yang diperiksa hari ini," kata petugas yang mengamankan pemeriksaan pegawai Pemkab Bangkalan oleh tim penyidik KPK itu. Pemeriksaan hari Senin (30/3) merupakan hari pertama, karena sesuai dengan rencana akan berlangsung selama dua hari. Pada hari kedua (31/3), tim penyidik mengagendakan memeriksa sebanyak 62 orang. Dengan demikian, total pegawai di lingkungan Pemkab Bangkalan yang diagendakan diperiksa KPK sebanyak 112 orang. Para pegawai itu diduga yang pernah berhubungan, baik langsung ataupun tidak langsung, dengan mantan Bupati Bangkalan RKH Fuad Amin Imron yang kini menjadi tersangka kasus suap migas dan tindak pidana pencucian uang. Salah seorang tim penyidik KPK menjelaskan pemeriksaan secara serentak ini dilakukan, karena berkas penyidikan hendak dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secepatnya. Pada pemeriksaan pertama, kali ini, terlihat juga sejumlah pejabat teras di lingkungan Pemkab Bangkalan. Salah satunya, Sekretaris Daerah Kabupaten Bangkalan, Eddy Moeljoni. Kasus suap Fuad Amin terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono pada 1 Desember 2014. Selanjutnya pada Selasa 2 Desember 2014, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan. Fuad Amin saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO). Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan. Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemukan fakta bahwa instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun. Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Berdasar PJBG tersebut, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura. Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS akibatnya, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS. Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU PEmberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. Sementara itu, dalam kasus TPPU, Fuad Amin disangkakan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. Ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Tersangka lain adalah Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta. (*/jno)

Pewarta :
Editor: Antara Sumbar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.