Padang (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Manusia (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) menangani 17 kejadian konflik atau interaksi negatif satwa dengan manusia di sejumlah daerah.

"Selama kurun waktu Januari hingga 18 Juli 2025 kami menangani 17 interaksi negatif antara satwa dengan manusia," kata Kepala BKSDA Sumbar Hartono di Kota Padang, Senin.

Hartono mengatakan setiap satwa yang berkonflik dengan masyarakat tersebut langsung diatasi oleh petugas yang kemudian dilepasliarkan ke habitat aslinya. Namun, sebelum itu diperiksa tim medis BKSDA terlebih dahulu untuk memastikan kondisi kesehatan satwa.

Apabila satwa yang berkonflik tidak layak untuk dilepasliarkan misalnya karena sudah terlalu lama dipelihara oleh masyarakat, maka BKSDA melakukan tahapan rehabilitasi hingga sifat liar hewan itu kembali seperti semula. Hal ini penting dilakukan guna memastikan satwa bisa bertahan di habitat asli setelah menjalani masa rehabilitasi.

"Jadi, tim medis akan memeriksa kesehatan satwa dulu untuk memastikan apakah bisa dilepasliarkan atau tidak," kata Hartono.

Ia menyebutkan dari 17 kejadian konflik tersebut 10 di antaranya melibatkan harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae). Sisanya merupakan kucing mas (Caracal aurata), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus), dan macan dahan (Neofelis nebulosa).

Menurut dia, ada banyak faktor bisa menyebabkan seekor satwa keluar dari habitat alaminya ke permukiman warga, di antaranya menipisnya ketersediaan bahan makanan, perburuan liar, perusakan atau pembukaan kawasan hutan secara ilegal.

"Munculnya satwa ke permukiman warga juga bisa disebabkan oleh adanya semacam pancingan tidak langsung oleh masyarakat. Sebagai contoh, sisa-sisa makanan berupa daging yang dibuang ke aliran sungai sehingga tercium dan merangsang satwa tertentu untuk mencarinya," kata dia.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BKSDA Sumbar tangani 17 kejadian konflik satwa dengan manusia

Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Syarif Abdullah
Copyright © ANTARA 2025