Jakarta, (Antara) - Kementerian Dalam Negeri tidak ingin gegabah dan secara mudah memberikan nomor induk kependudukan (NIK) kepada 13,9 juta pemilih yang menurut Komisi Pemilihan Umum nihil. "Memberikan NIK yang belum ada di DP4 (daftar penduduk potensial pemilih pemilu) itu gampang secara sistem, tapi syarat pemberian NIK itu harus ada kepastian apakah orang itu benar-benar ada atau tidak," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Irman dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis malam. Pemberian NIK kepada penduduk yang tidak nyata keberadaannya atau salah keterangan elemen datanya merupakan pelanggaran pidana, kata Irman. "Kalau kami terlanjur memberikan NIK tapi tidak ada orangnya, itu akan menjadi pelanggaran pidana bagi kami. Atau kami berikan NIK tapi ternyata nama, tanggal lahirnya salah itu juga termasuk pidana menurut UU Nomor 23 Tahun 2006," jelas dia. Oleh karena itu, pihaknya meminta KPU betul-betul mencermati kembali bahwa angka 13,9 juta pemilih tersebut benar-benar ada di lapangan dan berhak sebagai pemilih untuk Pemilu 2014. "Kami menyarankan KPU masih perlu melakukan pencermatan. Jangan sampai ada orang yang berhak memilih tetapi tidak masuk DPT, juga jangan sampai ada orang yang tidak berhak memilih malah masuk DPT," jelasnya. Sebelumnya, KPU menemukan sedikitnya 14 juta pemilih, dari 186 juta daftar pemilih tetap (DPT), tidak memiliki NIK dan meminta bantuan kepada Kemendagri untuk diberikan NIK karena sebanyak penduduk tersebut berhak memilih. Kenihilan NIK pada jumlah pemilih tersebut diperoleh setelah dilakukan pemutakhiran oleh KPU berdasarkan data DP4. "Dulu, ketika pemutakhiran, ada daerah yang tidak mempunyai akses cukup baik terhadap Sidalih sehingga harus bekerja di luar sistem. Begitu diunggah ternyata formatnya tidak sesuai sehingga NIK-nya ada yang tertinggal (tidak terekam di Sidalih)," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Permasalahan terhadap pemilih tersebut tidak hanya pada kenihilan NIK, tetapi ada juga yang tidak memiliki nomor kartu keluarga (NKK) serta jumlah angka NIK kurang dari 16 digit. "Jumlah itu kombinasi dari persoalan-persoalan itu, oleh karena itu kami mencari padanannya dan ketemu angka tujuh juta yang sudah menjadi data bersih dari kami. Sisanya, kami perlu bantuan Pemerintah, kalau bisa dibantu untuk diberikan NIK," ujar Hadar. (*/jno)

Pewarta : 172
Editor :
Copyright © ANTARA 2025