Padang (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih mendalami kasus polisi tembak polisi yang terjadi pada Jumat (22/11/2024) di kawasan Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.

"Sampai hari ini Komnas HAM masih mendalami kasus ini, dan belum menemukan hubungan yang kuat dari peristiwa ini," kata Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Sumbar Sultanul di Padang, Rabu.

Sultanul mengatakan beberapa hal yang ditelusuri Komnas HAM ialah kepemilikan alat berat yang beroperasi di kawasan yang diduga sebagai tambang ilegal pasar dan batu.

Termasuk pula apakah ada pihak atau dinas yang sengaja mengeluarkan izin atau sengaja membiarkan aktivitas tambang ilegal hingga alur distribusi pemilik alat berat mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) untuk mengoperasikan alat berat.

"Kita akan telusuri apakah ada izin atau tidak, dari mana mereka mendapatkan BBM untuk mengoperasikan alat berat dan hal lainnya," kata Sultanul.

Ia mengatakan hingga saat ini Komnas HAM belum bisa memastikan siapa saja pemilik atau pihak-pihak yang terlibat langsung dari aktivitas penambangan yang menyebabkan seorang perwira polisi meregang nyawa.

"Kita belum sampai menelusuri siapa yang di belakang aktivitas tambang ini," ujarnya.

Penembakan anggota Polri di Polres Solok Selatan tersebut diduga karena pelaku yakni Dadang Iskandar tidak senang terhadap korban (Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar) yang menangkap seseorang terkait kasus tambang pasir dan batu ilegal di Kabupaten Solok Selatan.

Pada saat kejadian pelaku menjabat sebagai Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan. Sementara Kompol Anumerta Ulil menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Solok Selatan.


Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2025