Jakarta (ANTARA) - Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat dengar pendapat dengan tiga lembaga, yakni Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Indonesian Parliamentary Center, dan Komisi Nasional Perempuan, untuk mendengarkan masukan dalam menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Iman Sukri mengatakan bahwa saat ini regulasi di Indonesia terlalu banyak undang-undangnya sehingga perlu ada lembaga yang benar-benar paham mengenai regulasi guna menahan hal tersebut.
"Bahwa regulasi di Indonesia ini terlalu banyak, undang-undangnya terlalu over, kemudian soal monitoring legislasi juga tak berjalan," kata Iman saat memimpin rapat tersebut di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan ada aspirasi untuk dimunculkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Persepakbolaan. RUU tersebut terlalu teknis dan seharusnya urusan sepak bolah masuk menjadi cabang dari RUU Olahraga.
"Ada ribuan, bahkan ada legislasi yang perlu dikaji ulang," kata Iman.
Menurut ia, ketiga lembaga yang mengikuti rapat dengar pendapat bersama Baleg DPR RI itu sudah mengusulkan sejumlah RUU untuk menjadi prioritas pada Prolegnas DPR RI periode 2024–2029.
Dalam paparannya, Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandi mengatakan saat ini Indonesia mengalami hiper-regulasi atau banyaknya regulasi.
Menurut dia, salah satu kendala dalam implementasi pembangunan itu karena ruwetnya regulasi, khususnya pada peraturan menteri.
"Kalau selama ini kita mendalilkan bahwa segala permasalahan itu harus diselesaikan dengan peraturan maka sesungguhnya pihak yang pertama kali kesulitan atau kewalahan itu justru pemerintah," kata Ronald.
Menurutnya, hal itu pun perlu dipikirkan agar tidak terjadi hiper-regulasi melalui RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa perencanaan pembangunan juga sering tidak sinkron dengan perencanaan legislasi.
PSHK mengusulkan agar DPR memasukkan empat RUU untuk menjadi prioritas pada tahun 2025, yakni RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, RUU Hukum Masyarakat Adat, RUU Perkumpulan, dan RUU Perampasan Aset.
Sementara itu, Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi mengatakan ada dua RUU yang diusulkan kepada Baleg DPR RI, yaitu RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan RUU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
IPC juga mendorong DPR RI membahas lima RUU lainnya, yakni RUU Keadilan Iklim, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan, RUU Pengadaan Baran dan Jasa, RUU Keterbukaan Informasi Publik, dan RUU Masyarakat Adat.
Sedangkan Komnas Perempuan mengusulkan agar DPR membahas sekitar 16 RUU untuk periode 2024–2029. RUU yang paling pertama disinggung oKomnas Perempuan adalah RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Baleg DPR rapat dengan tiga lembaga dengar masukan soal legislasi
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Iman Sukri mengatakan bahwa saat ini regulasi di Indonesia terlalu banyak undang-undangnya sehingga perlu ada lembaga yang benar-benar paham mengenai regulasi guna menahan hal tersebut.
"Bahwa regulasi di Indonesia ini terlalu banyak, undang-undangnya terlalu over, kemudian soal monitoring legislasi juga tak berjalan," kata Iman saat memimpin rapat tersebut di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan ada aspirasi untuk dimunculkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Persepakbolaan. RUU tersebut terlalu teknis dan seharusnya urusan sepak bolah masuk menjadi cabang dari RUU Olahraga.
"Ada ribuan, bahkan ada legislasi yang perlu dikaji ulang," kata Iman.
Menurut ia, ketiga lembaga yang mengikuti rapat dengar pendapat bersama Baleg DPR RI itu sudah mengusulkan sejumlah RUU untuk menjadi prioritas pada Prolegnas DPR RI periode 2024–2029.
Dalam paparannya, Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandi mengatakan saat ini Indonesia mengalami hiper-regulasi atau banyaknya regulasi.
Menurut dia, salah satu kendala dalam implementasi pembangunan itu karena ruwetnya regulasi, khususnya pada peraturan menteri.
"Kalau selama ini kita mendalilkan bahwa segala permasalahan itu harus diselesaikan dengan peraturan maka sesungguhnya pihak yang pertama kali kesulitan atau kewalahan itu justru pemerintah," kata Ronald.
Menurutnya, hal itu pun perlu dipikirkan agar tidak terjadi hiper-regulasi melalui RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa perencanaan pembangunan juga sering tidak sinkron dengan perencanaan legislasi.
PSHK mengusulkan agar DPR memasukkan empat RUU untuk menjadi prioritas pada tahun 2025, yakni RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, RUU Hukum Masyarakat Adat, RUU Perkumpulan, dan RUU Perampasan Aset.
Sementara itu, Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi mengatakan ada dua RUU yang diusulkan kepada Baleg DPR RI, yaitu RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan RUU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
IPC juga mendorong DPR RI membahas lima RUU lainnya, yakni RUU Keadilan Iklim, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan, RUU Pengadaan Baran dan Jasa, RUU Keterbukaan Informasi Publik, dan RUU Masyarakat Adat.
Sedangkan Komnas Perempuan mengusulkan agar DPR membahas sekitar 16 RUU untuk periode 2024–2029. RUU yang paling pertama disinggung oKomnas Perempuan adalah RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Baleg DPR rapat dengan tiga lembaga dengar masukan soal legislasi