Padang (ANTARA) -
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat (Sumbar) meminta agar majelis hakim menolak keberatan (eksepsi) dari para terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat praktik di Dinas Pendidikan Sumbar.
Hal itu dikatakan Jaksa dalam sidang yang digelar di Padang pada Kamis (18/10), dengan agenda membacakan tanggapan terhadap eksepsi ketujuh terdakwa.
"Mohon agar majelis hakim menolak eksepsi yang dibacakan oleh para terdakwa karena masuk ke dalam materi pokok perkara," kata JPU Irisan Nadeja Cs di Padang.
Pihaknya menegaskan bahwa surat dakwaan yang dibuat sudah sesuai dengan ketentuan KUHAPidana, dan telah menguraikan peristiwa yang terjadi secara terang.
"Surat dakwaan sudah dibuat secara cermat, jelas dan lengkap. Sehingga eksepsi dari pihak terdakwa harus ditolak," katanya.
Pihaknya berharap majelis hakim menyatakan menolak eksepsi dari para terdakwa itu, lalu melanjutkan sidang atas perkara yang disebutntelah merugikan keuangan negara mencapai Rp5,5 miliar.
Setelah mendengarkan eksepsi dari para terdakwa yang didampingi penasehat hukum masing-masing, majelis hakim kemudian menutup sidang untuk dilanjutkan pada Selasa mendatang dengan agenda pembacaan putusan sela.
Pada bagian lain, dalam sidang itu JPU menghdirkan tujuh terdakwa secara langsung ke hadapan pengadilan.
Mereka adalah rekanan yakni terdakwa Syafrudin (Direktur CV Inovasi Global), Erika (Direktur CV Bunga Tridara), Suherwin (Wakil Direktur CV Bunga Tridara).
Kemudian Aparatur Sipil Negara pada Dinas Pendidikan Sumbar yaitu Raymon yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan SMK sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Rusli Ardion selaku Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK).
Lalu Syaiful Abrar (Guru SMK), dan Doni Rahmat Samulo selaku mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pemerintah provinsi Sumbar.
Jaksa mendakwa mereka dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian subsider melanggar pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 yang sama, Juncto (Jo) pasal 18, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaan sebelumnya, Jaksa menjelaskan bahwa perkara itu berawal ketika Dinas Pendidikan Sumbar melaksanakan pengadaan peralatan praktik utama untuk siswa SMK di provinsi setempat pada 2021.
Anggaran bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan pagu anggaran sebesar Rp18,072 miliar.
Pengadaan terbagi dalam empat paket pengadaan yakni pengadaan untuk sektor industri, kedua sektor ketahanan pangan, ketiga kemaritiman, dan terkahir untuk sektor pariwisata.
Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proses tender tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undnagan.
Dalam pekerjaan itu sebenarnya sudah ada pelaksanaan tender di awal yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) V hingga ditentukan perusahaan pemenang.
Hanya saja hasil tender itu kemudian dibatalkan untuk diulang kembali, Pokja V malah diganti dengan Pokja VII yang ditunjuk untuk menangani proyek.
Diduga dalam proses tender itu telah terjadi "persekongkolan" atau manipulasi antara para terdakwa sehingga proyek akhirnya dimenangkan oleh perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Syaiful Abrar ke terdakwa lainnya.
Terdakwa Syaiful Abrar yang merupakan guru SMK meminjam perusahaan CV Inovasi Global, CV Bunga Tridara, PT Indotek Sentral Karya, dan CV Sikabaluan Jaya untuk mengikuti tender.
Akibatnya jaksa mendakwa perbuatan para terdakwa itu telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian negara.
Dalam proses penyidikan, salah satu terdakwa yakni Syafruddin telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan sebesar Rp60 juta sebagai barang bukti.
Jaksa mendakwa akibat perbuatan para terdakwa itu keuangan negara telah mengalami kerugian sebesar Rp5.522.079.927.