Padang (ANTARA) - Guna mencegah dan menjamin kelayakan sebuah bangunan, setiap sarjana keteknikan harus memiliki sertifikat keinsinyuran .

“Sekarang sudah berlaku undang-undang nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran, di bidang keteknikan, namun sebagian masyarakat kita belum tahu tentang itu. Padahal dalam undang-undang tersebut mengatakan jika ada kelalaian, dan tidak patuh terhadap standar, maka itu dikatakan malapraktik,” kata Ketua Pengurus Wilayah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Sumatera Barat, Nasirman Chan di Padang, Kamis.

Nasirman menambahkan agar tidak terjadi malapraktik dalam hal pembangunan, perlu dibangun aturan diikuti dengan standar keteknikan yang ada, sehingga orang yang bekerja di bidang keteknikan terjamin, dan hasil kerjanya berupa bangunan juga terjamin dan layik fungsinya.

“Banyak insinyur bekerja di pemerintahan namun belum semua yang paham dengan sertifikasi, sehingga perlu diberikan sosialisasi sehingga mereka paham, untuk bekerja di bidang keteknikan harus memiliki lisensi atau izin praktek bekerja,” lanjutnya.

Secara rinci Nasirman belum bisa menyebutkan berapa jumlah sarjana pertanian dan teknik yang bekerja di Sumatera Barat. Namun dalam komunitas PII wilayah Sumbar terdata sebanyak 2.294 anggota, di mana dari jumlah tersebut, yang memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) baru 640 anggota. 

“Baru sedikit yang memiliki registrasi, sehingga banyak sarjana teknik yang belum memiliki STRI, dan perlu diberikan sosialisasi kepada masyarakat, agar diketahui komunitas keahlian lainnya, sehingga ke depannya mereka bisa mengikuti sertifikasi dan lisensi, sehingga memiliki izin praktek di bidang keinsinyuran,” jelasnya.

Untuk melaksanakan sosialisasi sertifikasi keinsinyuran tersebut, PPI wilayah Sumbar menggandeng Universitas Negeri Padang (UNP), sebagai salah satu perguruan tinggi di Sumbar yang banyak mencetak lulusan sarjana teknik.

“Perguruan tinggi merupakan salah satu yang mencetak calon insinyur,  tentunya juga memberikan edukasi kepada mahasiswa fakultas teknik, pertanian, perikanan, kelautan, peternakan dan lain-lain, sehingga ke depan ini lebih tersosialisasi dan dikenal,” sebutnya.

Ia melanjutkan sanksi hukum bagi sarjana teknik yang tidak memiliki sertifikasi dan melakukan kelalaian dalam pekerjaan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2019 tentang Keinsinyuran adalah penjara. 

“Bagi orang yang berpraktek di bidang keinsinyuran tapi tidak memiliki sertifikat, itu sanksi hukumannya dua tahun. Sedangkan bagi orang yang berpraktek di bidang keinsinyuran menyebabkan orang lain celaka, maka itu sanksinya 10 tahun,” sebutnya.

Sementara itu Rektor UNP Krismadinata mengatakan UNP sebagai kampus yang memiliki lulusan sarjana teknik, sehingga lulusan teknik UNP dapat bekerja secara profesional sesuai kompetensinya, lulusan teknik juga harus memiliki lisensi. 

“Ke depan universitas harus bekerja sama dan melakukan sinkronisasi dengan PPI atau lembaga lainnya, agar lulusan teknik di UNP memiliki lisensi keinsinyuran,”katanya.

Krismadinata menyebutkan saat ini UNP memilik 5.300 mahasiswa di bidang teknik , dengan rata-rata setahun setidaknya ada 1.000 lulusan teknik di UNP mulai dari D3 hingga S3, sedangkan yang fresh graduate ada sekitar 500 lulusan tiap tahun.

“Saat ini UNP tengah menyiapkan program pendidikan profesi insinyur, dimana setiap orang yang bergerak di bidang insinyur dan keteknikan itu harus tersertifikasi dan ikut program sertifikasi insinyur,” sebutnya.   

Nantinya konsep pendidikan profesi insinyur tersebut tidak hanya diajar oleh dosen akademik, tapi juga melibatkan kawan-kawan dari insinyur dan PPi.

“Jadi yang dilakukan UNP ke depan ialah  sarjana pendidikan profesi insinyur ini melibatkan berbagai pihak, yang berhubungan dengan insinyur, sehingga menghasilkan lulusan yang profesional,” katanya.

Pewarta : Melani Friati
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024