IKN (ANTARA) - Kereta atau bus gandeng?
Pertanyaan tersebut acapkali terucap ketika kereta tanpa rel yang akan beroperasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) menuai sorotan. Terlebih, kereta itu terlihat memiliki roda-roda karet yang bergulir di bawahnya.
Alhasil, autonomous rail rapid transit atau ART menjadi lebih mirip dengan bus gandeng dibandingkan kereta. Ambiguitas penyebutan itu dapat dipahami, sebab kehadiran ART merupakan hal yang baru bagi Indonesia.
Ihwal kerancuan wujud ART—apakah tepat bila dikatakan kereta atau justru lebih cocok disebut bus gandeng, Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN Mohammed Ali Berawi menilai hal tersebut bukanlah permasalahan krusial.
Ali seolah mengambil jalan tengah dengan mengatakan ART merupakan gabungan dari kedua moda transportasi darat tersebut. ART memiliki karakter yang sama dengan bus dalam hal penggunaan ban karet dan pergerakannya di jalan tanpa memerlukan rel, sebagaimana yang dibutuhkan oleh kereta.
Di sisi lain, ART juga mengadopsi karakter kereta, yakni kepatuhan ART untuk melintasi jalur yang telah didesain untuk moda tersebut, serta kemampuannya untuk bergerak bidirectional atau dua arah, depan dan belakang. Kemampuan bidirectional tersebut ditandai dengan keberadaan ruang kemudi di ujung paling depan maupun di ujung paling belakang ART.
Masyarakat sebaiknya lebih fokus pada fungsi moda transportasi terbaru di Indonesia itu, alih-alih sibuk mendebat apakah ART merupakan kereta atau bus gandeng.
Uji coba ART
Menjelang perayaan HUT Ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara, sejumlah pejabat tinggi negara ikut melakukan uji coba ART secara langsung.
Dari jajaran menteri, sosok pertama yang menguji keandalan ART adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Uji coba ART menempati agenda teratas ketika dirinya melakukan peninjauan kesiapan infrastruktur IKN.
Kala itu, Minggu (11/8), merupakan kali pertama bagi ART meninggalkan Sumbu Kebangsaan Timur dan mengaspal di Sumbu Kebangsaan Barat. Mungkin, hal inilah yang menyebabkan perjalanan ART memakan cukup banyak waktu untuk tiba di tempat Basuki menanti.
Di bawah terik sinar Matahari IKN, entitas yang sama sekali tak segan membakar kulit siapa pun dalam jangkauannya, Basuki dengan sabar menunggu kedatangan ART.
Ia berdiri di tengah jalan tanpa mengeluarkan keluhan barang sepatah kata pun sejak pukul 09.27 WITA.
Sembari menanti, Basuki menjelaskan kesiapan infrastruktur jalan pendukung operasional ART, salah satunya terkait empat halte penjemputan untuk melayani tamu kenegaraan atau masyarakat yang akan menghadiri perayaan HUT Ke-79 RI di Istana Negara IKN.
Hingga akhirnya, pada 09.50 WITA, ART membelah fatamorgana yang tercipta di atas aspal Sumbu Kebangsaan Barat, dan berhenti di sisi Basuki.
Udara dingin lekas menyembur keluar saat pintu ART terbuka. Selangkah memasuki ART, penumpang akan menemukan mesin tap on bus untuk memfasilitasi pembayaran cashless atau nontunai.
Dalam satu gerbong, terdapat 16 kursi dan 28 gantungan/pegangan tangan (handle) yang dapat digunakan oleh penumpang ART. Akan tetapi, bukannya diam di gerbong penumpang, Basuki justru mengambil posisi di ruang kemudi, tepatnya di belakang pengemudi.
Sebagai catatan, meskipun ART dirancang untuk beroperasi tanpa pengemudi dan hanya memanfaatkan marka jalan yang telah didesain khusus, ART akan dioperasikan secara manual dalam periode uji coba yang berlangsung pada Agustus–Oktober 2024.
Pengoperasian manual tersebut dibutuhkan oleh ART untuk mempelajari rute dan marka jalan, sebelum beroperasi secara otomatis.
Dalam ruang kemudi, terdapat panel dengan sejumlah konsol yang mengendalikan operasional ART. Selain itu, juga terdapat layar yang menunjukkan situasi di luar ART, serta indikator baterai. Ketika baterai terisi penuh, ART dapat menempuh jarak sejauh 70 km.
Uji coba ART oleh Basuki berjalan mulus. Kelancaran tersebut ditandai dengan kembalinya ART ke Sumbu Kebangsaan Barat tanpa mengalami permasalahan.
Selain Basuki, pejabat negara lainnya yang turut mencoba ART adalah Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan Presiden RI Joko Widodo.
Presiden Jokowi turun langsung ke lapangan untuk turut menguji keandalan ART. Langkah tersebut merupakan upaya Jokowi dalam memastikan kelancaran operasional ART yang akan mengangkut tamu kenegaraan pada perayaan HUT Ke-79 RI di Istana Negara.
Selepas melakukan uji coba, Jokowi menyampaikan angannya untuk mewujudkan transportasi massal berbasis energi hijau di IKN. ART adalah salah satu model transportasi massal yang Jokowi inginkan.
“Selain murah, energinya hijau,” ucapnya.
Presiden menjelaskan lebih lanjut mengapa investasi untuk ART tergolong murah. Untuk membeli satu set ART yang terdiri atas tiga gerbong, negara membutuhkan anggaran Rp74 miliar tanpa perlu membuat infrastruktur penunjang, seperti rel kereta.
Apabila dibandingkan dengan pembangunan MRT, Jokowi memperkirakan anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp2,3 triliun per kilometer. Di sisi lain, pembangunan LRT memakan anggaran Rp700 miliar per kilometer.
Oleh karena itu, Jokowi menilai ART merupakan transportasi massal yang ideal untuk kota ramah lingkungan.
Kendala implementasi ART
Meskipun ART memiliki berbagai keunggulan, terdapat sejumlah kendala yang menghambat ART menjadi solusi transportasi umum di daerah lainnya.
Pengoperasian ART membutuhkan jalan yang lapang. Jokowi pun mengakui bahwa kebutuhan itulah yang menyebabkan sulitnya ART diimplementasikan di kota-kota besar lainnya.
Lebar jalan yang dilewati ART di IKN sekitar 23 meter dan dibagi jadi enam jalur.
Padahal, kota-kota lain membutuhkan transportasi massal berbasis energi hijau, seperti Surabaya, Makassar, Medan, serta Bandung. Bagi Jokowi, kota-kota tersebutlah yang paling membutuhkan ART.
Sayangnya, sebagian besar jalan di Indonesia kurang lebar sehingga tidak semua kota bisa menggunakan ART.
Selain kondisi jalan yang tidak memungkinkan diterapkan di semua kota, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno juga menyoroti persoalan regulasi yang belum mengatur perihal ART.
Meskipun secara teknis dapat dioperasikan, ART tidak disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu jenis moda transportasi.
Absennya ART dalam hukum positif Indonesia menjadikan pengoperasian ART tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Dengan demikian, apabila Pemerintah ingin secara resmi mengoperasikan ART di Indonesia, terdapat dua opsi yang dapat dipilih oleh pemerintah.
Pilihan pertama, yakni menyesuaikan peraturan perundang-undangan untuk memberi landasan hukum yang jelas terkait pengoperasian ART. Untuk menempuh jalur ini, Pemerintah harus memiliki komitmen politik yang tinggi dan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan peraturan perundang-undangannya.
Opsi kedua, yakni menyesuaikan teknologi ART dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Hukum positif paling dekat, yang Djoko nilai dapat memenuhi kebutuhan ART akan landasan hukum, adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Menurut dia, jenis kereta trem merupakan wujud yang paling dekat dengan ART.
Oleh karena itu, opsi kedua merupakan pilihan yang paling masuk akal agar ART dapat segera beroperasi di Indonesia.
Meskipun demikian, untuk saat ini, ia menilai sudah tepat ART diujicobakan di IKN guna menilai kecocokan ART dengan konsep kota hijau dan kota pintar.
Tak dapat disangkal, kehadiran ART merupakan hal yang baru bagi Indonesia.
Kesiapan regulasi, kesesuaian infrastruktur, serta aspek sosial-budaya masyarakat merupakan pekerjaan selanjutnya bagi pemerintah ke depannya apabila betul-betul ingin menerapkan ART di Indonesia, bukan hanya di IKN.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: ART, moda transportasi anyar untuk ibu kota baru
Pertanyaan tersebut acapkali terucap ketika kereta tanpa rel yang akan beroperasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) menuai sorotan. Terlebih, kereta itu terlihat memiliki roda-roda karet yang bergulir di bawahnya.
Alhasil, autonomous rail rapid transit atau ART menjadi lebih mirip dengan bus gandeng dibandingkan kereta. Ambiguitas penyebutan itu dapat dipahami, sebab kehadiran ART merupakan hal yang baru bagi Indonesia.
Ihwal kerancuan wujud ART—apakah tepat bila dikatakan kereta atau justru lebih cocok disebut bus gandeng, Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN Mohammed Ali Berawi menilai hal tersebut bukanlah permasalahan krusial.
Ali seolah mengambil jalan tengah dengan mengatakan ART merupakan gabungan dari kedua moda transportasi darat tersebut. ART memiliki karakter yang sama dengan bus dalam hal penggunaan ban karet dan pergerakannya di jalan tanpa memerlukan rel, sebagaimana yang dibutuhkan oleh kereta.
Di sisi lain, ART juga mengadopsi karakter kereta, yakni kepatuhan ART untuk melintasi jalur yang telah didesain untuk moda tersebut, serta kemampuannya untuk bergerak bidirectional atau dua arah, depan dan belakang. Kemampuan bidirectional tersebut ditandai dengan keberadaan ruang kemudi di ujung paling depan maupun di ujung paling belakang ART.
Masyarakat sebaiknya lebih fokus pada fungsi moda transportasi terbaru di Indonesia itu, alih-alih sibuk mendebat apakah ART merupakan kereta atau bus gandeng.
Uji coba ART
Menjelang perayaan HUT Ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara, sejumlah pejabat tinggi negara ikut melakukan uji coba ART secara langsung.
Dari jajaran menteri, sosok pertama yang menguji keandalan ART adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Uji coba ART menempati agenda teratas ketika dirinya melakukan peninjauan kesiapan infrastruktur IKN.
Kala itu, Minggu (11/8), merupakan kali pertama bagi ART meninggalkan Sumbu Kebangsaan Timur dan mengaspal di Sumbu Kebangsaan Barat. Mungkin, hal inilah yang menyebabkan perjalanan ART memakan cukup banyak waktu untuk tiba di tempat Basuki menanti.
Di bawah terik sinar Matahari IKN, entitas yang sama sekali tak segan membakar kulit siapa pun dalam jangkauannya, Basuki dengan sabar menunggu kedatangan ART.
Ia berdiri di tengah jalan tanpa mengeluarkan keluhan barang sepatah kata pun sejak pukul 09.27 WITA.
Sembari menanti, Basuki menjelaskan kesiapan infrastruktur jalan pendukung operasional ART, salah satunya terkait empat halte penjemputan untuk melayani tamu kenegaraan atau masyarakat yang akan menghadiri perayaan HUT Ke-79 RI di Istana Negara IKN.
Hingga akhirnya, pada 09.50 WITA, ART membelah fatamorgana yang tercipta di atas aspal Sumbu Kebangsaan Barat, dan berhenti di sisi Basuki.
Udara dingin lekas menyembur keluar saat pintu ART terbuka. Selangkah memasuki ART, penumpang akan menemukan mesin tap on bus untuk memfasilitasi pembayaran cashless atau nontunai.
Dalam satu gerbong, terdapat 16 kursi dan 28 gantungan/pegangan tangan (handle) yang dapat digunakan oleh penumpang ART. Akan tetapi, bukannya diam di gerbong penumpang, Basuki justru mengambil posisi di ruang kemudi, tepatnya di belakang pengemudi.
Sebagai catatan, meskipun ART dirancang untuk beroperasi tanpa pengemudi dan hanya memanfaatkan marka jalan yang telah didesain khusus, ART akan dioperasikan secara manual dalam periode uji coba yang berlangsung pada Agustus–Oktober 2024.
Pengoperasian manual tersebut dibutuhkan oleh ART untuk mempelajari rute dan marka jalan, sebelum beroperasi secara otomatis.
Dalam ruang kemudi, terdapat panel dengan sejumlah konsol yang mengendalikan operasional ART. Selain itu, juga terdapat layar yang menunjukkan situasi di luar ART, serta indikator baterai. Ketika baterai terisi penuh, ART dapat menempuh jarak sejauh 70 km.
Uji coba ART oleh Basuki berjalan mulus. Kelancaran tersebut ditandai dengan kembalinya ART ke Sumbu Kebangsaan Barat tanpa mengalami permasalahan.
Selain Basuki, pejabat negara lainnya yang turut mencoba ART adalah Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan Presiden RI Joko Widodo.
Presiden Jokowi turun langsung ke lapangan untuk turut menguji keandalan ART. Langkah tersebut merupakan upaya Jokowi dalam memastikan kelancaran operasional ART yang akan mengangkut tamu kenegaraan pada perayaan HUT Ke-79 RI di Istana Negara.
Selepas melakukan uji coba, Jokowi menyampaikan angannya untuk mewujudkan transportasi massal berbasis energi hijau di IKN. ART adalah salah satu model transportasi massal yang Jokowi inginkan.
“Selain murah, energinya hijau,” ucapnya.
Presiden menjelaskan lebih lanjut mengapa investasi untuk ART tergolong murah. Untuk membeli satu set ART yang terdiri atas tiga gerbong, negara membutuhkan anggaran Rp74 miliar tanpa perlu membuat infrastruktur penunjang, seperti rel kereta.
Apabila dibandingkan dengan pembangunan MRT, Jokowi memperkirakan anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp2,3 triliun per kilometer. Di sisi lain, pembangunan LRT memakan anggaran Rp700 miliar per kilometer.
Oleh karena itu, Jokowi menilai ART merupakan transportasi massal yang ideal untuk kota ramah lingkungan.
Kendala implementasi ART
Meskipun ART memiliki berbagai keunggulan, terdapat sejumlah kendala yang menghambat ART menjadi solusi transportasi umum di daerah lainnya.
Pengoperasian ART membutuhkan jalan yang lapang. Jokowi pun mengakui bahwa kebutuhan itulah yang menyebabkan sulitnya ART diimplementasikan di kota-kota besar lainnya.
Lebar jalan yang dilewati ART di IKN sekitar 23 meter dan dibagi jadi enam jalur.
Padahal, kota-kota lain membutuhkan transportasi massal berbasis energi hijau, seperti Surabaya, Makassar, Medan, serta Bandung. Bagi Jokowi, kota-kota tersebutlah yang paling membutuhkan ART.
Sayangnya, sebagian besar jalan di Indonesia kurang lebar sehingga tidak semua kota bisa menggunakan ART.
Selain kondisi jalan yang tidak memungkinkan diterapkan di semua kota, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno juga menyoroti persoalan regulasi yang belum mengatur perihal ART.
Meskipun secara teknis dapat dioperasikan, ART tidak disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu jenis moda transportasi.
Absennya ART dalam hukum positif Indonesia menjadikan pengoperasian ART tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Dengan demikian, apabila Pemerintah ingin secara resmi mengoperasikan ART di Indonesia, terdapat dua opsi yang dapat dipilih oleh pemerintah.
Pilihan pertama, yakni menyesuaikan peraturan perundang-undangan untuk memberi landasan hukum yang jelas terkait pengoperasian ART. Untuk menempuh jalur ini, Pemerintah harus memiliki komitmen politik yang tinggi dan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan peraturan perundang-undangannya.
Opsi kedua, yakni menyesuaikan teknologi ART dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Hukum positif paling dekat, yang Djoko nilai dapat memenuhi kebutuhan ART akan landasan hukum, adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Menurut dia, jenis kereta trem merupakan wujud yang paling dekat dengan ART.
Oleh karena itu, opsi kedua merupakan pilihan yang paling masuk akal agar ART dapat segera beroperasi di Indonesia.
Meskipun demikian, untuk saat ini, ia menilai sudah tepat ART diujicobakan di IKN guna menilai kecocokan ART dengan konsep kota hijau dan kota pintar.
Tak dapat disangkal, kehadiran ART merupakan hal yang baru bagi Indonesia.
Kesiapan regulasi, kesesuaian infrastruktur, serta aspek sosial-budaya masyarakat merupakan pekerjaan selanjutnya bagi pemerintah ke depannya apabila betul-betul ingin menerapkan ART di Indonesia, bukan hanya di IKN.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: ART, moda transportasi anyar untuk ibu kota baru