Padang (ANTARA) - Dedaunan pohon kayu putih varietas 71 bergoyang-goyang, meliuk mengikuti semilir angin yang turun dari puncak perbukitan seakan mengepung Nagari Tanjung Bonai Aur, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, menjelang akhir Juli 2024 yang panas.

Goyang dedaunan yang lembut, seperti gadis "rancak" yang tengah menari malu-malu. Menatapnya meliuk sambil menikmati alam Bukit Barisan yang ramah ditimpa nyanyian kicau burung, seakan berada di alam lamunan. Setiap kali daun-daun itu bergoyang, aroma wangi kayu putih memancar. Aromanya yang khas terasa lekat dalam hirupan. 

Nagari Tanjung Bonai Aur merupakan satu-satunya daerah yang memiliki hamparan kebun kayu putih seluas enam hektare. Kebun itu berada di lereng bukit yang biasa disebut dengan nama Bukik Godang oleh masyarakat sekitar. Letaknya sekitar tujuh kilometer dari area permukiman warga, bersebelahan dengan hamparan pohon karet yang pernah menjadi primadona di Sijunjung.

Agak ke atas, terdapat jejeran pinus yang terlihat estetik. Cocok dikembangkan menjadi area wisata minat khusus seperti tracking atau kemping. Sore hari menjelang senja, indahnya matahari terbenam akan menjadi suguhan yang sulit untuk ditolak. Apalagi sambil menyeruput segelas kopi. 

Karena letaknya di lereng bukit, akses menuju kebun kayu putih itu menjadi agak menantang. Lumayan curam dan masih berupa jalan tanah yang saat musim hujan akan menggeliat-geliat ketika diinjak.

Akses jalan seperti itu memang agak sulit untuk pengembangan wisata massal. Karena itu, wisata minat khusus bagi para pecinta alam menjadi pilihan yang paling logis. Jarak untuk tracking juga tidak terlalu jauh. Dari tujuh kilometer itu, sebagiannya bisa ditempuh dengan motor sehingga pecinta alam pemula tetap bisa menikmati tantangannya.

Sekretaris Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Tanjung Bonai Aur, Imra Junaidi bercerita tentang perjuangan mereka untuk membuka kebun itu. Perjuangan panjang yang dimulai dengan mimpi. Mimpi untuk mengubah nasib. Mimpi memajukan daerah. Mimpi yang hingga saat ini belum lagi selesai, masih berputar-putar dalam angan. Dalam harapan.

LPHN Tanjung Bonai Aur (TBA) mulai merintis untuk mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan Nagari (HPHN) melalui program Perhutanan Sosial sejak 2015. Dibimbing Dinas Kehutanan Sumbar melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Sijunjung, SK HPHN dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan keluar pada 2018 dengan SK Nomor SK.2708/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL0/4/2018 seluas 366 hektare.

Mendapatkan HPHN, hak legal untuk pengelolaan lahan hutan, tidak serta merta membuat LPHN TBA bisa langsung bekerja memanfaatkan lahan dalam kawasan hutan. HPHN ibarat sebuah kendaraan. Semua kebutuhan untuk berkendara sudah lengkap, surat-surat yang diperlukan agar tidak berurusan dengan pihak berwajib juga sudah ada. Namun sayang, jalannya belum terlihat. Kendaraan tidak akan bisa kemana-mana tanpa ada jalan.

Begitulah kondisi LPHN Tanjung Bonai di tahun 2018. Keinginan untuk segera bergerak sangat besar, tapi rasa takut salah langkah juga tidak kalah besarnya. Kelompok yang baru memulai mimpi dengan sumber daya seadanya, rasanya tidak akan sanggup menanggung kerugian biaya jika langkah yang diambil ternyata salah. Bisa-bisa mimpi itu patah sebelum tumbuh, layu sebelum berkembang.

Pada 2019, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Sijunjung saat itu, Terra Darma menawarkan pada LPHN Tanjung Bonai Aur untuk menanam pohon kayu putih. Tanaman kayu putih memiliki kemampuan untuk tumbuh di lahan yang cukup kritis. Kayu putih pun
merupakan tanaman kayu-kayuan yang akan membuat tutupan hutan menjadi rapat.

Kayu putih juga memiliki potensi besar secara ekonomi. Saat itu, satu kilogram minyak kayu putih dihargai Rp400 ribu. Untuk mendapatkan satu kilogram minyak kayu putih, dibutuhkan 100 kilogram daun dan batang muda sebagai bahan baku. Perbandingannya 100: 1. Hanya butuh 33 pohon kayu putih untuk bisa memanen 100 kilogram bahan baku tersebut. Sementara dalam satu hektare lahan, ada sekitar 4000 pohon.

Hitungan matematika sederhananya, untuk satu hektare lahan bisa menghasilkan 120 ton bahan baku berupa daun dan cabang muda. Dengan
perbandingan 100:1 maka jumlah minyak kayu putih yang dihasilkan dalam sekali panen adalah 120 kilogram.

Jika harga satu kilogram adalah Rp400 ribu maka untuk satu kali panen, bisa mendapatkan Rp48 juta. Setahun bisa dua kali panen. Artinya potensi pendapatan tahunan dari 1 hektare kebun kayu putih mencapai Rp96 juta. Bayangkan bila luas kebun mencapai 25 hektare. Potensinya mencapai Rp2,4 miliar per tahun. 

Dengan hitung-hitungan itulah mimpi Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Tanjung Bonai Aur dimulai. Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bukik Godang kemudian didirikan di bawah LPHN pada 2019 untuk serius mengelola kebun kayu putih. Kerja sama dijalin dengan PT Eksploitasi dan Industri Hutan (PT Inhutani) IV. Kontraknya 15 tahun. Bibit disediakan Inhutani, 100 ribu untuk 25 hektare secara bertahap. Panen berupa minyak kayu putih dijual kembali ke Inhutani.


Dukungan dari pemerintah

Menyukseskan Program Perhutanan Sosial menjadi salah satu fokus Dinas Kehutanan Sumatera Barat. Program itu terbukti bisa menekan laju deforestasi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Salah satu skema Program Perhutanan Sosial itu adalah Hutan Desa atau lazim disebut Hutan Nagari di Sumbar. Pengelolanya disebut Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN).

Sejak awal, Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Tanjung Bonai Aur telah mendapatkan dukungan dari pemerintah. Dinas Kehutanan Sumatera Barat melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Sijunjung memberikan pendampingan hingga SK HPHN dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan keluar pada 2018 dengan SK Nomor SK.2708/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL0/4/2018.

Bantuan dari Dinas Kehutanan Sumbar tidak berhenti sampai di situ. Pada 2021, bantuan berupa alat suling diberikan pada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bukik Godang yang dibentuk LPHN untuk serius mengelola komoditas kayu putih. Alat suling itu, dua ketel masing-masing berkapasitas 250 kilogram.

Setelah diujicoba, dua ketel itu maksimal bisa memproses 200 kilogram bahan baku kayu putih dengan kapasitas produksi dua kilogram minyak
kayu putih sekali jalan.

Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi menyebut dukungan dari pemerintah penting untuk mendorong masyarakat sekitar hutan agar bisa mendirikan usaha yang nantinya berpotensi mengubah nasib mereka menjadi lebih sejahtera. Bantuan yang diberikan berupa peralatan pendukung, bukan berupa uang. Dengan demikian, usaha yang direncanakan akan lebih terarah.

Kabupaten Sijunjung melalui Dinas Dagperinkop-UKM juga mengucurkan bantuan pada tahun 2022 berupa gedung pengemasan minyak kayu putih. Pemerintah Nagari juga mengalokasikan Dana Desa untuk pengadaan bibit pohon kayu putih agar bisa menyokong produksi dalam jumlah banyak.

Dukungan untuk pengembangan kayu putih  ditawarkan juga oleh Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI-Warsi). Organisasi non-pemerintah yang berkonsentrasi melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di dalam dan sekitar hutan itu memberikan pendampingan bagi anggota KUPS Bukik Godang. 

Mereka diberikan pelatihan untuk peningkatan kapasitas melalui penguatan kelembagaan. Pelatihan ini mengajak masyarakat untuk melihat akar permasalahan, mengatasi tantangan pengelolaan berbasis data dan rasionalitas dalam merumuskan strategi pemecahan masalah.

Pelatihan itu membuka ruang pemikiran baru bagi KUPS Bukik Godang. Bila tidak tidak bisa menjual ke PT Inhutani,  mereka bisa menjual produknya sendiri.  Mereka mulai belajar berdikari,  berdiri di atas kaki sendiri.

KKI Warsi tidak hanya memberikan pendampingan dalam penguatan lembaga, tetapi juga dalam pengurusan izin usaha hingga pemasaran. Saat ini minyak kayu putih produksi KUPS Bukik Godang telah memiliki merk dagang. Bupo Oils. Merk itu telah telah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) dan label halal. Tinggal izin edar dari BPOM yang sedang dalam proses.

Salah seorang anggota KUPS Bukik Godang, Dendi Arnas mengatakan UPTD KPHL Kabupaten Sijunjung telah melalukan pengujian produk minyak kayu putih Bupo Oils di Laboratorium Minyak Atsiri UPTD Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar. Hasilnya kadar Sineol minyak kayu putih itu 76-80 persen.

Salah seorang pengusaha asal Sijunjung yang memiliki jaringan mini market cukup luas di Sumbar juga menyatakan kesediaannya untuk membantu pemasaran Bupo Oils.

Usaha budi daya kayu putih di Nagari Tanjung Aur Bonai kini menggeliat. Perjuangan  panjang Kelompok Usaha Perhutanan Sosial  di daerah ini mulai menampakkan hasil yang menggembirakan. Mereka terus merajut harapan untuk masa depan yang lebih baik. Dari tepian hutan Tanjung Bonai Aur mereka membangun tekad untuk hidup lebih sejahtera.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Merajut asa dari pinggiran hutan Tanjung Bonai Aur di Sumbar

Pewarta : Miko Elfisha
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024