Padang (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengatakan konflik dan penangkapan dua ekor buaya di Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat imbas terganggu habitat satwa tersebut.
"Habitat buaya muara di Pasaman Barat itu sudah banyak yang beralih menjadi perumahan dan perkebunan," kata Kepala Seksi Wilayah I Pasaman BKSDA Provinsi Sumbar Antonius Vevri di Padang, Rabu.
Dia mengatakan hal tersebut terkait dengan penanganan dua ekor buaya muara di Nagari (Desa) Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat.
Menurut dia, perubahan atau alih fungsi lahan menyebabkan populasi buaya semakin terganggu yang berimbas cukup sering dijumpai kasus buaya menerkam warga yang sedang beraktivitas di sekitar aliran sungai atau muara.
Untuk meminimalisasi konflik satwa dengan manusia, BKSDA secara rutin menyosialisasikan agar masyarakat tidak melakukan alih fungsi lahan yang selama ini menjadi habitat buaya muara.
"Setiap ada penanggulangan konflik BKSDA selalu membuat imbauan berupa spanduk, plang dan sejenisnya agar masyarakat tidak mengganggu habitat buaya," ujar Antonius.
Sepanjang 2024, BKSDA Provinsi Sumbar sudah memasang empat hingga lima papan informasi untuk mengantisipasi konflik satwa khususnya buaya muara dengan masyarakat yang tersebar di Kabupaten Agam dan Pasaman Barat.
"Dalam periode yang sama, BKSDA Provinsi Sumbar juga telah menangani tujuh hingga delapan konflik buaya dengan masyarakat," ujar dia.
Terkait dengan populasi buaya muara, BKSDA Sumbar belum memiliki jumlah pasti sebab hal tersebut membutuhkan riset serta pemetaan yang akurat.
Namun, satwa dengan bernama Latin Crocodylus porosus tersebut tersebar hampir merata di daerah pesisir, yakni Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, hingga Kabupaten Pesisir Selatan.
Ia menambahkan dua ekor buaya muara yang ditangani di Pasaman Barat tersebut sementara waktu dipindahkan ke tempat transit di daerah Lubuk Basung, Kabupaten Agam, sebelum dilepasliarkan, petugas terlebih dahulu memeriksa kesehatannya.
"Habitat buaya muara di Pasaman Barat itu sudah banyak yang beralih menjadi perumahan dan perkebunan," kata Kepala Seksi Wilayah I Pasaman BKSDA Provinsi Sumbar Antonius Vevri di Padang, Rabu.
Dia mengatakan hal tersebut terkait dengan penanganan dua ekor buaya muara di Nagari (Desa) Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat.
Menurut dia, perubahan atau alih fungsi lahan menyebabkan populasi buaya semakin terganggu yang berimbas cukup sering dijumpai kasus buaya menerkam warga yang sedang beraktivitas di sekitar aliran sungai atau muara.
Untuk meminimalisasi konflik satwa dengan manusia, BKSDA secara rutin menyosialisasikan agar masyarakat tidak melakukan alih fungsi lahan yang selama ini menjadi habitat buaya muara.
"Setiap ada penanggulangan konflik BKSDA selalu membuat imbauan berupa spanduk, plang dan sejenisnya agar masyarakat tidak mengganggu habitat buaya," ujar Antonius.
Sepanjang 2024, BKSDA Provinsi Sumbar sudah memasang empat hingga lima papan informasi untuk mengantisipasi konflik satwa khususnya buaya muara dengan masyarakat yang tersebar di Kabupaten Agam dan Pasaman Barat.
"Dalam periode yang sama, BKSDA Provinsi Sumbar juga telah menangani tujuh hingga delapan konflik buaya dengan masyarakat," ujar dia.
Terkait dengan populasi buaya muara, BKSDA Sumbar belum memiliki jumlah pasti sebab hal tersebut membutuhkan riset serta pemetaan yang akurat.
Namun, satwa dengan bernama Latin Crocodylus porosus tersebut tersebar hampir merata di daerah pesisir, yakni Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, hingga Kabupaten Pesisir Selatan.
Ia menambahkan dua ekor buaya muara yang ditangani di Pasaman Barat tersebut sementara waktu dipindahkan ke tempat transit di daerah Lubuk Basung, Kabupaten Agam, sebelum dilepasliarkan, petugas terlebih dahulu memeriksa kesehatannya.