Padang (ANTARA) - Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menjelaskan dampak kerugian dari perburuan dan penjualan satwa dilindungi seperti trenggiling (manis javanica).
"Kerugian lingkungan akibat perburuan dan perdagangan trenggiling sangat besar," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Padang, Jumat.
Novianto mengatakan trenggiling mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam. Oleh sebab itu, satwa pemakan rayap, semut dan serangga lainnya tersebut dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Hal tersebut disampaikannya usai penangkapan AF (42), warga Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terkait tindak pidana perniagaan bagian satwa dilindungi berupa 8,63 kilogram sisik trenggiling pada Rabu (26/6).
Ia menjelaskan, berdasarkan hitungan valuasi ekonomi dari satwa liar terhadap lingkungan hidup yang dihitung Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama ahli dari Institut Pertanian Bogor, seekor trenggiling mempunyai nilai ekonomis hingga Rp50,6 juta.
"Artinya, barang bukti 8,63 kilogram sisik trenggiling itu berasal dari perburuan sekitar 26 ekor trenggiling. Secara ekonomis, kerugian lingkungan akibat perburuan satwa ini mencapai Rp1,3 miliar," sebut dia.
Keberhasilan pengungkapan kasus tersebut merupakan pintu masuk bagi penegak hukum untuk mengungkap jaringan perdagangan sisik trenggiling di wilayah Sumatera.
Gakkum juga menyarankan agar penyidik menjerat pelaku dengan pasal-pasal yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tujuannya, agar menyasar pelaku utama atau pihak-pihak yang terlibat, atau penerima manfaat dari kejahatan itu.
Penyidik Gakkum KLHK menjerat AF dengan Pasal 21 Ayat (2) huruf d dengan ketentuan pidana Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Atas tindak pidana itu, tersangka terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta rupiah.
Pengungkapan kasus tersebut berawal dari informasi masyarakat rencana transaksi jual beli sisik trenggiling di depan Rumah Sakit Umum Daerah Sijunjung Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung. Mendapati informasi itu, Gakkum bersama Polda Sumbar melakukan operasi peredaran tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi undang-undang.
Tim penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menyerahkan tersangka termasuk barang bukti 8,63 kilogram sisik trenggiling, satu unit kendaraan roda dua, dan satu unit telepon genggam kepada Kejaksaan Negeri Sijunjung. Penyerahan dilakukan setelah berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti yang tertuang dalam surat Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor : B-2145/L.3.4/Eku.1/06/2024 tertanggal 25 Juni 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gakkum LHK Sumatera jelaskan kerugian dari perburuan satwa dilindungi
"Kerugian lingkungan akibat perburuan dan perdagangan trenggiling sangat besar," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Padang, Jumat.
Novianto mengatakan trenggiling mempunyai peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem alam. Oleh sebab itu, satwa pemakan rayap, semut dan serangga lainnya tersebut dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Hal tersebut disampaikannya usai penangkapan AF (42), warga Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terkait tindak pidana perniagaan bagian satwa dilindungi berupa 8,63 kilogram sisik trenggiling pada Rabu (26/6).
Ia menjelaskan, berdasarkan hitungan valuasi ekonomi dari satwa liar terhadap lingkungan hidup yang dihitung Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama ahli dari Institut Pertanian Bogor, seekor trenggiling mempunyai nilai ekonomis hingga Rp50,6 juta.
"Artinya, barang bukti 8,63 kilogram sisik trenggiling itu berasal dari perburuan sekitar 26 ekor trenggiling. Secara ekonomis, kerugian lingkungan akibat perburuan satwa ini mencapai Rp1,3 miliar," sebut dia.
Keberhasilan pengungkapan kasus tersebut merupakan pintu masuk bagi penegak hukum untuk mengungkap jaringan perdagangan sisik trenggiling di wilayah Sumatera.
Gakkum juga menyarankan agar penyidik menjerat pelaku dengan pasal-pasal yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tujuannya, agar menyasar pelaku utama atau pihak-pihak yang terlibat, atau penerima manfaat dari kejahatan itu.
Penyidik Gakkum KLHK menjerat AF dengan Pasal 21 Ayat (2) huruf d dengan ketentuan pidana Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Atas tindak pidana itu, tersangka terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta rupiah.
Pengungkapan kasus tersebut berawal dari informasi masyarakat rencana transaksi jual beli sisik trenggiling di depan Rumah Sakit Umum Daerah Sijunjung Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung. Mendapati informasi itu, Gakkum bersama Polda Sumbar melakukan operasi peredaran tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi undang-undang.
Tim penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menyerahkan tersangka termasuk barang bukti 8,63 kilogram sisik trenggiling, satu unit kendaraan roda dua, dan satu unit telepon genggam kepada Kejaksaan Negeri Sijunjung. Penyerahan dilakukan setelah berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti yang tertuang dalam surat Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Nomor : B-2145/L.3.4/Eku.1/06/2024 tertanggal 25 Juni 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gakkum LHK Sumatera jelaskan kerugian dari perburuan satwa dilindungi