Padang (ANTARA) -
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatra Barat (Sumbar) melalui bidang HAM menggelar rapat identifikasi Peraturan Perundang-undangan berbasis HAM pada Selasa (11/06/2024) di ruang rapat Tuanku Imam Bonjol Kantor Wilayah, Padang
 
Rapat dihadiri langsung oleh Kepala Bagian HAM Dewi Nofyenti beserta perwakilan analis hukum dan perancang peraturan perundang-undangan kantor wilayah, Direktur Instrumen HAM Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham RI Farid Junaedi, Kabiro Hukum Setda Provinsi Sumatera Barat Ezeddin Zain, Komnas Perempuan Imam Naheri, dan Bagian Hukum Kabupaten Tanah Datar Yulnofri.
 
Farid menyampaikan produk hukum daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 Tahun 2023 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum (KTTU) biasanya gender yang dapat dilihat dalam judul dan materi muatan produk hukum daerah itu bersifat umum dan netral gender.
 
Dalam artian tidak mengatur secara spesifik atau memihak kepada salah satu jenis kelamin.
 
Pasal 39 menyatakan bahwa setiap orang yang berperilaku sebagai waria dan atau tomboi dilarang untuk melakukan kegiatan mengganggu ketenteraman dan ketertiban dengan berkeliaran di fasilitas umum, yang bertujuan untuk melakukan kegiatan pelacuran.
 
Hal tersebut adalah analisa bersama antara KemenPPA, Ditjen HAM, dan Komnas Perempuan.
 
Pasal ini dinilai diskriminatif karena memandang setiap perempuan yang berkarakter tomboi, dan setiap laki-laki yang berkarakter halus, ada potensi untuk mengganggu ketentraman, ketertiban, dan potensi “akan selalu” melakukan kegiatan pelacuran. 
 
Pasal ini dianggap memberikan stereotipe pada perempuan dan laki-laki yang berkarakter lain.
 
Dengan adanya rumusan pasal itu ia mengungkapkan bahwa perempuan berperilaku tomboi dan laki-laki berperilaku halus, berpotensi tidak bisa beraktivitas dengan bebas di tempat umum dan tidak bisa mengusahakan kehidupannya sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
 
Ia menjelaskan dalam pasal 28 J UUD 1945 terdapat terdapat pembatasan mengenai HAM berbunyi; Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
 
Dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
 
“Hal ini juga senada dengan Pasal 73 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM yaitu Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa” jelasnya.
 
Menanggapai hal tersebut Bagian Hukum Kabupaten Tanah Datar Yulnofri menuturkan Pemerintah Daerah membuat peraturan sesuai dengan persyaratan formil dan materil dan daerah juga mempunyai kewenangan untuk menentukan muatan lokal.
 
Ia juga mengatakan pasal 39 Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 Tahun 2023 bermaksud untuk penekanan terhadap kegiatan pelacuran, bukan setiap orang yang berlaku waria atau tomboi.
 
Mendengar pernyataan itu Kabiro Hukum Setda Provinsi Sumatera Barat Ezeddin Zain menginginkan pasal 39 ditinjau ulang narasinya.
 
Sementara itu Imam Naheri menyampaikan kebijakan terkait waria ini bisa multi tafsir dan sering menimbulkan korban.
 
“Diharapkan agar direnungkan kembali pasal 39 dan tidak ada penyebutan kata waria dan tomboy," katanya.

Pewarta : Fathul Abdi
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024