Painan (ANTARA) - Bupati Pesisir Selatan, Sumatera Barat Rusma Yul Anwar mengatakan pembangunan sentra gambir bagian dari upaya meningkatkan taraf kesejahteraan petani dan kemandirian daerah melalui hilirisasi komoditi unggulan.
Keberadaannya otomatis memberikan nilai tambah bagi daun gambir petani, karena bisa diolah melalui sentuhan industri. Petani juga memiliki kepastian harga, karena tidak terlalu bergantung pada agen pengepul.
"Petani sebelumnya sangat bergantung pada agen pengepul. Mereka tidak berdaulat atas harga. Dengan adanya industri olahan, tentu tidak bergantung lagi pada mereka," ungkap bupati di Painan, Senin, 4 Maret.
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan membangun sentra industri gambir senilai Rp13 miliar di Nagari (desa adat) Taratak Kecamatan Sumatera melalui Alokasi Dana Khusus (DAK) Kementerian Perindustrian 2023.
Bupati melanjutkan selain memberikan nilai tambah pada petani, sentra gambir sekaligus bukti komitmen pemerintah kabupaten dalam mewujudkan kemandirian ekonomi daerah melalui hilirisasi komoditi unggulan lokal.
Apalagi, Pesisir Selatan termasuk salah satu daerah penghasil daun gambir terbesar di Sumatera Barat, namun selama ini belum menikmati besarnya potensi yang dimiliki, karena masih dijual dalam bentuk mentah.
Hilirisasi merupakan kebutuhan mutlak dalam rangka menuju kemandirian ekonomi daerah, bahkan diharapkan sebagai sumber utama pertumbuhan.
"Kuncinya memang industrialisasi. Tidak bisa hanya mengandalkan sisi hulu," ujar bupati.
Pemerintah kabupaten menyadari daerah tidak bisa bergantung terus pada sektor primer, karena akan mengalami penurunan seiring kurangnya luas lahan akibat desakan populasi dan kebutuhan pembangunan.
Bahkan menurut bupati lapangan usaha pertanian dan industri pengolahan dalam struktur perekonomian daerah kini dijadikan sebagai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) unggulan.
"Sejak tiga tahun terakhir, trend industri pengolahan dan pertanian Pesisir Selatan selalu tumbuh positif," sebut bupati.
Tak hanya memberikan nilai tambah, sentra industri pengolahan gambir sekaligus dapat menekan angka pengangguran. Ia mampu menyerap puluhan tenaga kerja untuk pengoperasiannya.
Secara terpisah Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perdagangan dan Transmigrasi Rafna Trimurti menyampaikan sesuai rencana sentra pengolahan gambir itu bakal beroperasi pada tahun ini.
Secara teknis pembangunan tidak ada masalah dan kini sedang menunggu masuknya listrik dari PLN, karena ia menggunakan travo sendiri, megingat kebutuhannya yang besar.
"Ya, sudah dipesan ke PLN. Sekarang masih menunggu alatnya. Order dan pembayaran sudah dilakukan kontraktor," terangnya.
Menurutnya sebelum serah terima dengan kontraktor pelaksana, dinas telah menguji operasionalnya yang juga turut disaksikan seluruh kelompok tani gambir di Nagari Koto Taratak.
Sentra gambir yang dibangun di atas lahan seluas 8.626 M2 itu mampu mengolah hingga 2 ton daun gambir setiap hari. Adapun produk turunan yang dihasilkannya antara lain getah kering, tenin, katechin dan teh gambir.
"Harga jualnya tentu relatif lebih tinggi jika dibandingkan hanya menjual daun. Dengan begitu petani dapat menikmati nilai lebih," jelas Rafna.
Menurutnya produk yang dihasilkan tidak hanya layak untuk pasar domestik, tapi juga berorientasi ekspor. Sejumlah eksportir telah menjajaki kerjasama sama perdagangan produk yang dihasilkan.
Karena itu saat ini pihaknya sedang menyiapkan regulasi soal mekanisme pengelolaan sentra gambir serta kelembagaan yang cocok, karena ia merupakan barang milik daerah.
"Ya, sekarang sedang berproses. Kami telah koordinasi dengan KPKNL dan BPKP terkait regulasinya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat rampung," tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik total luas perkebunan gambir di Pesisir Selatan pada 2023 mencapai 10.480 Hektare, atau naik dari tahun sebelumnya yang hanya 10.331 Hektare.
Dari jumlah itu terbesar ada pada Kecamatan Sutera, dengan luas 4.107 Hektare. Kemudian Kecamatan Koto XI Tarusan, 3.919 Hektare dan selanjutnya Kecamatan Batang Kapas dengan luasan 1.505 Hektare.