Padang (ANTARA) - Khairul Jasmi (KJ) penulis produktif novel sejarah, kembali mengeluarkan novel baru, kali ini, Rasuna Said Singa Podium (Republika Penerbit, 2024). Kisah heroik perempuan asal Maninjau, ini ditulis dengan kekuatan narasi sastrawi yang dimiliki KJ.
Novel ini diharapkan dapat mengikuti sukses novel-novel biografi tokoh sebelumnya, yang pernah ditulis penerima Anugrah Adinegoro 2003 ini.
Kisah Pahlawan Nasional HR. Rasuna Said yang lahir di Maninjau, 14 September 1910 dan wafat di Jakarta 2 November 1975, bukanlah kisah kaleng-kaleng.
Namun kisahnya, masih tersembunyi di halaman-halaman buku sejarah dan dikenang ketika memperingati hari wafat dan hari lahirnya, lebih dari itu publik hanya mengenal sebagai nama jalan nasional di setiap kota di Indonesia.
Jauh sebelum kebebasan berpendapat diperjuangkan, Rasuna Said sudah berurusan soal ini. Ditangkap karena terlalu berani, pada masanya, berorasi dengan nada melawan penindasan.
Perempuan cerdas dan berani, ini dianggap bahaya, melanggar aturan berbicara di depan umum. Juru bicara PMI, dimasukkan ke dalam tahanan preventif di Pajakoemboeh karena pelanggaran berbicara, begitulah dikabarkan oleh koran Sumatra Bode, (Rabu 30 November 1932).
Seperti dikutip dari novel ini, dua ribu massa itu, terperanjat. Lalu terdiam. Mencekam. Belum pernah terjadi sepanjang sejarah, polisi mengepung pentas, tempat seorang nyonya muda berusia 22 tahun, lalu mengepung dan memborgolnya.
Lidahnya mesti digunting, kakinya mesti diikat, ia harus diusir dari kampungnya, karena pidatonya bisa meruntuhkan tembok kolonial. Dua ribu massa, yang 90 persen adalah perempuan kota dan desa, kini sudah tak diam. Mereka berteriak, berombak, menggulung, suara mereka lengking, “Rangkayo Rasuna Said, kami bersamamu.”
Rasuna, perempuan singa podium itu, beberapa menit lalu telah menyiramkan bensin pergerakan. Sudah diiterupsi berkali-kali oleh polisi Belanda, kini tak bisa lagi. Tangkap!.
“Rangkayo... Rangkayo....,” suara itu bagai kors dan Rangkayio Rasuna Said digiring menyibak massa. Ia dibawa pergi. Ini, Selasa 29 November 1932 Rangkayo Rasuna Said ditangkap pada siang yang garang.
Rasuna Said adalah tokoh perempuan yang menyadarkan kaumnya; majukan perempuan dengan pendidikan agar mereka merdeka.
Sebagaimana novel-novel KJ sebelumnya, kisah-kisah perjuangan pendidikan merupakan sebuah gerakan membangkitkan kesadaran atas kemajuan zaman. Memang belum ada teori lain, perubahan sosial umumnya terjadi karena pendidikan.
Semangat sejarah dan kesadaran tersebut membuat KJ kian produktif menyampaikan kisah-kisah berharga untuk generasi sekarang dalam versi novel.
Wartawan Utama ini telah merilis novel biografi ulama-ulama besar Minangkabau; Inyiak Sang Pejuang, Syekh Sulaiman Arrasuli (Republika, 2020), Perempuan yang Mendahului Zaman, Syekhah Rahmah el Yunusiyyah, Pendiri Sekolah Perempuan Pertama di Indonesia, Diniyyah Puteri (Republika, 2020), Syekh Ibrahim Musa Parabek, Sang Ulama Penggerak (Republika, 2022), Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Guru Para Ulama Indonesia (Republika, 2023) dan Rasuna Said Singa Podiun (Republika 2024).
"Sebagai salah seorang pembaca naskah-naskah novel ini sebelum diterbitkan, saya merekomendasikan agar di rumah kita ada novel-novel karya Khairul Jasmi. Bacaan yang layak bagi semua, menyadarkan pentingnya keadaan sekarang kita syukuri dibanding pada masa lalu, terus berjuang untuk lebih baik dari waktu ke waktu," ujar Abdullah Khusairi, dosen Literasi Media pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Imam Bonjol Padang. *
Novel ini diharapkan dapat mengikuti sukses novel-novel biografi tokoh sebelumnya, yang pernah ditulis penerima Anugrah Adinegoro 2003 ini.
Kisah Pahlawan Nasional HR. Rasuna Said yang lahir di Maninjau, 14 September 1910 dan wafat di Jakarta 2 November 1975, bukanlah kisah kaleng-kaleng.
Namun kisahnya, masih tersembunyi di halaman-halaman buku sejarah dan dikenang ketika memperingati hari wafat dan hari lahirnya, lebih dari itu publik hanya mengenal sebagai nama jalan nasional di setiap kota di Indonesia.
Jauh sebelum kebebasan berpendapat diperjuangkan, Rasuna Said sudah berurusan soal ini. Ditangkap karena terlalu berani, pada masanya, berorasi dengan nada melawan penindasan.
Perempuan cerdas dan berani, ini dianggap bahaya, melanggar aturan berbicara di depan umum. Juru bicara PMI, dimasukkan ke dalam tahanan preventif di Pajakoemboeh karena pelanggaran berbicara, begitulah dikabarkan oleh koran Sumatra Bode, (Rabu 30 November 1932).
Seperti dikutip dari novel ini, dua ribu massa itu, terperanjat. Lalu terdiam. Mencekam. Belum pernah terjadi sepanjang sejarah, polisi mengepung pentas, tempat seorang nyonya muda berusia 22 tahun, lalu mengepung dan memborgolnya.
Lidahnya mesti digunting, kakinya mesti diikat, ia harus diusir dari kampungnya, karena pidatonya bisa meruntuhkan tembok kolonial. Dua ribu massa, yang 90 persen adalah perempuan kota dan desa, kini sudah tak diam. Mereka berteriak, berombak, menggulung, suara mereka lengking, “Rangkayo Rasuna Said, kami bersamamu.”
Rasuna, perempuan singa podium itu, beberapa menit lalu telah menyiramkan bensin pergerakan. Sudah diiterupsi berkali-kali oleh polisi Belanda, kini tak bisa lagi. Tangkap!.
“Rangkayo... Rangkayo....,” suara itu bagai kors dan Rangkayio Rasuna Said digiring menyibak massa. Ia dibawa pergi. Ini, Selasa 29 November 1932 Rangkayo Rasuna Said ditangkap pada siang yang garang.
Rasuna Said adalah tokoh perempuan yang menyadarkan kaumnya; majukan perempuan dengan pendidikan agar mereka merdeka.
Sebagaimana novel-novel KJ sebelumnya, kisah-kisah perjuangan pendidikan merupakan sebuah gerakan membangkitkan kesadaran atas kemajuan zaman. Memang belum ada teori lain, perubahan sosial umumnya terjadi karena pendidikan.
Semangat sejarah dan kesadaran tersebut membuat KJ kian produktif menyampaikan kisah-kisah berharga untuk generasi sekarang dalam versi novel.
Wartawan Utama ini telah merilis novel biografi ulama-ulama besar Minangkabau; Inyiak Sang Pejuang, Syekh Sulaiman Arrasuli (Republika, 2020), Perempuan yang Mendahului Zaman, Syekhah Rahmah el Yunusiyyah, Pendiri Sekolah Perempuan Pertama di Indonesia, Diniyyah Puteri (Republika, 2020), Syekh Ibrahim Musa Parabek, Sang Ulama Penggerak (Republika, 2022), Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Guru Para Ulama Indonesia (Republika, 2023) dan Rasuna Said Singa Podiun (Republika 2024).
"Sebagai salah seorang pembaca naskah-naskah novel ini sebelum diterbitkan, saya merekomendasikan agar di rumah kita ada novel-novel karya Khairul Jasmi. Bacaan yang layak bagi semua, menyadarkan pentingnya keadaan sekarang kita syukuri dibanding pada masa lalu, terus berjuang untuk lebih baik dari waktu ke waktu," ujar Abdullah Khusairi, dosen Literasi Media pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Imam Bonjol Padang. *