Padang (ANTARA) -
Kejaksaan Negeri Pariaman Sumatera Barat (Sumbar) mengatakan pihaknya kini menunggu salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung RI atas perkara korupsi pengadaan lahan tol Padang-Sicincin.
"Dari laman resmi Mahkamah Agung RI diketahui bahwa kasasi yang kami ajukan dikabulkan oleh majelis hakim, kini kami menunggu petikan serta salinan putusan resmi," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Pariaman Safarman dihubungi dari Padang, Jumat.
Ia mengatakan salinan putusan tersebut akan menjadi dasar pihaknya untuk melakukan eksekusi terhadap para terdakwa yang berjumlah 13 orang.
Mereka semua awalnya divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang, beberapa orang di antaranya terjadi perbedaan pendapat hakim (disenting opinio). Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI atas putusan tersebut.
Kasasi JPU akhirnya diterima oleh MA dan majelis hakim menyatakan belasan terdakwa itu bersalah lalu menjatuhkan hukuman yang berbeda-beda untuk masing-masing terdakwa.
Safarman mengatakan jika telah menerima salinan putusan secara resmi dari MA, pihaknya akan segera melakukan eksekusi kepada para terdakwa.
Saat disinggung soal upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) yang bisa ditempuh oleh para terdakwa setelah kasasi, ia mengatakan hal tersebut tidak berpengaruh bagi pihaknya untuk melaksanakan eksekusi.
"Sesuai dengan aturan, upaya PK tidak akan menghambat Jaksa untuk melaksanakan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah)," jelasnya.
Untuk diketahui 13 terdakwa yang dijerat dalam perkara itu adalah Syamsuardi, Buyung Kenek, Yuniswan, Khaidir, Sabri Yuliansyah, Raymon, Husen, Syamsul Bahri, Nazaruddin, Syafrizal, Upik, Riki Nofaldo, dan Jumadil.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang mulai dari warga penerima ganti rugi, aparatur pemerintahan daerah, aparatur pemerintahan nagari, serta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kasus itu berawal saat adanya proyek pembangun tol Padang-Sicincin pada 2020 dimana negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.
Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.
Setelah diusut lebih lanjut oleh kejaksaan ternyata diketahui bahwa taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman.
Lahan itu menurut Jaksa termasuk dalam objek ketika Kabupaten Padang Pariaman mengurus pemindahan Ibu Kota Kabupaten (IKK) ke Parik Malintang pada 2007.
Pengadaan tanah dalam kegiatan pemindahan IKK saat itu dilengkapi dengan surat pernyataan pelepasan hak dari para penggarap tanah serta dilakukan ganti rugi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas Pau (2014), termasuk taman KEHATI (2014) berdasarkan SK Bupati seluas 10 hektare.
Pembangunan dan pemeliharaan taman KEHATI saat itu menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup serta APBD Padang Pariaman.
Berdasarkan hitungan BPKP diketahui kalau kasus dugaan korupsi yang menjerat orang itu telah menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp27 miliar.
Kerugian muncul karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.