Jakarta (ANTARA) - uru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Reisa Broto Asmoro menyebut hipertensi atau tekanan darah tinggi sebagai penyakit yang tidak bergejala dan tanpa keluhan yang bisa memicu dampak mematikan.
“Hipertensi penyakit the silent killer, jangan tunggu sampai ada gejala atau keluhan baru dicek. Ini penting untuk orang-orang yang punya faktor risiko, terutama terhadap hipertensi, punya riwayat hipertensi atau keturunan hipertensi,” kata Reisa dalam Siaran Sehat yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Reisa menuturkan hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik berada di atas atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik mencapai lebih sama dengan 90 mmHg.
Berdasarkan data dalam Riskesdas 2013 dan studi yang dilakukan Kemenkes di Puskesmas, diketahui bahwa hanya sepertiga penderita hipertensi (36,8 persen) yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan hanya 0,7 persen yang minum obat.
Hipertensi disebut sebagai the silent killer, katanya, karena banyak penderita yang tidak mengetahui sudah terkena hipertensi atau bahkan mengalami penyakit penyulit maupun komplikasi sebagai dampak dari hipertensi.
Biasanya penderita baru tahu terkena hipertensi setelah diperiksa di fasilitas kesehatan atau mengukurnya secara mandiri melalui tensimeter di rumah. Dampak buruk dari hipertensi adalah memperburuk kondisi penderitanya, terlebih jika sudah memiliki penyakit kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung bahkan gagal ginjal.
Menurut Reisa, hipertensi juga bisa memicu gangguan penglihatan pada mata penderita atau gangguan syaraf lainnya.
“Tapi, bisa juga sudah punya penyakit (kardiovaskuler), lalu akhirnya punya penyakit hipertensi. Jadi, misalnya orangnya punya penyakit ginjal, akhirnya punya penyakit hipertensi, memang saling berhubungan satu sama lainnya, ada juga orang yang punya darah tinggi, tapi tidak punya penyakit itu,” katanya.
Dikarenakan tak ada tanda-tanda dari hipertensi, Reisa mengimbau bagi masyarakat yang merasakan keluhan berupa jantung berdebar, pusing atau mengalami penglihatan kabur hingga mudah merasa lelah untuk segera memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan terdekat.
Akan lebih baik jika masyarakat menyiapkan tensimeter di dalam kotak obat yang ada di rumah. Hal tersebut, akan mempermudah masyarakat melakukan deteksi dini hipertensi lebih cepat, mengingat hipertensi dapat menurunkan kualitas hidup seseorang sampai tidak bisa produktif dalam kehidupan sehari-hari.
“Hipertensi tidak bisa hilang begitu saja, dia harus terkontrol. Tidak seperti demam yang habis minum obat langsung hilang atau terkontrol. Harus rutin medical check up paling tidak tensimeter-nya harus disiapkan atau ke fasilitas kesehatan terdekat,” kata Reisa yang juga Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jubir Pemerintah: Hipertensi penyakit tak bergejala yang mematikan
“Hipertensi penyakit the silent killer, jangan tunggu sampai ada gejala atau keluhan baru dicek. Ini penting untuk orang-orang yang punya faktor risiko, terutama terhadap hipertensi, punya riwayat hipertensi atau keturunan hipertensi,” kata Reisa dalam Siaran Sehat yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Reisa menuturkan hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik berada di atas atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik mencapai lebih sama dengan 90 mmHg.
Berdasarkan data dalam Riskesdas 2013 dan studi yang dilakukan Kemenkes di Puskesmas, diketahui bahwa hanya sepertiga penderita hipertensi (36,8 persen) yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan hanya 0,7 persen yang minum obat.
Hipertensi disebut sebagai the silent killer, katanya, karena banyak penderita yang tidak mengetahui sudah terkena hipertensi atau bahkan mengalami penyakit penyulit maupun komplikasi sebagai dampak dari hipertensi.
Biasanya penderita baru tahu terkena hipertensi setelah diperiksa di fasilitas kesehatan atau mengukurnya secara mandiri melalui tensimeter di rumah. Dampak buruk dari hipertensi adalah memperburuk kondisi penderitanya, terlebih jika sudah memiliki penyakit kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung bahkan gagal ginjal.
Menurut Reisa, hipertensi juga bisa memicu gangguan penglihatan pada mata penderita atau gangguan syaraf lainnya.
“Tapi, bisa juga sudah punya penyakit (kardiovaskuler), lalu akhirnya punya penyakit hipertensi. Jadi, misalnya orangnya punya penyakit ginjal, akhirnya punya penyakit hipertensi, memang saling berhubungan satu sama lainnya, ada juga orang yang punya darah tinggi, tapi tidak punya penyakit itu,” katanya.
Dikarenakan tak ada tanda-tanda dari hipertensi, Reisa mengimbau bagi masyarakat yang merasakan keluhan berupa jantung berdebar, pusing atau mengalami penglihatan kabur hingga mudah merasa lelah untuk segera memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan terdekat.
Akan lebih baik jika masyarakat menyiapkan tensimeter di dalam kotak obat yang ada di rumah. Hal tersebut, akan mempermudah masyarakat melakukan deteksi dini hipertensi lebih cepat, mengingat hipertensi dapat menurunkan kualitas hidup seseorang sampai tidak bisa produktif dalam kehidupan sehari-hari.
“Hipertensi tidak bisa hilang begitu saja, dia harus terkontrol. Tidak seperti demam yang habis minum obat langsung hilang atau terkontrol. Harus rutin medical check up paling tidak tensimeter-nya harus disiapkan atau ke fasilitas kesehatan terdekat,” kata Reisa yang juga Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jubir Pemerintah: Hipertensi penyakit tak bergejala yang mematikan