Bukittinggi (ANTARA) -
Meningkatnya kasus HIV AIDS di Kota Bukittinggi pada 2022 lalu, menjadikan daerah ini kedua tertinggi di Sumatera Barat, hal ini jadi sorotan penuh Pemkot Bukittinggi, untuk segera melakukan antisipasi penanggulangan HIV AIDS.
"Langkah awal, Pemerintah Kota Bukittinggi gelar rapat koordinasi penanggulangan HIV AIDS melibatkan segala unsur terkait, rakor dilaksanakan di Aula Balaikota," kata Kepala Dinas Kesehatan Bukittinggi, Linda Faroza, Rabu.
Ia menjelaskan, situasi HIV AIDS di Kota Bukittinggi memang mengkhawatirkan, jika didata dari 2018, jumlah perkembangan kasus cenderung menurun, tapi di 2022 lalu kembali meningkat.
Ia menyebut data di 2018 terdapat 75 kasus HIV dan 45 kasus AIDS , di 2019 ada 62 kasus HIV 41 kasus AIDS.
Pada 2020 ada 34 kasus HIV 19 AIDS, tahun 2021 ada 27 kasus HIV 16 AIDS, namun tahun 2022 ada 63 kasus HIV dan 36 kasus AIDS hingga Maret 2023, terdapat 16 kasus HIV 6 AIDS.
"Totalnya ada 278 kasus HIV dan 163 AIDS, jika dihitung dari 2008, terdapat 1.064 kasus kumulatif ODHIV, jumlah ini membuat Bukittinggi berada pada peringkat dua jumlah kasus terbanyak di Sumbar,” kata Linda.
Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar, menjelaskan HIV adalah virus yang jika tidak ditangani dengan serius maka dapat menimbulkan kematian.
"Ini harus kita selesaikan bersama, semua lini harus bergerak, bagaimana pendalaman pendidikan berkarakter, bagaimana pendidikan karakter itu, bukan pada materinya, tapi lebih pada kegiatannya seperti kegiatan budaya dan pendekatan keluarga,” kata dia.
Ia mengungkapkan, di Kota Bukittinggi berdasarkan data laporan kasus dari seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang ada, terdiri dari usia 20 sampai 24 tahun sebanyak 34 kasus.
Usia 25 sampai 49 tahun terdapat 232 kasus dan usia lebih dari 50 tahun terdapat 12 kasus.
“Dari data itu, angka penemuan kasus tertinggi adalah pada usia 20 sampai 49 tahun dengan 232 kasus dan faktor resiko tertinggi berasal dari hubungan sex terutama pada kelompok LSL (Lelaki Sex Lelaki) sebanyak 50 persen,” pungkasnya.