Padang (ANTARA) - Indonesia memiliki 714 suku bangsa. Potensi besar Indonesia berupa keberagaman, seni budaya nan luhur.
Budaya setiap etnis atau suku sudah turun temurun dari sejak para leluhur masing-masing. Keragaman warisan budaya pasti ada pada setiap etnis atau suku yang ada di bumi pertiwi ini. Meski ada yang mirip-mirip, tapi tetap tidaklah sama.
Tradisi budaya yang sudah tumbuh, dan masih ada sampai kini sesuatu mesti harus dipertahankan. Kendati dihadapkan dengan tantangan di tengah perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa ini.
Dalam setiap tradisi atau budaya jelas punya makna yang terkandung didalamnya. Ada pesan moral dan kemanusiaan. Hanya saja kadangkala ada yang terlalu dangkal cara melihatnya. Bahkan, mencermati hanya dari sisi luar saja, dan dari satu perspektif semata.
Misalnya ketika melihat atraksi Baronsai. Barangkali ada hanya terpukau dengan atraksi yang dimainkan?. Ada yang menjadikan bagian dari satu hiburan semata saja?. Ada pula yang rada-rada antipati karena melihat dari sisi budaya satu etnis tertentu?. Dan sebagian yang lain melihat perannya atau dari latarbelakang muncul tradisi itu sendiri. Tak ada yang keliru cara pandang tersebut.
Seperti halnya ketika melihat atraksi Baronsai pada satu bagian dalam perhelatan festival Cap Go Meh. Tradisi yang sudah turun temurun dilakoni bagi keturunan Tionghoa, terutama pada puncak perayaan Tahum Baru Imlek. Ada muncul pro dan kontra dalam memandangnya. Sesungguhnya disebabkan oleh sudut pandang yang digunakan saja.
Namun, dalam tulis ini lebih penekanannya pada sudut pandang "merajut spirit toleransi lewat atraksi Baronsai". Kenapa sudut pandang muncul, ketika ingin melihat dari sisi pemain yang dilibatkan dalam tim atraksi budaya Baronsai.
Sebab, bukan saja dari satu suku atau etnis tertentu saja. Namun, multi etnis yang dilibatkan dan berpartisipasi. Ada dari etnis minang, jawa, nias dan Tionghoa. Kuncinya selama mampu mengikuti proses latihan yang begitu ketat dan disiplin tinggi.
Salah seorang mahasiswa berdarah Minang bernama Yodan (22th) warga Alang Lawas, Kota Padang, pernah bergabung sebagai tim atraksi Baronsai sekitar dua tahun lamanya.
Waktu ia masih duduk dibangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), mengikuti tim Barongsai setelah lolos mengikuti latihan.
Dalam latihan, kata Yodan, begitu disiplin selama satu jam disuruh untuk memasang kuda-kuda. Berlaku untuk semua peserta tanpa dibeda-bedakan. Tujuannya supaya saat dalam tampil atraksi Baronsai tidak ada yang lalai atau menyebabkan sesuatu yang fatal terhadap anggota lainnya.
"Dalam tim atraksi Baronsai dibangun harus punya rasa dan keseimbangan yang sama. Jadi ketika tampil tidak ada salah satu dari anggota yang tercederai,"ungkapnya.
Satu sama lain anggota tim, tambah dia, harus terbangun kebersamaan yang kuat agar saat tampil atau atraksi bisa berjalan secara baik.
"Kami yang tergabung dalam tim atraksi Baronsai tidak pernah ada mengalami diskriminatif. Semua berlaku sama, termasuk yang kena sanksi bila dalam latihan tidak disiplin,"ujarnya.
Mendukung Atraksi Budaya
Organisasi masyarakat Warga Padang Cinta Damai (WPCD), Sumatera Barat sangat mendukung etnis-etnis yang ada di Kota Padang, khusus untuk terus melestarikan tradisi budaya yang dimiliki.
Hal ini disampaikan Ketua Umun WPCD Kota Padang Aldi Yunaldi menyikapi adanya pegelaran atraksi budaya pada festival Cap Go Meh 2574 oleh etnis keturunan Tionghoa di Padang.
"Kami terus berkomitmen menjadi pemersatu warga lintas etnis, suku dan agama di Kota Padang," kata Aldi.
Pihaknya juga menyayangkan adanya kelompok tertentu yang terkesan menolak festival atraksi budaya tersebut.
Ia menilai adanya sebagian kecil orang yang memandang tradisi budaya kelompok atau etnis tertentu secara subyektif. Padahal, keragaman tradisi yang beragam pada suku dan etnis yang ada adalah satu kekayaan sebagai negara yang majemuk.
"Visi yang kami bangun adalah untuk tetap menjadi Ormas yang terus bisa menjadi wadah pemersatu warga lintas etnis, sebagai bagian dari upaya mendukung program pembangunan di daerah agar tidak merugikan masyarakat banyak," katanya.
Meskipun 97 persen Warga Padang adalah Muslim namun jangan menutup untuk satu etnis atau agama saja. "Kelompok WPCD diharapkan sebagai pemersatu seluruh warga Kota Padang,"ujarnya.
"Kita tahu warga Padang memang mayoritas Muslim, namun saya yakin Warga Padang Cinta Damai, dan tidak pernah membedakan etnis, agama serta suku. Tidak terjadi di Sumbar, khususnya Kota Padang tak pernah ada pengrusakan tempat ibadah karena warga pada sangat menjunjung tinggi toleransi,"kata Aldi mengulangi apa yang disampaikan oleh Wagub Audy Joinaldi saat pengukuhan kepengurusan dan dewan kehormatan WPCD baru-baru ini.
Semarak dan Penuh Kebersamaan
Wali Kota Padang Hendri Septa merasa bangga, dan mengapresiasi berlangsungnya dengan semarak Festival Cap Go Meh di Kota Padang yang dipusatkan di bawah Jembatan Siti Nurbaya, pada 5 Februari 2023.
Kegiatan itu masuk dalam kalender event pariwisata Sumbar, dan Kota Padang pada 2023, bisa berjalan dengan lancar dan sukses.
Festival Cap Go Meh kali ini merupakan event puncak dari perayaan Tahun Baru Imlek 2574/2023. Event tersebut sudah menjadi tradisi etnis Tionghoa setiap momentum perayaan Tahun Baru Imlek di Kota Padang, seperti dirilis Diskominfo Padang.
Adapun pada festival Cap Go Meh yang mengambil tema "Cap Go Meh adalah Kita" ini menyajikan sesuatu yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Hal itu dikarenakan semua masyarakat terlibat dan saling berkolaborasi.
Selain menampilkan arak-arakan Kio dan Sipasan serta Barongsai oleh etnis Tionghoa. Acara pun semakin meriah karena juga ada penampilan naga dari Brimob Polda Sumbar, Fire Dance dari Bali, marching Band IPDN Baso hingga Reog Singo Budoyo dari Dharmasyara.
"Atas nama pribadi dan Pemerintah Kota Padang, kita sangat menyambut baik perayaan Cap Go Meh oleh warga keturunan Tionghoa yang digelar setiap tahun ini,"ujarnya.
Menurut dia, kegiatan ini sarat akan makna yang intinya untuk menjaga kelestarian tradisi warga Tionghoa.
Apalagi event ini masuk kalender pariwisata Kota Padang dan merupakan salah satu dari 77 kegiatan yang tercatat dalam kalender wisata Provinsi Sumbar tahun 2023, ungkapnya.
Lebih lanjut orang nomor satu di Kota Padang itu pun mengungkapkan kekagumannya atas terdapatnya beragam etnis, suku, budaya dan agama yang ada di Kota Padang.
"Alhamdulillah, walaupun berbeda-beda kita semua selalu menjaga toleransi dan saling membantu di dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Salah satunya terlihat pada perayaan Cap Go Meh ini, warga Kota Padang lainnya juga turut menyaksikan dan memeriahkannya," ucap Hendri Septa.
Semangat toleransi yang mampu merekatkan keragaman dalam kebersamaan, maka mesti terus dirajut dan diimplementasikan dalam bentuk nyata diberbagai dimensi kehidupan!.*
Budaya setiap etnis atau suku sudah turun temurun dari sejak para leluhur masing-masing. Keragaman warisan budaya pasti ada pada setiap etnis atau suku yang ada di bumi pertiwi ini. Meski ada yang mirip-mirip, tapi tetap tidaklah sama.
Tradisi budaya yang sudah tumbuh, dan masih ada sampai kini sesuatu mesti harus dipertahankan. Kendati dihadapkan dengan tantangan di tengah perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa ini.
Dalam setiap tradisi atau budaya jelas punya makna yang terkandung didalamnya. Ada pesan moral dan kemanusiaan. Hanya saja kadangkala ada yang terlalu dangkal cara melihatnya. Bahkan, mencermati hanya dari sisi luar saja, dan dari satu perspektif semata.
Misalnya ketika melihat atraksi Baronsai. Barangkali ada hanya terpukau dengan atraksi yang dimainkan?. Ada yang menjadikan bagian dari satu hiburan semata saja?. Ada pula yang rada-rada antipati karena melihat dari sisi budaya satu etnis tertentu?. Dan sebagian yang lain melihat perannya atau dari latarbelakang muncul tradisi itu sendiri. Tak ada yang keliru cara pandang tersebut.
Seperti halnya ketika melihat atraksi Baronsai pada satu bagian dalam perhelatan festival Cap Go Meh. Tradisi yang sudah turun temurun dilakoni bagi keturunan Tionghoa, terutama pada puncak perayaan Tahum Baru Imlek. Ada muncul pro dan kontra dalam memandangnya. Sesungguhnya disebabkan oleh sudut pandang yang digunakan saja.
Namun, dalam tulis ini lebih penekanannya pada sudut pandang "merajut spirit toleransi lewat atraksi Baronsai". Kenapa sudut pandang muncul, ketika ingin melihat dari sisi pemain yang dilibatkan dalam tim atraksi budaya Baronsai.
Sebab, bukan saja dari satu suku atau etnis tertentu saja. Namun, multi etnis yang dilibatkan dan berpartisipasi. Ada dari etnis minang, jawa, nias dan Tionghoa. Kuncinya selama mampu mengikuti proses latihan yang begitu ketat dan disiplin tinggi.
Salah seorang mahasiswa berdarah Minang bernama Yodan (22th) warga Alang Lawas, Kota Padang, pernah bergabung sebagai tim atraksi Baronsai sekitar dua tahun lamanya.
Waktu ia masih duduk dibangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), mengikuti tim Barongsai setelah lolos mengikuti latihan.
Dalam latihan, kata Yodan, begitu disiplin selama satu jam disuruh untuk memasang kuda-kuda. Berlaku untuk semua peserta tanpa dibeda-bedakan. Tujuannya supaya saat dalam tampil atraksi Baronsai tidak ada yang lalai atau menyebabkan sesuatu yang fatal terhadap anggota lainnya.
"Dalam tim atraksi Baronsai dibangun harus punya rasa dan keseimbangan yang sama. Jadi ketika tampil tidak ada salah satu dari anggota yang tercederai,"ungkapnya.
Satu sama lain anggota tim, tambah dia, harus terbangun kebersamaan yang kuat agar saat tampil atau atraksi bisa berjalan secara baik.
"Kami yang tergabung dalam tim atraksi Baronsai tidak pernah ada mengalami diskriminatif. Semua berlaku sama, termasuk yang kena sanksi bila dalam latihan tidak disiplin,"ujarnya.
Mendukung Atraksi Budaya
Organisasi masyarakat Warga Padang Cinta Damai (WPCD), Sumatera Barat sangat mendukung etnis-etnis yang ada di Kota Padang, khusus untuk terus melestarikan tradisi budaya yang dimiliki.
Hal ini disampaikan Ketua Umun WPCD Kota Padang Aldi Yunaldi menyikapi adanya pegelaran atraksi budaya pada festival Cap Go Meh 2574 oleh etnis keturunan Tionghoa di Padang.
"Kami terus berkomitmen menjadi pemersatu warga lintas etnis, suku dan agama di Kota Padang," kata Aldi.
Pihaknya juga menyayangkan adanya kelompok tertentu yang terkesan menolak festival atraksi budaya tersebut.
Ia menilai adanya sebagian kecil orang yang memandang tradisi budaya kelompok atau etnis tertentu secara subyektif. Padahal, keragaman tradisi yang beragam pada suku dan etnis yang ada adalah satu kekayaan sebagai negara yang majemuk.
"Visi yang kami bangun adalah untuk tetap menjadi Ormas yang terus bisa menjadi wadah pemersatu warga lintas etnis, sebagai bagian dari upaya mendukung program pembangunan di daerah agar tidak merugikan masyarakat banyak," katanya.
Meskipun 97 persen Warga Padang adalah Muslim namun jangan menutup untuk satu etnis atau agama saja. "Kelompok WPCD diharapkan sebagai pemersatu seluruh warga Kota Padang,"ujarnya.
"Kita tahu warga Padang memang mayoritas Muslim, namun saya yakin Warga Padang Cinta Damai, dan tidak pernah membedakan etnis, agama serta suku. Tidak terjadi di Sumbar, khususnya Kota Padang tak pernah ada pengrusakan tempat ibadah karena warga pada sangat menjunjung tinggi toleransi,"kata Aldi mengulangi apa yang disampaikan oleh Wagub Audy Joinaldi saat pengukuhan kepengurusan dan dewan kehormatan WPCD baru-baru ini.
Semarak dan Penuh Kebersamaan
Wali Kota Padang Hendri Septa merasa bangga, dan mengapresiasi berlangsungnya dengan semarak Festival Cap Go Meh di Kota Padang yang dipusatkan di bawah Jembatan Siti Nurbaya, pada 5 Februari 2023.
Kegiatan itu masuk dalam kalender event pariwisata Sumbar, dan Kota Padang pada 2023, bisa berjalan dengan lancar dan sukses.
Festival Cap Go Meh kali ini merupakan event puncak dari perayaan Tahun Baru Imlek 2574/2023. Event tersebut sudah menjadi tradisi etnis Tionghoa setiap momentum perayaan Tahun Baru Imlek di Kota Padang, seperti dirilis Diskominfo Padang.
Adapun pada festival Cap Go Meh yang mengambil tema "Cap Go Meh adalah Kita" ini menyajikan sesuatu yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Hal itu dikarenakan semua masyarakat terlibat dan saling berkolaborasi.
Selain menampilkan arak-arakan Kio dan Sipasan serta Barongsai oleh etnis Tionghoa. Acara pun semakin meriah karena juga ada penampilan naga dari Brimob Polda Sumbar, Fire Dance dari Bali, marching Band IPDN Baso hingga Reog Singo Budoyo dari Dharmasyara.
"Atas nama pribadi dan Pemerintah Kota Padang, kita sangat menyambut baik perayaan Cap Go Meh oleh warga keturunan Tionghoa yang digelar setiap tahun ini,"ujarnya.
Menurut dia, kegiatan ini sarat akan makna yang intinya untuk menjaga kelestarian tradisi warga Tionghoa.
Apalagi event ini masuk kalender pariwisata Kota Padang dan merupakan salah satu dari 77 kegiatan yang tercatat dalam kalender wisata Provinsi Sumbar tahun 2023, ungkapnya.
Lebih lanjut orang nomor satu di Kota Padang itu pun mengungkapkan kekagumannya atas terdapatnya beragam etnis, suku, budaya dan agama yang ada di Kota Padang.
"Alhamdulillah, walaupun berbeda-beda kita semua selalu menjaga toleransi dan saling membantu di dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Salah satunya terlihat pada perayaan Cap Go Meh ini, warga Kota Padang lainnya juga turut menyaksikan dan memeriahkannya," ucap Hendri Septa.
Semangat toleransi yang mampu merekatkan keragaman dalam kebersamaan, maka mesti terus dirajut dan diimplementasikan dalam bentuk nyata diberbagai dimensi kehidupan!.*