Klungkung, (ANTARA) -
Keluarga Ni Wayan Supini (44) yang merupakan salah satu warga negara Indonesia (WNI) korban gempa Turki menyebutkan bahwa sang istri dikenang sebagai sosok pribadi yang pekerja keras.
 
Saat ditemui di kediamannya di Dusun Tegal Besar, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Bali, Senin, I Nyoman Ranten (50) mengatakan sebagai seorang istri, Wayan Supini tidak hanya mengerjakan pekerjaan pokoknya sebagai ibu rumah tangga, tetapi  juga sangat gesit untuk mencari pekerjaan serabutan guna menghidupi keluarganya.
 
"Orangnya pekerja keras. Dia itu tipe orang yang tidak mau tinggal diam. Untuk pekerjaan rumah selalu beres, setelah itu ada saja yang dia mau kerjakan," kata dia.
 
Selain itu, rasa cintanya kepada keluarga khususnya anak-anak membuat perempuan yang dinikahi Nyoman Ranten pada 2022 lalu itu sangat sayang kepada anak-anaknya, sehingga anak-anak sangat dekat dengannya.
 
Selama bekerja sebagai terapis di Diyarbakir, Turki sang istri hampir setiap hari, selalu berkomunikasi dengan anak-anak.
 
Bahkan, hari-hari sebelum gempa magnitudo 7,8 mengguncang Turki, sang istri selalu menghubungi keluarga melalui panggilan video. Bagi dia, kata Nyoman Ranten, masa depan dan kehidupan anak-anaknya harus diperjuangkan dengan sungguh.
 
"Dengan semangatnya itu dia ingin ada banyak perubahan dalam keluarga, selain karena banyak juga tuntutan keluarga, adat dan kebutuhan lain," kata Ranten.
 
Sebelum pandemi COVID-19 melanda Bali, sang istri pernah bekerja sebagai pegawai koperasi dan juga staf kebersihan di Bandara Ngurah Rai, Bali. Namun, dirinya harus berhenti bekerja karena manajemen Bandara memintanya untuk berhenti bekerja.
 
Oleh karena pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin tak menentu, Ni Wayan Supini memberanikan diri mencari keberuntungan dengan menjadi terapis profesional untuk mencari tambahan penghasilan bagi keluarga.
 
Selain meninggalkan rumah, wanita yang terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara itu juga meninggalkan tiga orang anak, buah cinta pernikahannya dengan Nyoman Ranten, bahkan anak ketiga masih berumur enam tahun.
 
Nyoman Ranten tidak menyangka bahwa kebersamaan dengan istrinya enam bulan yang lalu menjadi pertemuan terakhir mereka secara tatap muka.
 
Meskipun berat, kabar duka yang diterima keluarga pada Jumat (16/2/2023) membuat keluarga Nyoman Ranten perlahan-lahan mengikhlaskan kepergian sang istri tercinta.
 
"Berat memang untuk melupakan beliau. Sama sekali tidak ada firasat apapun, ya. Satu hari sebelumnya bahkan pada hari kejadian itu nggak ada tanda-tanda sama sekali bahwa kejadian begitu. Pada hari-hari sebelumnya itu selalu komunikasi, dia bilang semuanya aman-aman saja," kata Nyoman Ranten sambil menunjukkan foto-foto istrinya saat ditemui di Klungkung, Bali.
 
Saat ini, keluarga besar tengah mempersiapkan segala sesuatu untuk kepulangan sang istri yang direncanakan akan diberangkatkan pada 22 Februari, dan tiba di Bali pada keesokannya.
 
"Untuk proses pemakaman seperti biasa. Kita nggak ada beda, sama seperti yang lainnya. Cuman dari rumah sakit untuk teknis pemakaman disarankan langsung saja ke kuburan, tidak dibawa pulang ke rumah lagi," kata dia.
 
Keluarga besarnya, kata Nyoman Ranten membuka pintu rumah bagi keluarga, kerabat dan warga untuk melakukan doa dan juga upacara adat melepas kepergian sang istri.
 
Beberapa karangan bunga terlihat berjejer di rumah Nyoman Ranten, seperti ungkapan bela sungkawa dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kasatgassus Brigjen Pol Gatot Tri Suryanta.
 
Nyoman Ranten pun berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menemukan jasad sang istri hingga nanti memfasilitasi keberatan jenazah sang istri seperti Kedubes Indonesia di Turki, KBRI, Dinas ketenagakerjaan, Bupati Klungkung dan pihak kepolisian. (*)

Pewarta : Rolandus Nampu
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024