Bukittinggi, (ANTARA) - Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat bersama tokoh adat setempat menggiatkan sosialisasi administrasi nikah kawin yang ditujukan untuk menyamakan persepsi tata cara pernikahan sesuai adat dan hukum.
Kegiatan dilaksanakan di Kantor Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan menghadirkan narasumber dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), KUA, Disdukcapil yang dihadiri peserta dari tokoh adat dan pemuka masyarakat, Selasa.
"Begitu banyak sebenarnya persoalan kearifan lokal yang harus disamakan persepsinya, dalam tatanan adat berlaku hal-hal yang menyanjung tinggi, salah satunya bagaimana anak kemenakan untuk menikah," kata Camat Mandiangin Koto Selayan, Mihandrik.
Ia mengatakan pemerintah sesuai dengan perkembangan dan menyesuaikan dengan dinamika sosial mesti mengeluarkan aturan untuk kebutuhan standar operasional kegiatan yang diharapkan juga berasal dari masukan tokoh adat.
"Khususnya dalam aturan pernikahan ini, perlu ada persamaan persepsi hingga tidak terjadi kesalahfahaman, ada beberapa regulasi dari hukum pernikahan yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat seperti wajib atau tidaknya tandatangan mamak suku dan kaum," kata dia.
Ia berharap adanya implementasi yang jelas setelah sosialisasi dilaksanakan untuk disampaikan oleh tokoh adat kepada warga.
"Peran Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama serta Bundo Kanduang sangat dibutuhkan agar kerjasama Pemkot dan masyarakat untuk update informasi pernikahan ini khususnya," kata dia.
Ketua LKAAM Mandiangin Kota Selayan Bukittinggi, Elvis Datuak Kampuang Dalam mengatakan sosialisasi ini penting untuk menekankan peran penting adat istiadat dan budaya dalam aturan pernikahan.
"Adat dan agama harus dikawal sejak sebelum menikah, saat ini kami melihat banyaknya aturan adat yang tidak lagi dijalankan ketika anak kemenakan akan menikah atau sesudah menikah," kata dia.
Ia meminta pihak KUA dapat mempertegas ijin tokoh adat berupa Mamak Kaum dan Pasukuan sebelum adanya warga yang akan menikah agar tidak terjadi kesalahfahaman dan upaya penghubung silaturahim antara warga yang terhubung dalam satu pasukuan.
"Jangan sampai yang memberi ijin malah mamak yang bukan sebenarnya, ini nantinya malah akan memperburuk hubungan pribadi dan dua keluarga besar setelah pernikahan," katanya. (*)
Kegiatan dilaksanakan di Kantor Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan menghadirkan narasumber dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), KUA, Disdukcapil yang dihadiri peserta dari tokoh adat dan pemuka masyarakat, Selasa.
"Begitu banyak sebenarnya persoalan kearifan lokal yang harus disamakan persepsinya, dalam tatanan adat berlaku hal-hal yang menyanjung tinggi, salah satunya bagaimana anak kemenakan untuk menikah," kata Camat Mandiangin Koto Selayan, Mihandrik.
Ia mengatakan pemerintah sesuai dengan perkembangan dan menyesuaikan dengan dinamika sosial mesti mengeluarkan aturan untuk kebutuhan standar operasional kegiatan yang diharapkan juga berasal dari masukan tokoh adat.
"Khususnya dalam aturan pernikahan ini, perlu ada persamaan persepsi hingga tidak terjadi kesalahfahaman, ada beberapa regulasi dari hukum pernikahan yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat seperti wajib atau tidaknya tandatangan mamak suku dan kaum," kata dia.
Ia berharap adanya implementasi yang jelas setelah sosialisasi dilaksanakan untuk disampaikan oleh tokoh adat kepada warga.
"Peran Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama serta Bundo Kanduang sangat dibutuhkan agar kerjasama Pemkot dan masyarakat untuk update informasi pernikahan ini khususnya," kata dia.
Ketua LKAAM Mandiangin Kota Selayan Bukittinggi, Elvis Datuak Kampuang Dalam mengatakan sosialisasi ini penting untuk menekankan peran penting adat istiadat dan budaya dalam aturan pernikahan.
"Adat dan agama harus dikawal sejak sebelum menikah, saat ini kami melihat banyaknya aturan adat yang tidak lagi dijalankan ketika anak kemenakan akan menikah atau sesudah menikah," kata dia.
Ia meminta pihak KUA dapat mempertegas ijin tokoh adat berupa Mamak Kaum dan Pasukuan sebelum adanya warga yang akan menikah agar tidak terjadi kesalahfahaman dan upaya penghubung silaturahim antara warga yang terhubung dalam satu pasukuan.
"Jangan sampai yang memberi ijin malah mamak yang bukan sebenarnya, ini nantinya malah akan memperburuk hubungan pribadi dan dua keluarga besar setelah pernikahan," katanya. (*)