Pulau Punjung (ANTARA) - Ziarah Rumah Gadang kembali digelar di Nagari (Desa Adat) Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) setelah tradisi itu sempat tidak dilaksanakan karena pandemi COVID-19.
Tradisi ziarah rumah gadang yang dilaksanakan pada hari ke-2 lebaran masih bertahan sebagai sarana silaturahmi dalam menyambut Idul Fitri 1443 Hijriah.
"Awal pandemi pada 2020 sama sekali tidak ada. 2021 digelar dengan pembatasan dan prokes yang ketat. Ahamdulillah tahun ini masyarakat sangat antusias untuk hadir, merasakan kembali momen berkumpul bersama, saling bermaaf-maafkan," kata Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Jamhur Dt Jati, di Pulau Punjung, Selasa.
Ia mengatakan tradisi ziarah rumah gadang dilaksanakan pada enam suku adat di nagari itu. Seperti Suku Mandahilang, Malayu, Patapang Ateh, Patapang Bawuah, Tigo Nini, dan Suku Piliang.
Ia mengatakan dalam tradisi yang tetap lestari itu setiap kaum bundo kanduang atau ibu-ibu membawa rantang untuk acara makan bersama.
Kegiatan ziarah rumah gadang diawali makan bajamba atau makan bersama dengan menu Khas Ranah Minang, seperti rendang, gulai ayam, gulai tunjang (kikil), dan hidangan lebaran lainnya, kata dia.
"Seteleh makan bajamba, kegiatan dilanjutkan dengan permainan panjat pinang. Hari ini seluruhnya larut dalam semangat kebersamaan dan persatuan, dan yang paling penting masyarakat diimbau tetap menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Ziarah rumah gadang juga dimanfaatkan sebagai momentum bertukar pikiran keluarga besar suku untuk kemajuan kaum, nagari dan Dharmasraya ke depan, kata dia.
"Ziarah rumah gadang Ini merupakan rangkaian dari beberapa tradisi tahunan yang sudah ada sejak dulunya, seperti sebelum puasa halal bi halal 'mambuka surau' (mebuka surau atau mushala), takbiran ke rumah-rumah dunsanak (keluarga), dan ditutup kembali dengan halal-bihalal menutup surau," tambah Dt Jati yang juga pucuk Pimpinan Suku Mandahiliang.
Sementara, Wali Nagari Sikabau, Abdul Razak berharap tradisi tersebut tetap bertahan di tengah perkembangan zaman yang begitu pesat, dan jangan disiakan-disiakan karena hanya datang sekali dalam setahun.
Di samping itu, pihak pemerintah nagari ia juga berpesan kepada orang tua supaya mengingatkan anak-anaknya agar menghindari kegiatan yang tidak bermanfaat dan tidak sesuai adat istiadat.
"Ingatkan anak-anak, cucu, dan keponakan kita akan pentingnya pengetahuan ilmu adat, ilmu agama dan budi pekerti, jangan sampai terjerumus pada kegiatan yang menyimpang," jelasnya.
Tradisi ziarah rumah gadang yang dilaksanakan pada hari ke-2 lebaran masih bertahan sebagai sarana silaturahmi dalam menyambut Idul Fitri 1443 Hijriah.
"Awal pandemi pada 2020 sama sekali tidak ada. 2021 digelar dengan pembatasan dan prokes yang ketat. Ahamdulillah tahun ini masyarakat sangat antusias untuk hadir, merasakan kembali momen berkumpul bersama, saling bermaaf-maafkan," kata Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Jamhur Dt Jati, di Pulau Punjung, Selasa.
Ia mengatakan tradisi ziarah rumah gadang dilaksanakan pada enam suku adat di nagari itu. Seperti Suku Mandahilang, Malayu, Patapang Ateh, Patapang Bawuah, Tigo Nini, dan Suku Piliang.
Ia mengatakan dalam tradisi yang tetap lestari itu setiap kaum bundo kanduang atau ibu-ibu membawa rantang untuk acara makan bersama.
Kegiatan ziarah rumah gadang diawali makan bajamba atau makan bersama dengan menu Khas Ranah Minang, seperti rendang, gulai ayam, gulai tunjang (kikil), dan hidangan lebaran lainnya, kata dia.
"Seteleh makan bajamba, kegiatan dilanjutkan dengan permainan panjat pinang. Hari ini seluruhnya larut dalam semangat kebersamaan dan persatuan, dan yang paling penting masyarakat diimbau tetap menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Ziarah rumah gadang juga dimanfaatkan sebagai momentum bertukar pikiran keluarga besar suku untuk kemajuan kaum, nagari dan Dharmasraya ke depan, kata dia.
"Ziarah rumah gadang Ini merupakan rangkaian dari beberapa tradisi tahunan yang sudah ada sejak dulunya, seperti sebelum puasa halal bi halal 'mambuka surau' (mebuka surau atau mushala), takbiran ke rumah-rumah dunsanak (keluarga), dan ditutup kembali dengan halal-bihalal menutup surau," tambah Dt Jati yang juga pucuk Pimpinan Suku Mandahiliang.
Sementara, Wali Nagari Sikabau, Abdul Razak berharap tradisi tersebut tetap bertahan di tengah perkembangan zaman yang begitu pesat, dan jangan disiakan-disiakan karena hanya datang sekali dalam setahun.
Di samping itu, pihak pemerintah nagari ia juga berpesan kepada orang tua supaya mengingatkan anak-anaknya agar menghindari kegiatan yang tidak bermanfaat dan tidak sesuai adat istiadat.
"Ingatkan anak-anak, cucu, dan keponakan kita akan pentingnya pengetahuan ilmu adat, ilmu agama dan budi pekerti, jangan sampai terjerumus pada kegiatan yang menyimpang," jelasnya.