Padang (ANTARA) - Indra Yuska kini boleh berbangga hati. Polisi berpangkat Brigadir Kepala (Bripka) itu bisa menegakkan kepalanya di hadapan semua orang untuk menyatakan bahwa dirinya telah berubah.
Ia bukan lagi si "bengal" yang dulu kerap berulah dalam dinas, atau berurusan dengan Provost. Tapi seorang polisi yang sukses menyokong percepatan vaksinasi di Sumatera Barat (Sumbar), khususnya Kota Padang.
Bukan bermaksud sesumbar, namun peran dari anggota Satuan Sabhara Kepolisian Resor Kota Padang itu tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Berkat kegigihan, kemasifan, dedikasi, hingga "ketabahannya" mengajak warga, akhirnya angka vaksinasi di provinsi "Tuah Sakato" bisa merangkak naik dari hari ke hari hingga target 70 persen bisa dicapai.
Berbagai suka dan duka pernah dilewati laki-laki 38 tahun itu selama bergerilya langsung di lapangan. Mulai dari diejek, dijauhi, hingga dihindari warga sudah jadi makanan sehari-harinya.
Namun anggota kepolisian lulusan tahun 2005 itu tidak patah arang. Setiap aral dan hambatan yang muncul di lapangan ia anggap sebagai tantangan pengabdian.
Sebab program vaksinasi yang dilaksanakan sekarang merupakan ikhtiar penting dalam menekan laju penyebaran COVID-19 yang masih membayangi wajah dunia, termasuk Indonesia.
Setidaknya dalam lima bulan terakhir Indra Yuska telah mengajak peserta vaksin sekitar 1.500 orang. Itu pun di luar data warga yang ia pernah "hibahkan" ke rekan seprofesi.
Kerja keras putera daerah Kabupaten Pesisir selatan itu memang layak dipuji. Sehingga tidak mengherankan kalau ia menerima penghargaan dari orang nomor satu di Kepolisian Resor kota Padang yakni Kombes Pol Imran Amin.
Setiap hari usai melaksanakan apel pagi di Mako Polresta Padang, Indra Yuska yang akrab disapa "Da In" akan menyelesaikan tugas kedinasannya terlebih dahulu.
Ia harus berpandai-pandai mengatur waktu agar penggalangan warga untuk divaksin tidak mengganggu tugas rutinnya sebagai anggota di Satuan Sabhara Polresta Padang tetap berjalan.
Setelah semua tugas dituntaskan barulah ia bergerilya keluar-masuk kampung, menyambangi kelurahan demi kelurahan, kecamatan demi kecamatan untuk mengajak warga supaya mau divaksin.
Berbaur dengan emak-emak, bapak-bapak, generasi milenial, hingga para lanjut usia, sudah menjadi hal yang akrab baginya.
Biasanya dalam mencari peserta vaksin sosok yang akrab disapa Da In selalu membagi-bagi warga yang akan dibawa menjadi beberapa klaster. Mulai dari lingkungan keluarga, tempat tinggal, sanak-saudara, hingga klaster mahasiswa.
"Jadi sebelum turun ke lapangan saya sudah memetakan lokasi-lokasi mana yang akan dikunjungi. Bukan asal cari begitu saja," katanya.
Ketika sampai di lokasi ayah dari dua anak itu akan mencari tokoh masyarakat, adat, atau orang yang disegani di lingkungan setempat untuk membangun komunikasi awal.
Merekalah pintu utama Indra Yuska dalam menyampaikan informasi serta edukasi soal vaksinasi kepada masyarakat. Bahwa vaksinasi itu penting dan bermanfaat bagi kesehatan di tengah pandemi yang melanda.
"Bersama tokoh masyarakat kemudian saya jelaskan lagi secara lebih luas kepada warga demi meyakinkan mereka bahwa vaksin itu aman dan berguna," katanya.
Jika tidak begitu, lanjutnya, akan sulit jika harus meyakinkan warga satu per satu karena bakal memakan waktu dan tenaga lebih ekstra.
Belum lagi jika ada warga yang mengajak debat kusir atau bahkan mencari-cari alasan hanya untuk menghindari vaksin.
"Jika diladeni bisa-bisa tidak selesai sampai malam," ucap Da In sambil tersenyum.
Indra Yuska mengakui sepanjang pengalamannya mengajak warga, masa-masa awal program vaksinasi adalah masa yang sulit. Karena banyak warga sudah teracuni oleh hoaks yang beredar.
Jika merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informasi RI hingga November 2021, setidaknya diidentifikasi ada 2.000 lebih hoaks terkait vaksin yang beredar di media sosial, terutama di facebook.
Sehingga warga yang menolak vaksin karena takut "kenapa-kenapa" tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Baginya hoaks yang menjadi sumber ketakutan tersebut.
Indra Yuska yang turun langsung ke tengah masyarakat memahami persoalan tersebut. Sehingga ia tidak ingin mengajak warga secara agresif untuk divaksin.
Caranya adalah memberikan pemahaman yang benar terlebih dahulu kepada warga tentang vaksin, meskipun sebagai konsekuensinya ia sering dihindari dan diacuhkan oleh warga.
"Hoaks yang bertebar membuat mereka takut untuk divaksin. Maka pemahaman yang keliru tersebut harus diluruskan terlebih dahulu dengan memberikan edukasi," katanya.
Bahkan demi memberikan edukasi, ia pernah mendatangi seorang warga perempuan di kawasan Parak Karakah, Kecamatan Padang Timur sebanyak lima hari berturut-turut.
Sebab warga perempuan yang berusia 50 tahun tersebut sudah terpengaruh oleh hoaks. Setiap kali didatangi, setiap itu juga ia menolak.
Alasan yang dikemukakan pun beragam. mulai dari takut badannya lumpuh setelah divaksin, ayan, hingga takut ditanami mikrocip ke dalam tubuhnya. Alasan ketiga tersebut cukup membuat Indra Yuska tergelitik.
Namun ia tidak mau menyerah. Setiap kali datang ia terus mengedukasi warga tersebut bahwa tujuan vaksin adalah melindungi diri dari COVID-19, menciptakan kekebalan kelompok (herd Immunty), dan lainnya. Bukan untuk membahayakan.
"Setelah hari kelima baru ibu itu mau untuk divaksin, dan Alhamdulillah kondisinya baik-baik saja sampai sekarang," kenangnya.
Ada juga sebuah momen "nyeleneh" yang dialami alumni MAN 2 Padang tahun 2003 itu ketika hendak mengajak sepuluh mahasiswa untuk divaksin. Mereka tidak termakan oleh hoaks dan bersedia untuk divaksin.
Napasnya agak lega saat itu. Namun ketika para mahasiswa mengajukan syarat harus ditraktir makan siang, napasnya kembali agak sesak.
Indra Yuska cuma bisa geleng-geleng kepala tanpa menolak permintaan tersebut. Sebab beberapa mahasiswa adalah orang yang sudah dikenal sejak lama, dan dekat dekat dengannya.
"Anggap saja adik minta traktir makan ke abangnya," pungkas Da In.
Setelah itu ia bersama rombongan mahasiswa akhirnya makan siang di salah satu rumah makan di kawasan Jati, Kecamatan Padang Timur.
Setelah makan selesai dan perut telah kenyang, Da In sebagai orang yang mentraktir langsung melangkah dengan mantap ke meja kasir. Berniat untuk membayar tagihan sekitar Rp200 ribu.
Ia merogoh saku celana bermaksud untuk mengambil dompet. Namun entah mimpi apa semalam, barang yang ia cari tidak berhasil ditemukan.
Sekian detik berlalu Da In belum juga menemukan benda yang dicari. Ia baru sadar kemudian ternyata lupa membawa dompet. Seketika panik bercampur malu datang menghampiri.
Untung saja suasana di tempat makan saat itu tidak ramai. Jika tidak?, ia tidak tahu kemana wajahnya harus disembunyikan.
Salah seorang mahasiswa bernama Bayu menyadari situasi tersebut. Ia lalu bertanya kepada Da In untuk memastikan apa yang sedang terjadi.
Mau tidak mau mantan anggota Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Padang Timur itu harus mengakui lupa membawa dompet. Jawabannya membuat para mahasiswa tersenyum kecut.
Karena tidak mau berlama-lama berada di dalam situasi yang tidak mengenakkan, Indra Yuska langsung berinisiatif meminjam uang milik Bayu. Nanti digantinya setelah mengambil dompet.
"Niat mentraktir orang tapi lupa membawa dompet. Ujung-ujungnya malah meminjam uang ke orang yang hendak ditraktir. Malang," kenangnya sambil tertawa.
Seiring berjalannya waktu, program vaksinasi terus bergulir di Kota Padang hingga menjelang akhir tahun. Akan tetapi upaya penggalangan tidak seberat tahap awal.
Jika sebelumnya bertarung dengan hoaks, kini vaksinasi di hadang oleh dilema bantuan bahan makanan pokok atau biasa disebut "Sembako".
Banyak masyarakat menganggap seluruh peserta vaksin akan menerima bantuan sembako gratis. Padahal sejatinya bantuan tersebut hanya diberikan pada momen atau acara tertentu, bukan setiap hari.
"Jadi warga menganggap siapapun yang disuntik vaksin pasti akan diberi "sembako" gratis. Padahal tidak demikian," jelasnya.
Karena hal itu maka Indra Yuska harus gesit mencari informasi setiap hari, gerai mana yang menyediakan bantuan sembako gratis. Jika ada maka warga yang telah ia kumpulkan langsung "diboyong" ke sana.
Sebaliknya, jika hari itu tidak ada gerai yang menyediakan bantuan sembako gratis maka ia harus mencari solusi lain agar warga tidak kecewa.
Sebagai penggantinya, Indra Yuska menyediakan antar jemput ke gerai vaksin agar warga tidak lagi mengeluarkan biaya transportasi.
"Saya selalu minta izin ke komandan untuk menggunakan mobil dinas. Sehingga warga tidak lagi mengeluarkan biaya tambahan," katanya.
Tidak jarang juga kocek pribadinya dirogoh untuk sekedar membeli minuman warga yang ia boyong ke gerai vaksin.
Tanpa terasa sudah sekitar lima bulan Indra Yuska bergerilya demi mempercepat vaksinasi di Kota Padang yang memiliki 11 kecamatan.
Dalam sehari rata-rata ia bisa membawa 10-15 orang. Rekor tertingginya adalah membawa 50 orang dalam satu hari.
Setidaknya ada sekitar 1.500 warga yang sudah ia galang dalam kurun waktu lima bulan. Hujan, panas, suka, duka, hingga demam pernah ia alami selama bergerilya mengajak warga.
Kegigihan Indra Yuska dalam menggalang massa selama ini mendapatkan pengakuan dari sejumlah senior, serta rekan-rekannya di Polresta Padang.
"Indra Yuska memang gigih dalam percepatan vaksinasi COVID-19. Setiap hari ia selalu turun ke lapangan untuk mengajak warga vaksinasi," ujar salah seorang seniornya di Polresta Padang Aipda Ramadhan Harahap.
Orang bijak selalu mengatakan bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil. Kalimat tersebut dibuktikan oleh Indra Yuska karena pengabdian, dedikasi, dan loyalitasnya selama ini berbuah manis.
Pada November 2021, Kapolresta Padang Kombes Pol Imran Amir memberinya piagam penghargaan sebagai personel yang paling banyak membawa peserta vaksin dalam periode 11 Oktober sampai 15 November, yaitu 221 orang.
Penghargaan itu tentu saja membuatnya senang dan bangga. Sebab orang yang dulu kerap berbuat ulah dan berurusan dengan Provost, kini diberi penghargaan dari orang nomor satu di Polresta Padang.
"Penghargaan ini ibarat pelecut semangat saya. Ini juga membuktikan bahwa pimpinan (Kapolresta Padang) objektif dalam menilai kinerja, serta menghargai dedikasi yang dilakukan oleh anggota," katanya.
Secara lebih jauh, penghargaan itu merupakan pijakan Indra Yuska agar terus mengubah diri menjadi polisi yang lebih baik dan "Presisi" di masa akan datang.
"Tidak ada yang tidak mungkin selama punya niat untuk berubah. Setiap orang pernah melakukan kesalahan," katanya.
Ia bukan lagi si "bengal" yang dulu kerap berulah dalam dinas, atau berurusan dengan Provost. Tapi seorang polisi yang sukses menyokong percepatan vaksinasi di Sumatera Barat (Sumbar), khususnya Kota Padang.
Bukan bermaksud sesumbar, namun peran dari anggota Satuan Sabhara Kepolisian Resor Kota Padang itu tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Berkat kegigihan, kemasifan, dedikasi, hingga "ketabahannya" mengajak warga, akhirnya angka vaksinasi di provinsi "Tuah Sakato" bisa merangkak naik dari hari ke hari hingga target 70 persen bisa dicapai.
Berbagai suka dan duka pernah dilewati laki-laki 38 tahun itu selama bergerilya langsung di lapangan. Mulai dari diejek, dijauhi, hingga dihindari warga sudah jadi makanan sehari-harinya.
Namun anggota kepolisian lulusan tahun 2005 itu tidak patah arang. Setiap aral dan hambatan yang muncul di lapangan ia anggap sebagai tantangan pengabdian.
Sebab program vaksinasi yang dilaksanakan sekarang merupakan ikhtiar penting dalam menekan laju penyebaran COVID-19 yang masih membayangi wajah dunia, termasuk Indonesia.
Setidaknya dalam lima bulan terakhir Indra Yuska telah mengajak peserta vaksin sekitar 1.500 orang. Itu pun di luar data warga yang ia pernah "hibahkan" ke rekan seprofesi.
Kerja keras putera daerah Kabupaten Pesisir selatan itu memang layak dipuji. Sehingga tidak mengherankan kalau ia menerima penghargaan dari orang nomor satu di Kepolisian Resor kota Padang yakni Kombes Pol Imran Amin.
Setiap hari usai melaksanakan apel pagi di Mako Polresta Padang, Indra Yuska yang akrab disapa "Da In" akan menyelesaikan tugas kedinasannya terlebih dahulu.
Ia harus berpandai-pandai mengatur waktu agar penggalangan warga untuk divaksin tidak mengganggu tugas rutinnya sebagai anggota di Satuan Sabhara Polresta Padang tetap berjalan.
Setelah semua tugas dituntaskan barulah ia bergerilya keluar-masuk kampung, menyambangi kelurahan demi kelurahan, kecamatan demi kecamatan untuk mengajak warga supaya mau divaksin.
Berbaur dengan emak-emak, bapak-bapak, generasi milenial, hingga para lanjut usia, sudah menjadi hal yang akrab baginya.
Biasanya dalam mencari peserta vaksin sosok yang akrab disapa Da In selalu membagi-bagi warga yang akan dibawa menjadi beberapa klaster. Mulai dari lingkungan keluarga, tempat tinggal, sanak-saudara, hingga klaster mahasiswa.
"Jadi sebelum turun ke lapangan saya sudah memetakan lokasi-lokasi mana yang akan dikunjungi. Bukan asal cari begitu saja," katanya.
Ketika sampai di lokasi ayah dari dua anak itu akan mencari tokoh masyarakat, adat, atau orang yang disegani di lingkungan setempat untuk membangun komunikasi awal.
Merekalah pintu utama Indra Yuska dalam menyampaikan informasi serta edukasi soal vaksinasi kepada masyarakat. Bahwa vaksinasi itu penting dan bermanfaat bagi kesehatan di tengah pandemi yang melanda.
"Bersama tokoh masyarakat kemudian saya jelaskan lagi secara lebih luas kepada warga demi meyakinkan mereka bahwa vaksin itu aman dan berguna," katanya.
Jika tidak begitu, lanjutnya, akan sulit jika harus meyakinkan warga satu per satu karena bakal memakan waktu dan tenaga lebih ekstra.
Belum lagi jika ada warga yang mengajak debat kusir atau bahkan mencari-cari alasan hanya untuk menghindari vaksin.
"Jika diladeni bisa-bisa tidak selesai sampai malam," ucap Da In sambil tersenyum.
Indra Yuska mengakui sepanjang pengalamannya mengajak warga, masa-masa awal program vaksinasi adalah masa yang sulit. Karena banyak warga sudah teracuni oleh hoaks yang beredar.
Jika merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informasi RI hingga November 2021, setidaknya diidentifikasi ada 2.000 lebih hoaks terkait vaksin yang beredar di media sosial, terutama di facebook.
Sehingga warga yang menolak vaksin karena takut "kenapa-kenapa" tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Baginya hoaks yang menjadi sumber ketakutan tersebut.
Indra Yuska yang turun langsung ke tengah masyarakat memahami persoalan tersebut. Sehingga ia tidak ingin mengajak warga secara agresif untuk divaksin.
Caranya adalah memberikan pemahaman yang benar terlebih dahulu kepada warga tentang vaksin, meskipun sebagai konsekuensinya ia sering dihindari dan diacuhkan oleh warga.
"Hoaks yang bertebar membuat mereka takut untuk divaksin. Maka pemahaman yang keliru tersebut harus diluruskan terlebih dahulu dengan memberikan edukasi," katanya.
Bahkan demi memberikan edukasi, ia pernah mendatangi seorang warga perempuan di kawasan Parak Karakah, Kecamatan Padang Timur sebanyak lima hari berturut-turut.
Sebab warga perempuan yang berusia 50 tahun tersebut sudah terpengaruh oleh hoaks. Setiap kali didatangi, setiap itu juga ia menolak.
Alasan yang dikemukakan pun beragam. mulai dari takut badannya lumpuh setelah divaksin, ayan, hingga takut ditanami mikrocip ke dalam tubuhnya. Alasan ketiga tersebut cukup membuat Indra Yuska tergelitik.
Namun ia tidak mau menyerah. Setiap kali datang ia terus mengedukasi warga tersebut bahwa tujuan vaksin adalah melindungi diri dari COVID-19, menciptakan kekebalan kelompok (herd Immunty), dan lainnya. Bukan untuk membahayakan.
"Setelah hari kelima baru ibu itu mau untuk divaksin, dan Alhamdulillah kondisinya baik-baik saja sampai sekarang," kenangnya.
Ada juga sebuah momen "nyeleneh" yang dialami alumni MAN 2 Padang tahun 2003 itu ketika hendak mengajak sepuluh mahasiswa untuk divaksin. Mereka tidak termakan oleh hoaks dan bersedia untuk divaksin.
Napasnya agak lega saat itu. Namun ketika para mahasiswa mengajukan syarat harus ditraktir makan siang, napasnya kembali agak sesak.
Indra Yuska cuma bisa geleng-geleng kepala tanpa menolak permintaan tersebut. Sebab beberapa mahasiswa adalah orang yang sudah dikenal sejak lama, dan dekat dekat dengannya.
"Anggap saja adik minta traktir makan ke abangnya," pungkas Da In.
Setelah itu ia bersama rombongan mahasiswa akhirnya makan siang di salah satu rumah makan di kawasan Jati, Kecamatan Padang Timur.
Setelah makan selesai dan perut telah kenyang, Da In sebagai orang yang mentraktir langsung melangkah dengan mantap ke meja kasir. Berniat untuk membayar tagihan sekitar Rp200 ribu.
Ia merogoh saku celana bermaksud untuk mengambil dompet. Namun entah mimpi apa semalam, barang yang ia cari tidak berhasil ditemukan.
Sekian detik berlalu Da In belum juga menemukan benda yang dicari. Ia baru sadar kemudian ternyata lupa membawa dompet. Seketika panik bercampur malu datang menghampiri.
Untung saja suasana di tempat makan saat itu tidak ramai. Jika tidak?, ia tidak tahu kemana wajahnya harus disembunyikan.
Salah seorang mahasiswa bernama Bayu menyadari situasi tersebut. Ia lalu bertanya kepada Da In untuk memastikan apa yang sedang terjadi.
Mau tidak mau mantan anggota Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Padang Timur itu harus mengakui lupa membawa dompet. Jawabannya membuat para mahasiswa tersenyum kecut.
Karena tidak mau berlama-lama berada di dalam situasi yang tidak mengenakkan, Indra Yuska langsung berinisiatif meminjam uang milik Bayu. Nanti digantinya setelah mengambil dompet.
"Niat mentraktir orang tapi lupa membawa dompet. Ujung-ujungnya malah meminjam uang ke orang yang hendak ditraktir. Malang," kenangnya sambil tertawa.
Seiring berjalannya waktu, program vaksinasi terus bergulir di Kota Padang hingga menjelang akhir tahun. Akan tetapi upaya penggalangan tidak seberat tahap awal.
Jika sebelumnya bertarung dengan hoaks, kini vaksinasi di hadang oleh dilema bantuan bahan makanan pokok atau biasa disebut "Sembako".
Banyak masyarakat menganggap seluruh peserta vaksin akan menerima bantuan sembako gratis. Padahal sejatinya bantuan tersebut hanya diberikan pada momen atau acara tertentu, bukan setiap hari.
"Jadi warga menganggap siapapun yang disuntik vaksin pasti akan diberi "sembako" gratis. Padahal tidak demikian," jelasnya.
Karena hal itu maka Indra Yuska harus gesit mencari informasi setiap hari, gerai mana yang menyediakan bantuan sembako gratis. Jika ada maka warga yang telah ia kumpulkan langsung "diboyong" ke sana.
Sebaliknya, jika hari itu tidak ada gerai yang menyediakan bantuan sembako gratis maka ia harus mencari solusi lain agar warga tidak kecewa.
Sebagai penggantinya, Indra Yuska menyediakan antar jemput ke gerai vaksin agar warga tidak lagi mengeluarkan biaya transportasi.
"Saya selalu minta izin ke komandan untuk menggunakan mobil dinas. Sehingga warga tidak lagi mengeluarkan biaya tambahan," katanya.
Tidak jarang juga kocek pribadinya dirogoh untuk sekedar membeli minuman warga yang ia boyong ke gerai vaksin.
Tanpa terasa sudah sekitar lima bulan Indra Yuska bergerilya demi mempercepat vaksinasi di Kota Padang yang memiliki 11 kecamatan.
Dalam sehari rata-rata ia bisa membawa 10-15 orang. Rekor tertingginya adalah membawa 50 orang dalam satu hari.
Setidaknya ada sekitar 1.500 warga yang sudah ia galang dalam kurun waktu lima bulan. Hujan, panas, suka, duka, hingga demam pernah ia alami selama bergerilya mengajak warga.
Kegigihan Indra Yuska dalam menggalang massa selama ini mendapatkan pengakuan dari sejumlah senior, serta rekan-rekannya di Polresta Padang.
"Indra Yuska memang gigih dalam percepatan vaksinasi COVID-19. Setiap hari ia selalu turun ke lapangan untuk mengajak warga vaksinasi," ujar salah seorang seniornya di Polresta Padang Aipda Ramadhan Harahap.
Orang bijak selalu mengatakan bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil. Kalimat tersebut dibuktikan oleh Indra Yuska karena pengabdian, dedikasi, dan loyalitasnya selama ini berbuah manis.
Pada November 2021, Kapolresta Padang Kombes Pol Imran Amir memberinya piagam penghargaan sebagai personel yang paling banyak membawa peserta vaksin dalam periode 11 Oktober sampai 15 November, yaitu 221 orang.
Penghargaan itu tentu saja membuatnya senang dan bangga. Sebab orang yang dulu kerap berbuat ulah dan berurusan dengan Provost, kini diberi penghargaan dari orang nomor satu di Polresta Padang.
"Penghargaan ini ibarat pelecut semangat saya. Ini juga membuktikan bahwa pimpinan (Kapolresta Padang) objektif dalam menilai kinerja, serta menghargai dedikasi yang dilakukan oleh anggota," katanya.
Secara lebih jauh, penghargaan itu merupakan pijakan Indra Yuska agar terus mengubah diri menjadi polisi yang lebih baik dan "Presisi" di masa akan datang.
"Tidak ada yang tidak mungkin selama punya niat untuk berubah. Setiap orang pernah melakukan kesalahan," katanya.