Padang (ANTARA) - Pepatah mengatakan laut yang tenang tak akan menghasilkan pelaut yang tangguh. Ketangguhan seorang nahkoda akan teruji ketika mampu mengemudikan kapalnya melewati terjangan badai dengan selamat.
Memasuki awal 2020 sektor kesehatan dihantam serangan pandemi COVID-19 yang juga berdampak kepada sektor perekonomian.
Kebijakan pembatasan aktivitas lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sektor perekonomian mengalami pukulan cukup telak.
Akibat terbatasnya ruang gerak masyarakat sektor industri jasa keuangan juga terimbas bahkan pada April 2020 Indeks Harga Saham Gabungan ambruk paling dalam sepanjang sejarah menyentuh level 3.937 atau turun 37,49 persen.
Tak hanya itu memasuki April setelah diberlakukannya kebijakan PSBB membuat perekonomian melambat. Ini membuat para pelaku usaha mulai dari skala mikro, kecil, menengah hingga besar yang memiliki utang di perbankan kesulitan menunaikan kewajiban.
Ada banyak pelaku UKM, ojek daring hingga mereka yang baru merintis usaha berbekal modal pinjaman lembaga keuangan.
Baru beberapa bulan merintis tiba-tiba ekonomi melambat yang berdampak pada pendapatan usaha.
Beruntung hadir Otoritas Jasa Keuangan yang bertugas melakukan pengaturan, pengawasan dan perlindungan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, Pasar Modal, dan Industri Keuangan NonBank serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Ini berbeda dengan kondisi pada 1998 ketika Indonesia dihantam krisis moneter, ketika itu pengawasan lembaga keuangan seperti perbankan masih ditangani oleh Bank Indonesia.
Masih kuat dalam ingatan publik terjadinya skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang merugikan negara hingga Rp4,8 triliun.
Begitu badai pandemi tiba OJK pun menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non bank dengan melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan agar sektor usaha tetap berjalan.
Tak hanya itu relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan juga disiapkan mulai dari penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan
OJK pun terus membantu pemerintah dengan memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan moral hazard.
Salah satu yang paling populer adalah kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur melalui POJK 48/POJK.03 2020.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso hingga Oktober 2021 restrukturisasi kredit sudah mencapai posisi Rp720 triliun.
Restrukturisasi ini pun diperpanjang hingga Maret 2022 untuk meringankan beban debitur karena pandemi belum berakhir dan perekonomian belum pulih seperti sedia kala.
Kebijakan restrukturisasi ternyata juga dilaksanakan di sejumlah negara mengacu kepada data yang dihimpun mulai dari Australia, Kanada, India, Rusia, Turki, Amerika Serikat dan Inggris.
Pada pasar saham sentimen PSBB hingga kenaikan lonjakan kasus harian sempat membuat indeks harga saham gabungan tertahan.
Namun seiring dengan mulai bergulirnya vaksinasi dapat menghambat laju penurunan IHSG tersebut selain bangkitnya investor ritel domestik yang antusias untuk berinvestasi di pasar modal.
Transaksi yang dilakukan investor ritel tersebut mendorong naiknya nilai dan volume perdagangan bahkan sampai mencatatkan rekor baru.
Sedangkan sektor perusahaan pembiayaan kondisinya tetap terjaga di tengah kontraksi piutang pembiayaan akibat melemahnya permintaan pembiayaan baru akibat turunnya daya beli masyarakat.
Akan tetapi lewat kebijakan relaksasi yang digulirkan OJK perusahaan pembiayaan melakukan restrukturisasi secara masif terutama kepada debitur yang berasal dari pelaku UKM.
Menjaga Stabilitas
Dalam rangka tetap menjaga stabilitas sektor keuangan OJK harus tetap meningkatkan integritas pasar dengan berkomunikasi secara aktif kepada pelaku pasar untuk menjaga kepercayaan investor .
Selain itu OJK harus terus menjaga pengendalian volatilitas yang selama ini sudah terjaga.
OJK juga harus terus memberi ruang bagi sektor rill untuk tetap bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi dan memitigasi risiko gagal bayar debitur.
Dengan terjaganya likuiditas pasar keuangan dan adanya ruang ekspansi lembaga keuangan diharapkan sektor jasa keuangan berperan secara optimal sebagai katalis bergulirnya pemulihan ekonomi Sumbar.
Dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional OJK harus terus pelonggaran kebijakan temporer pada sektor yang dipandang strategis dalam penanganan pandemi.Tidak lupa memberikan kemudahan dan dukungan dalam mempercepat konsolidasi industri jasa keuangan.
Dalam rangka meningkatkan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan digitalisasi menjadi salah satu kunci yang harus terus didorong.
OJK harus mendorong transformasi digital sektor jasa keuangan karena dengan memperluas kesempatan menjalankan operasional berbasis digital dengan tetap melakukan pengawasan ketat.
Penanganan yang menyeluruh lewat sejumlah kebijakan tersebut diharapkan segera memulihkan kembali mentari ekonomi setelah badai pandemi.
Memasuki awal 2020 sektor kesehatan dihantam serangan pandemi COVID-19 yang juga berdampak kepada sektor perekonomian.
Kebijakan pembatasan aktivitas lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sektor perekonomian mengalami pukulan cukup telak.
Akibat terbatasnya ruang gerak masyarakat sektor industri jasa keuangan juga terimbas bahkan pada April 2020 Indeks Harga Saham Gabungan ambruk paling dalam sepanjang sejarah menyentuh level 3.937 atau turun 37,49 persen.
Tak hanya itu memasuki April setelah diberlakukannya kebijakan PSBB membuat perekonomian melambat. Ini membuat para pelaku usaha mulai dari skala mikro, kecil, menengah hingga besar yang memiliki utang di perbankan kesulitan menunaikan kewajiban.
Ada banyak pelaku UKM, ojek daring hingga mereka yang baru merintis usaha berbekal modal pinjaman lembaga keuangan.
Baru beberapa bulan merintis tiba-tiba ekonomi melambat yang berdampak pada pendapatan usaha.
Beruntung hadir Otoritas Jasa Keuangan yang bertugas melakukan pengaturan, pengawasan dan perlindungan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, Pasar Modal, dan Industri Keuangan NonBank serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Ini berbeda dengan kondisi pada 1998 ketika Indonesia dihantam krisis moneter, ketika itu pengawasan lembaga keuangan seperti perbankan masih ditangani oleh Bank Indonesia.
Masih kuat dalam ingatan publik terjadinya skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang merugikan negara hingga Rp4,8 triliun.
Begitu badai pandemi tiba OJK pun menyiapkan kebijakan stimulus perekonomian di sektor industri keuangan non bank dengan melonggarkan ketentuan kewajiban pembayaran di perusahaan pembiayaan agar sektor usaha tetap berjalan.
Tak hanya itu relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan juga disiapkan mulai dari penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan
OJK pun terus membantu pemerintah dengan memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan moral hazard.
Salah satu yang paling populer adalah kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur melalui POJK 48/POJK.03 2020.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso hingga Oktober 2021 restrukturisasi kredit sudah mencapai posisi Rp720 triliun.
Restrukturisasi ini pun diperpanjang hingga Maret 2022 untuk meringankan beban debitur karena pandemi belum berakhir dan perekonomian belum pulih seperti sedia kala.
Kebijakan restrukturisasi ternyata juga dilaksanakan di sejumlah negara mengacu kepada data yang dihimpun mulai dari Australia, Kanada, India, Rusia, Turki, Amerika Serikat dan Inggris.
Pada pasar saham sentimen PSBB hingga kenaikan lonjakan kasus harian sempat membuat indeks harga saham gabungan tertahan.
Namun seiring dengan mulai bergulirnya vaksinasi dapat menghambat laju penurunan IHSG tersebut selain bangkitnya investor ritel domestik yang antusias untuk berinvestasi di pasar modal.
Transaksi yang dilakukan investor ritel tersebut mendorong naiknya nilai dan volume perdagangan bahkan sampai mencatatkan rekor baru.
Sedangkan sektor perusahaan pembiayaan kondisinya tetap terjaga di tengah kontraksi piutang pembiayaan akibat melemahnya permintaan pembiayaan baru akibat turunnya daya beli masyarakat.
Akan tetapi lewat kebijakan relaksasi yang digulirkan OJK perusahaan pembiayaan melakukan restrukturisasi secara masif terutama kepada debitur yang berasal dari pelaku UKM.
Menjaga Stabilitas
Dalam rangka tetap menjaga stabilitas sektor keuangan OJK harus tetap meningkatkan integritas pasar dengan berkomunikasi secara aktif kepada pelaku pasar untuk menjaga kepercayaan investor .
Selain itu OJK harus terus menjaga pengendalian volatilitas yang selama ini sudah terjaga.
OJK juga harus terus memberi ruang bagi sektor rill untuk tetap bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi dan memitigasi risiko gagal bayar debitur.
Dengan terjaganya likuiditas pasar keuangan dan adanya ruang ekspansi lembaga keuangan diharapkan sektor jasa keuangan berperan secara optimal sebagai katalis bergulirnya pemulihan ekonomi Sumbar.
Dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional OJK harus terus pelonggaran kebijakan temporer pada sektor yang dipandang strategis dalam penanganan pandemi.Tidak lupa memberikan kemudahan dan dukungan dalam mempercepat konsolidasi industri jasa keuangan.
Dalam rangka meningkatkan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan digitalisasi menjadi salah satu kunci yang harus terus didorong.
OJK harus mendorong transformasi digital sektor jasa keuangan karena dengan memperluas kesempatan menjalankan operasional berbasis digital dengan tetap melakukan pengawasan ketat.
Penanganan yang menyeluruh lewat sejumlah kebijakan tersebut diharapkan segera memulihkan kembali mentari ekonomi setelah badai pandemi.