Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut terjadi tren penurunan kasus COVID-19 yang signifikan di DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
"Saya minta pada teman-teman sekalian, meskipun ada penurunan dibandingkan dengan minggu pertama penerapan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), tren penurunan mobilitas dan aktivitas tetap harus dipertahankan," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan tren penurunan kasus itu terjadi sejak minggu pertama PPKM.
Luhut yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali itu, mengungkapkan upaya mempertahankan penurunan mobilitas dan aktivitas akan mendorong penurunan kasus. Hal tersebut didasari pada variabel laju transmisi kasus, respons kesehatan, dan kondisi sosiologis masyarakat.
Oleh karena itu, dia meminta semua kepala daerah di wilayah Jawa dan Bali untuk terus memperketat dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan.
Ia memaparkan tren penurunan indeks komposit yang signifikan pada wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Ia mengklaim sebagian besar wilayah telah melewati puncak kasus dan mulai mengarah ke penurunan.
Namun ia mengkhawatirkan tingginya angka kematian yang masih harus diwaspadai.
"Terkait Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, saya minta buatkan laporan khusus penyebab tingginya angka kematian, berikan juga usulan upaya untuk menurunkan angka kematian tersebut," katanya.
Pasien isoman
Selain pelaksanaan PPKM, Luhut juga menyoroti penanganan pasien yang melakukan isolasi mandiri yang perlu lebih mendapatkan perhatian.
"Saya kira penanganan pasien yang isolasi mandiri itu perlu diperhatikan, karena pada umumnya yang dibawa ke rumah sakit itu sudah pada level yang parah," katanya.
Merespons hal itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan berdasarkan laporan yang diperolehnya melalui kontak telepon dengan beberapa dokter perawat pasien COVID-19, pasien yang dibawa ke rumah sakit memang umumnya sudah dalam kondisi parah.
"Pasien yang tidak tertolong itu umumnya masuk RS sudah terlambat, saturasi oksigennya hanya 70 atau 80," katanya.
Padahal, masa inkubasi dan masa sakit penderita COVID-19 varian Delta relatif cepat.
Terkait dengan hal ini, dirinya akan berkoordinasi dengan pihak puskesmas untuk melengkapi fasilitas oximeter.
"Jadi kalau saturasinya masih di atas 94 itu masih aman untuk melakukan isoman di rumah dengan catatan tidak bergejala. Tetapi kalau bergejala dan saturasinya di bawah 94 harus segera dirawat di lokasi isoter (isolasi terpadu) atau RS yang memiliki fasilitas alkes dan nakes," katanya.
Terkait dengan pasien isoman, Luhut memerintahkan Panglima TNI untuk mengoordinasikan kegiatan pengetesan dan penelusuran kasus yang akan dimulai pada Senin (26/7) di tujuh wilayah aglomerasi se-Jawa dan Bali.
Targetnya, minimal pengetesan dan pelacakan dilakukan kepada delapan kontak erat per pasien yang dicapai dalam dua minggu ke depan.
"Kalau bisa, TNI segerakan proses 'testing' (pengetesan), agar kita bisa membawa penderita ketika saturasi masih di atas 80 sehingga mereka masih bisa tertolong," kata dia.
"Saya minta pada teman-teman sekalian, meskipun ada penurunan dibandingkan dengan minggu pertama penerapan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), tren penurunan mobilitas dan aktivitas tetap harus dipertahankan," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan tren penurunan kasus itu terjadi sejak minggu pertama PPKM.
Luhut yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali itu, mengungkapkan upaya mempertahankan penurunan mobilitas dan aktivitas akan mendorong penurunan kasus. Hal tersebut didasari pada variabel laju transmisi kasus, respons kesehatan, dan kondisi sosiologis masyarakat.
Oleh karena itu, dia meminta semua kepala daerah di wilayah Jawa dan Bali untuk terus memperketat dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan.
Ia memaparkan tren penurunan indeks komposit yang signifikan pada wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Ia mengklaim sebagian besar wilayah telah melewati puncak kasus dan mulai mengarah ke penurunan.
Namun ia mengkhawatirkan tingginya angka kematian yang masih harus diwaspadai.
"Terkait Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, saya minta buatkan laporan khusus penyebab tingginya angka kematian, berikan juga usulan upaya untuk menurunkan angka kematian tersebut," katanya.
Pasien isoman
Selain pelaksanaan PPKM, Luhut juga menyoroti penanganan pasien yang melakukan isolasi mandiri yang perlu lebih mendapatkan perhatian.
"Saya kira penanganan pasien yang isolasi mandiri itu perlu diperhatikan, karena pada umumnya yang dibawa ke rumah sakit itu sudah pada level yang parah," katanya.
Merespons hal itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan berdasarkan laporan yang diperolehnya melalui kontak telepon dengan beberapa dokter perawat pasien COVID-19, pasien yang dibawa ke rumah sakit memang umumnya sudah dalam kondisi parah.
"Pasien yang tidak tertolong itu umumnya masuk RS sudah terlambat, saturasi oksigennya hanya 70 atau 80," katanya.
Padahal, masa inkubasi dan masa sakit penderita COVID-19 varian Delta relatif cepat.
Terkait dengan hal ini, dirinya akan berkoordinasi dengan pihak puskesmas untuk melengkapi fasilitas oximeter.
"Jadi kalau saturasinya masih di atas 94 itu masih aman untuk melakukan isoman di rumah dengan catatan tidak bergejala. Tetapi kalau bergejala dan saturasinya di bawah 94 harus segera dirawat di lokasi isoter (isolasi terpadu) atau RS yang memiliki fasilitas alkes dan nakes," katanya.
Terkait dengan pasien isoman, Luhut memerintahkan Panglima TNI untuk mengoordinasikan kegiatan pengetesan dan penelusuran kasus yang akan dimulai pada Senin (26/7) di tujuh wilayah aglomerasi se-Jawa dan Bali.
Targetnya, minimal pengetesan dan pelacakan dilakukan kepada delapan kontak erat per pasien yang dicapai dalam dua minggu ke depan.
"Kalau bisa, TNI segerakan proses 'testing' (pengetesan), agar kita bisa membawa penderita ketika saturasi masih di atas 80 sehingga mereka masih bisa tertolong," kata dia.