Jakarta (ANTARA) - Meningkatnya kasus ibu hamil terkonfirmasi COVID-19 di sejumlah kota besar di Indonesia dalam keadaan yang berat (severe case) serta ditemukan varian baru yang masuk di Indonesia menyebabkan populasi ibu hamil menjadi lebih rentan dan lebih cepat mengalami perburukan hingga kematian.
Oleh sebab itu perlindungan terhadap ibu hamil dan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan merupakan hal penting.
Perhimpunan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) menyerukan perlunya diambil langkah dan rekomendasi yang terkait dengan pencegahan agar tidak terjadi peningkatan kasus secara masif serta upaya mempercepat dan memperluas vaksinasi dapat menjadi bagian dari upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19..
Sepanjang pandemi, para dokter peneliti di dunia telah melakukan beragam kajian mengenai manfaat vaksinasi bagi ibu hamil dan menyusui berdasarkan sejumlah rekomendasi dari badan dunia/ organisasi profesi/ lembaga kesehatan nasional maupun internasional terkait vaksin COVID-19, yang memiliki reputasi terpercaya.
Selain itu, juga sudah ada kebijakan berbasis bukti tentang COVID-19 pada ibu hamil, diantaranya: CDC (Centers for Diseases Control and Prevention) yang menyatakan bahwa ibu hamil akan mengalami keadaan yang lebih berat dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil sehingga membutuhkan perawatan di RS, ruang intensif atau ventilator dan alat bantu napas lainnya.
WHO (World Health Organization) juga telah menyatakan bahwa ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun, IMT yang tinggi dan memiliki komorbid seperti diabetes dan hipertensi, serta kelompok risiko tinggi terpaparCOVID-19, direkomendasikan untuk mendapat vaksinasi Sinovac.
"Berdasarkan data dari Pokja Infeksi Saluran Reproduksi POGI dan POGI Cabang selama April 2020 hingga April 2021, terdapat 536 kasus COVID-19 pada ibu hamil. Dari data tersebut, sekitar 51,9 persen diantaranya merupakan ibu hamil tanpa gejala dan tanpa bantuan napas (OTG), Usia kehamilan di atas 37 minggu sebanyak 72 persen, kematian komplikasi COVID-19 sebanyak 3 persen, dan Perawatan intensif ibu (ICU), sebanyak 4,5 persen masuk ICU. Sementara itu, data jumlah kematian dokter Indonesia berdasarkan profesi (data Tim Mitigasi Dokter PB IDI sampai dengan Juni 2021), menunjukkan spesialis obstetri dan ginekologi sebanyak 27 orang,- menempati urutan kedua setelah dokter umum,” kata Ketua Umum POGI, dr. Ari K. Januarto SpOG(K)-Obginsos dalam keterangannya, Minggu.
“COVID-19 meningkatkan risiko kejadian persalinan prematur dan komplikasi kehamilan lainnya. Meski hingga saat ini belum ada data ilmiah mengenai efektifitas maupun potensi bahaya pemberian vaksin COVID-19 untuk ibu hamil dan menyusui mengingat tergolong dalam kelompok vulnerable population. Namun dengan mendapatkan vaksinasi dalam kehamilan akan mencegah ibu hamil bergejala berat bila terpapar COVID-19,” kata Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K)-FER, MPH, Sekjen Pengurus Pusat POGI.
Secara teoritis, kehamilan tidak mengubah efikasi suatu vaksin, namun hal ini perlu penelitian lebih lanjut. Dapat terjadi transfer IgG dari ibu ke fetus sehingga bisa memberikan imunitas pasif pada neonatus. Vaksin yang masuk ke dalam tubuh akan masuk ke dalam sel, kemudian ditangkap oleh APC / sel penyaji antigen dan di pecah menjadi peptide kecil yang diikat oleh MHC, setelah itu akan di presentasi kan ke sel T helper/ CD4.
Sel CD 4 akan merangsang sel limfosit B untuk mengeluarkan berbagai macam sitokin yang kemudian berkembang menjadi sel plasma untuk memproduksi antibodi. Antibodi yang diproduksi adalah IgM, IgG dan neutralizing antibody (netralisasi antibodi).
Proses ini mencapai waktu kurang lebih dua pekan. Bila seseorang sudah melakukan vaksinasi COVID-19 maka jika terjadi infeksi COVID-19, tubuh yang sudah memiliki sel B memori akan lebih cepat mengenali antigen tersebut sehingga antibodi netralisasi akan segera terbentuk dalam waktu singkat.
Demi keselamatan ibu hamil dan janin dari penularan dan efek COVID-19, POGI menyerukan dukungan pada pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di daerah dengan tingkat kejadian COVID-19 mulai dari zona kuning sampai dengan hitam, serta memperbarui dan meningkatkan sosialisasi pedoman penanganan ibu hamil dan ibu bersalin yang terinfeksi COVID-19 pada seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan.
“Kami juga meminta agar pemerintah menunjuk dan menyiapkan pusat rujukan COVID-19 untuk ibu dan anak di setiap propinsi dan kabupaten/ kota yang dilengkapi dengan fasilitas kamar bersalin tekanan negatif, ruang isolasi ibu, ruang isolasi bayi baru lahir, serta ICU dan NICU. Kami berharap pemerintah meningkatkan cakupan vaksinasi Covid 19 pada seluruh masyarakat Indonesia terutama pada keluarga inti di mana salah satu anggota keluarganya sedang hamil, dan melindungi tenaga kesehatan yang sedang hamil dengan cara mengatur pembagian grup dan jam kerja serta vaksinasi pada tenaga kesehatan yang sedang hamil, kelompok ibu hamil risiko tinggi terpapar, serta vaksinasi pada ibu hamil dengan risiko rendah setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan dan bersedia atas pilihannya untuk melaksanakan vaksinasi COVID-19” tegas dr. Ari K. Januarto SpOG(K)-Obginsos.
Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K)-FER, MPH mengatakan bahwa penundaan kehamilan tidak disarankan pada ibu yang telah mendapatkan vaksinasi COVID-19 secara lengkap dan vaksinasi tidak berpengaruh pada infertilitas. Dan pada para ibu yang telah mendapatkan vaksinasi COVID-19kemudian hamil, maka kehamilan dan vaksinasi dapat dilanjutkan dengan melaporkan pada pokja ISR PP POGI untuk dimasukkan dalam registrasi penelitian.
Meski rekomendasi yang disarankan oleh POGI ini telah berbasis kajian ilmiah yang sudah ada, serta berdasarkan pelaksanaan rekomendasi organisasi serupa di dunia untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi Indonesia, namun Ketua Umum POGI, dr. Ari K. Januarto SpOG(K)-Obginsos mengatakan bahwa Pengurus Pusat POGI tidak menutup kemungkinan untuk mengubah rekomendasi ini mengingat perkembangan yang dinamis serta kemungkinan ditemukannya bukti ilmiah terbaru.
Saat ini, International Federation of Obstetrics and Gynecology (FIGO) telah memberikan penegasan secara kuat untuk mengikutsertakan ibu hamil dan menyusui pada fase 3 penelitian vaksin COVID-19 untuk seluruh produsen vaksin COVID-19.
Oleh sebab itu perlindungan terhadap ibu hamil dan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan merupakan hal penting.
Perhimpunan Obstetri dan Ginekolog Indonesia (POGI) menyerukan perlunya diambil langkah dan rekomendasi yang terkait dengan pencegahan agar tidak terjadi peningkatan kasus secara masif serta upaya mempercepat dan memperluas vaksinasi dapat menjadi bagian dari upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19..
Sepanjang pandemi, para dokter peneliti di dunia telah melakukan beragam kajian mengenai manfaat vaksinasi bagi ibu hamil dan menyusui berdasarkan sejumlah rekomendasi dari badan dunia/ organisasi profesi/ lembaga kesehatan nasional maupun internasional terkait vaksin COVID-19, yang memiliki reputasi terpercaya.
Selain itu, juga sudah ada kebijakan berbasis bukti tentang COVID-19 pada ibu hamil, diantaranya: CDC (Centers for Diseases Control and Prevention) yang menyatakan bahwa ibu hamil akan mengalami keadaan yang lebih berat dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil sehingga membutuhkan perawatan di RS, ruang intensif atau ventilator dan alat bantu napas lainnya.
WHO (World Health Organization) juga telah menyatakan bahwa ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun, IMT yang tinggi dan memiliki komorbid seperti diabetes dan hipertensi, serta kelompok risiko tinggi terpaparCOVID-19, direkomendasikan untuk mendapat vaksinasi Sinovac.
"Berdasarkan data dari Pokja Infeksi Saluran Reproduksi POGI dan POGI Cabang selama April 2020 hingga April 2021, terdapat 536 kasus COVID-19 pada ibu hamil. Dari data tersebut, sekitar 51,9 persen diantaranya merupakan ibu hamil tanpa gejala dan tanpa bantuan napas (OTG), Usia kehamilan di atas 37 minggu sebanyak 72 persen, kematian komplikasi COVID-19 sebanyak 3 persen, dan Perawatan intensif ibu (ICU), sebanyak 4,5 persen masuk ICU. Sementara itu, data jumlah kematian dokter Indonesia berdasarkan profesi (data Tim Mitigasi Dokter PB IDI sampai dengan Juni 2021), menunjukkan spesialis obstetri dan ginekologi sebanyak 27 orang,- menempati urutan kedua setelah dokter umum,” kata Ketua Umum POGI, dr. Ari K. Januarto SpOG(K)-Obginsos dalam keterangannya, Minggu.
“COVID-19 meningkatkan risiko kejadian persalinan prematur dan komplikasi kehamilan lainnya. Meski hingga saat ini belum ada data ilmiah mengenai efektifitas maupun potensi bahaya pemberian vaksin COVID-19 untuk ibu hamil dan menyusui mengingat tergolong dalam kelompok vulnerable population. Namun dengan mendapatkan vaksinasi dalam kehamilan akan mencegah ibu hamil bergejala berat bila terpapar COVID-19,” kata Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K)-FER, MPH, Sekjen Pengurus Pusat POGI.
Secara teoritis, kehamilan tidak mengubah efikasi suatu vaksin, namun hal ini perlu penelitian lebih lanjut. Dapat terjadi transfer IgG dari ibu ke fetus sehingga bisa memberikan imunitas pasif pada neonatus. Vaksin yang masuk ke dalam tubuh akan masuk ke dalam sel, kemudian ditangkap oleh APC / sel penyaji antigen dan di pecah menjadi peptide kecil yang diikat oleh MHC, setelah itu akan di presentasi kan ke sel T helper/ CD4.
Sel CD 4 akan merangsang sel limfosit B untuk mengeluarkan berbagai macam sitokin yang kemudian berkembang menjadi sel plasma untuk memproduksi antibodi. Antibodi yang diproduksi adalah IgM, IgG dan neutralizing antibody (netralisasi antibodi).
Proses ini mencapai waktu kurang lebih dua pekan. Bila seseorang sudah melakukan vaksinasi COVID-19 maka jika terjadi infeksi COVID-19, tubuh yang sudah memiliki sel B memori akan lebih cepat mengenali antigen tersebut sehingga antibodi netralisasi akan segera terbentuk dalam waktu singkat.
Demi keselamatan ibu hamil dan janin dari penularan dan efek COVID-19, POGI menyerukan dukungan pada pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di daerah dengan tingkat kejadian COVID-19 mulai dari zona kuning sampai dengan hitam, serta memperbarui dan meningkatkan sosialisasi pedoman penanganan ibu hamil dan ibu bersalin yang terinfeksi COVID-19 pada seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan.
“Kami juga meminta agar pemerintah menunjuk dan menyiapkan pusat rujukan COVID-19 untuk ibu dan anak di setiap propinsi dan kabupaten/ kota yang dilengkapi dengan fasilitas kamar bersalin tekanan negatif, ruang isolasi ibu, ruang isolasi bayi baru lahir, serta ICU dan NICU. Kami berharap pemerintah meningkatkan cakupan vaksinasi Covid 19 pada seluruh masyarakat Indonesia terutama pada keluarga inti di mana salah satu anggota keluarganya sedang hamil, dan melindungi tenaga kesehatan yang sedang hamil dengan cara mengatur pembagian grup dan jam kerja serta vaksinasi pada tenaga kesehatan yang sedang hamil, kelompok ibu hamil risiko tinggi terpapar, serta vaksinasi pada ibu hamil dengan risiko rendah setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan dan bersedia atas pilihannya untuk melaksanakan vaksinasi COVID-19” tegas dr. Ari K. Januarto SpOG(K)-Obginsos.
Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K)-FER, MPH mengatakan bahwa penundaan kehamilan tidak disarankan pada ibu yang telah mendapatkan vaksinasi COVID-19 secara lengkap dan vaksinasi tidak berpengaruh pada infertilitas. Dan pada para ibu yang telah mendapatkan vaksinasi COVID-19kemudian hamil, maka kehamilan dan vaksinasi dapat dilanjutkan dengan melaporkan pada pokja ISR PP POGI untuk dimasukkan dalam registrasi penelitian.
Meski rekomendasi yang disarankan oleh POGI ini telah berbasis kajian ilmiah yang sudah ada, serta berdasarkan pelaksanaan rekomendasi organisasi serupa di dunia untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi Indonesia, namun Ketua Umum POGI, dr. Ari K. Januarto SpOG(K)-Obginsos mengatakan bahwa Pengurus Pusat POGI tidak menutup kemungkinan untuk mengubah rekomendasi ini mengingat perkembangan yang dinamis serta kemungkinan ditemukannya bukti ilmiah terbaru.
Saat ini, International Federation of Obstetrics and Gynecology (FIGO) telah memberikan penegasan secara kuat untuk mengikutsertakan ibu hamil dan menyusui pada fase 3 penelitian vaksin COVID-19 untuk seluruh produsen vaksin COVID-19.