Bengkulu, (ANTARA) - Kesenian rakyat Barong Landong yang merupakan permainan tradisional mirip ondel-ondel di Provinsi Bengkulu terancam punah, akibat tergerus perkembangan zaman.
"Apabila kesenian Barong Landong tidak dilestarikan, bisa punah, terbukti saat ini masyarakat yang melihat kesenian itu, mengira ondel-ondel," kata seorang tokoh masyarakat sekaligus penasihat Sanggar Anggrek Bulan Bengkulu Zakaria Saleh (70), Minggu.
Zakaria mengatakan, selama ini Pemerintah Bengkulu hanya melestarikan upacara Tabot (peti mati), Telong-Telong dan permainan rakyat ikan-ikan padahal masih terdapat beberapa permainan rakyat lagi yang butuh dilestarikan agar tidak tergerus kemajuan zaman.
"Kesenian Barong Landong terakhir tampil sekitar 1959-1960 an di sebuah pasar malam, untuk memperkenalkan kembali kesenian tersebut di hadapan publik kami akan menampilkannya pada festival Tabot yang digelar 14 hingga 24 November 2012, sehingga diharapkan warga yang melihatnya ada yang tertarik untuk meneruskannya," katanya.
Ia menjelaskan, Barong Landong merupakan permainan rakyat yang diciptakan sebagai ungkapan rasa syukur setelah panen padi.
Barong Landong merupakan sejenis alat permainan yang berbentuk manusia raksasa. Alat permainan tersebut terbuat dari kerangka lukah/bubu penangkap ikan, diberi tangan dan kepala seperti manusia berparas lelaki dan perempuan, dan didandani seperti pengantin tradisional Bengkulu.
Barong Landong tersebut didandani memakai topi yang disebut singal dan pada zaman dulu mengenakan kain blongsong yang bersulam benang emas. Saat ini kain tersebut sudah sulit dicari dan digantikan dengan kain besurek khas Bengkulu.
"Barong Landong yang mempunyai berat masing-masing sekitar 15 kg tersebut dimainkan dengan digerak-gerakkan oleh orang yang masuk didalamnya dengan diiringi musik kulintang dan dol serta penari dengan jumlah keseluruhan pemain sekitar 10 orang," ujarnya.
Dalam melestarikan permainan rakyat tersebut cukup terkendala dana yang membutuhkan biaya tidak kurang dari Rp6 juta untuk membuat sepasang Barong Landong dan kurangnya minat generasi penerus saat ini.Oleh karena itu, Zakaria berharap pemerintah Bengkulu mendukung upaya pelestarian permainan rakyat Barong Landong dan permainan lain yang juga hampir punah seperti Bubu Gila dan Beruang-Beruang.
Sementara itu, Devi Trisno selaku pembuat Barong Landong untuk ditampilkan pada festival Tabot mengatakan untuk membuat alat permainan tersebut dibutuhkan rotan, bambu dan kayu pulai yang mulai langka saat ini.Kerangka yang sudah jadi tersebut ditutupi dengan busa dan kain saten dengan panjang 4 meter untuk masing-masing Barong Landong.
"Proses pembuatan Barong Landong yang merupakan seni budaya Lembak sejak zaman penjajahan Belanda ini cukup sulit terutama membentuk bagian kepalanya dan membutuhkan waktu hampir sebulan lamanya," ujarnya. (*/jno)